MOJOK.CO – Kewajiban tes PCR untuk naik pesawat baru saja diubah pemerintah. Sementara, perjalanan darat menggunakan kendaraan pribadi dengan jarak minimal 250 km kini diwajibkan tes antigen.
Pemerintah mengubah lagi aturan naik pesawat selama pandemi. Aturan baru tersebut disampaikan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, hari ini (1/11). Dalam Konferensi Pers Evaluasi PPKM, ia menyampaikan bahwa kini penumpang pesawat tak lagi wajib menjalani tes PCR, melainkan cukup tes antigen. Namun, ia tak menjelaskan mulai kapan aturan ini berlaku.
“Perjalanan akan ada perubahan, yaitu wilayah Jawa-Bali, perjalanan udara tidak lagi harus pakai tes PCR, tapi cukup tes antigen. Sama dengan yangg diberlakukan di (perjalanan udara ke) wilayah luar Jawa non-Bali,” ujar Muhadjir, dikutip Tempo.co.
Aturan naik motor: jarak tempuh 250 km wajib antigen
Sementara itu, aturan perjalanan darat kini diperketat, tampaknya mengantisipasi peningkatan perjalanan pada akhir tahun ini. Aturan ini dirilis Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Surat Edaran Menhub 90/2021 mengenai Perubahan Atas Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor SE 86 Tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri dengan Transportasi Darat Pada Masa Pandemi Covid-19.
Isinya: pelaku perjalanan darat dan perjalanan darat yang meliputi penyeberangan menggunakan angkutan laut dengan jarak minimal 250 kilometer atau waktu perjalanan 4 jam di seluruh wilayah Indonesia, wajib menunjukkan:
(1) kartu vaksin minimal dosis pertama, dan
(2) menunjukkan surat keterangan hasil tes PCR maksimal 3 x 24 jam atau tes antigen maksimal 1 x 24 jam sebelum perjalanan.
Aturan ini berlaku per 27 Oktober 2021 sampai waktu yang belum ditentukan. Pelaku perjalanan yang terkena aturan ini termasuk pelaku perjalanan dengan kendaraan pribadi dan kendaraan umum.
“Ketentuan syarat perjalanan tersebut berlaku bagi pengguna kendaraan bermotor perseorangan, sepeda motor, kendaraan bermotor umum, maupun angkutan penyeberangan,” ujar Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dikutip Antara, Minggu (31/10).
Selain itu, khusus pengemudi dan pembantu pengemudi kendaraan logistik yang melakukan perjalanan dalam negeri di wilayah Pulau Jawa dan Bali, berlaku ketentuan:
(1) wajib menunjukkan kartu vaksin dosis lengkap dan surat keterangan hasil negatif tes antigen yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 14 x 24 jam sebelum keberangkatan; atau
(2) wajib menunjukkan kartu vaksin dosis pertama dan surat keterangan hasil negatif tes antigen yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 7×24 jam sebelum keberangkatan; atau
(3) wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes antigen yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 1 x 24 jam sebelum keberangkatan apabila belum mendapatkan vaksinasi.
Saat ini, harga eceran tertinggi (HET) untuk tes PCR yang ditetapkan pemerintah sejak 27 Oktober adalah sebesar Rp275 ribu (Pulau Jawa-Bali) dan Rp300 ribu (di luar Pulau Jawa-Bali). Sementara tes antigen dibatasi paling mahal Rp99 ribu (Jawa-Bali) dan Rp109 ribu (luar Jawa-Bali) per 1 September lalu.
Respons pemerintah atas protes harga dan aturan PCR penumpang pesawat?
Keluarnya aturan baru ini tidak bisa tidak dikaitkan dengan protes terkait pewajiban tes PCR untuk penumpang pesawat, dimulai 24 Oktober kemarin. Setelah banjir protes, pemerintah menurunkan HET tes PCR dari Rp495 ribu menjadi Rp275 ribu, disusul dengan policy terbaru ini bahwa penumpang pesawat tak lagi bisa cukup memakai tes antigen.
Penurunan ini menimbulkan banyak pertanyaan ihwal berapa harga asli tes PCR sebenarnya.
Menurut laporan koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari Indonesian Corruption Watch (ICW), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI), Lokataru, dan LaporCovid-19, sedikitnya ada Rp23 triliun uang yang berputar dalam bisnis tes PCR di Indonesia. “Total potensi keuntungan yang didapatkan adalah sekitar Rp 10 triliun lebih,” sebut Koalisi, dikutip Suara.com.
Terkait turunnya harga tes PCR, Koalisi menduga ini disebabkan sejumlah barang yang telah dibeli, baik oleh pemerintah maupun perusahaan, akan memasuki masa kedaluwarsa. Pemerintah diduga sedang membantu penyedia jasa tes PCR untuk menghabiskan stok reagen PCR tersebut. Dugaan ini didasarkan pada temuan investigasi ICW bersama Klub Jurnalis Investigasi.
Selain itu, Koalisi juga menyorot komponen biaya tes PCR yang tidak pernah dirinci oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Kementerian Kesehatan. Berdasarkan informasi yang didapat Koalisi, sejak Oktober 2020 lalu harga reagen PCR hanya sebesar Rp180 ribu, sementara harga tes PCR saat itu mencapai Rp900 ribu.
BACA JUGA Sedang Diawasi Ketat, Facebook Ganti Nama Jadi Meta dan kabar terbaru lainnya di KILAS.