MOJOK.CO – Delapan bangunan di atas sempadan Sungai Code, Brontokusuman, Mergangsan, Kota Yogyakarta dibongkar paksa, Rabu (28/09/2022). Bangunan-bangunan tersebut dinilai dibangun tanpa izin.
Penggusuran dilakukan Balal Besar Wilayah Sungal (BBWS) Serayu Opak Ditjen Sumber Daya Air (SDA) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Area sempadan sungai merupakan area yang terlarang untuk mendirikan bangunan, apalagi tanpa izin.
Hal ini sesuai UU Nomor 17 Tahun 2019 Tentang Sumber Daya Air dan Peraturan Menteri PUPR No. 28 Tahun 2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau.
“Area sempadan sungai dilarang untuk didirikan bangunan karena dapat mengganggu fungsi kebermanfaatan sungai,” ungkap Kabid Operasi Pemeliharaan BBWS Serayu Opak Ditjen SDA PUPR, Antyarsa Ikana di sela penertiban.
Menurut Antyarsa, penertiban sempadan Sungai Code di Mergangsan sebenarnya sudah melalui proses yang panjang, baik secara administrasi, hukum, maupun sosial. Rencana penertiban bahkan sudah dilakukan dari 2019 lalu.
BBWS Serayu Opak menggelar sejumlah sosialisasi dan diskusi, baik dengan instansi terkait maupun masyarakat pada tahun 2020 dan awal 2021. Bahkan BBWS menerbitkan Surat Peringatan (SP) sebanyak 3 kali pada tahun 2021, yaitu 31 Juli 2021, 15 September 2021 dan 25 Oktober 2021.
“Pemerintah Kota Yogyakarta kemudian berkoordinasi dengan BBWS Serayu opak untuk menertibkan bangunan tanpa izin di sempadan Sungal Code, Brontokusuman, Mergangsan,” paparnya.
Sempat tertunda, warga sebut sebagai kejahatan luar biasa
Rencana penertiban sempat tertunda karena ada permintaan dari DPRD DIY yang meminta dilakukannya musyawarah antara instansi pemerintah dan warga masyarakat dengan BBWS Serayu Opak sebagai fasilitator. Musyawarah ini sudah dilaksanakan pada 31 Agustus 2022 lalu.
Dari 15 bangunan yang ditertibkan, tujuh bangunan sudah melakukan pembongkaran sendiri. Namun, 8 warga lain belum juga melakukan pembongkaran hingga hari H.
“Akhirnya hari ini kami tertibkan delapan bangunan yang belum dibongkar,” ujarnya.
Sementara Ketua Paguyuban Kali Code Mandiri, Kris Tiwanto mengungkapkan tidak masalah bila ditata. Namun, mereka menolak dengan keras penggusuran semena-mena yang dilakukan aparat saat ini.
“Kita menolak penggusuran karena punya konsep dan program pelestarian sungai,” ujarnya.
Sebab warga tinggal di kawasan tersebut mengklaim mendapatkan izin dari Gubernur DIY, Sri Sultan HB IX beberapa puluh tahun lalu. Bahkan camat di Mergangsan juga ikut membantu warga waktu itu.
Kawasan tersebut pun saat ini sudah mampu meningkatkan ekonomi warga. Ada 22 Kepala Keluarga (KK) yang tinggal di kawasan tersebut meggantungkan nasibnya.
“Namun, kok digusur, ini kejahatan yang luar biasa, kita disuruh pergi,” tandasnya.
Reporter: Yvesta Ayu
Editor: Agung Purwandono