MOJOK.CO – Madiun menjadi tempat kelahiran dua perguruan pencak silat besar di Indonesia, Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) dan Persaudaraan Setia Hati Winongo (PSHW). Keduanya punya irisan sejarah yang sama namun kerap terlibat konflik di jalanan.
Cikal bakal kedua perguruan ini tak lepas dari sosok pendekar bernama Ki Ageng Ngabehi Soerodiwirjo. Melansir dari laman SHTerate, lelaki kelahiran 1876 ini pernah mendirikan perkumpulan perkumpulan Sedulur Tunggal Kecer dengan pencak silat bernama Joyo Gendelo Tjipto Muljo.
Perjalanan berlanjut, tatkala Ki Ageng Ngabehi Soerodiwirjo mendirikan perguruan bernama Persaudaraan Setia Hati (PSH) di desa Winongo pada 1917. Penamaan “Persaudaraan” bertujuan memperkuat hubungan antar warga PSH.
Dari cikal bakal perguruan kemudian PSHT lahir. Sebelum resmi menggunakan nama tersebut, mulanya perguruan ini menggunakan nama Setia Hati Pemuda Sport Club (SH PSC). Pendirinya yakni Ki Hadjar Hardjo Oetomo yang juga terkenal sebagai seorang tokoh perintis kemerdekaan. SH PSC berdiri sekitar 1922.
Selanjutnya, penamaan PSHT lahir di era kepemimpinan RM Soetomo Mangkoedjojo. Tepatnya pada kongres pertama tahun 1948. PSHT kemudian lebih terbuka dan menyebarkan ilmu bela diri ke luar daerah.
Sementara itu, PSHW baru resmi berdiri pada 1966. Pendirinya yakni Raden Djimat Hedro Soewarno yang juga masih murid dari Ki Ngabehi Soerodiwirdjo. Nama perguruan ini sesuai dengan tempat kelahiran awal PSH yakni Desa Winongo, Madiun.
Salah satu perbedaan dari dua perguruan berseragam hitam ini, PSHW tidak melebarkan sayap ke luar daerah. Mereka hanya terletak di daerah pusatnya yakni Madiun. Setiap orang yang hendak bergabung harus belajar di padepokan pusat.
Riwayat dan penyebab konflik PSHW dan PSHT
Pada perjalanannya, dua kubu perguruan pencak silat ini kerap berseteru di jalanan. Pertikaian tersebut sudah berulang kali terjadi di Madiun. Di tahun 1980-an sampai 2000-an awal, mengutip Vice, Madiun bahkan seperti medan laga dua perguruan tersebut.
Konflik tersebut masih terjadi hingga kini. Pada Mei 2022 lalu misalnya, massa dari kedua perguruan ini terlibat bentrok dan saling lempar batu di Madiun. Salah satu penyebabnya yakni saling ejek dan terprovokasi suara bising kendaraan.
Hal serupa kembali terjadi pada Januari 2023 lalu. Pada Minggu (15/1) dini hari massa dari dua kelompok tersebut terlibat aksi bentrokan di Jalan Gajah Mada. Kejadian itu baru mereda setelah pasukan dari TNI YPR 501 membubarkan massa.
Rentetan konflik ini sudah mulai muncul sejak era 1990-an. Persoalan ini menarik minat sejumlah peneliti untuk meriset penyebab kekerasan berkepanjangan tersebut.
Pada tesis Andhita Risko Faristiana berjudul Konflik Antar Perguruan Pencak Silat di Madiun (Studi Kasus Konflik dan Kekerasan Antara PSHT dan Setia Hati Tunas Muda Winongo di Madiun, 2017) menjelaskan pertikaian ini melibatkan kekerasan seperti penganiayaan, pengeroyokan, hingga perusakan.
Penelitian ini mengungkapkan bahwa akar konflik berawal dari pecahnya PSH menjadi dua perguruan yang berlanjut dengan saling klaim kebenaran perguruan. Selanjutnya bermunculan beragam pemantik yang sering memicu konflik. Setidaknya, terdapat lima penyebab konflik yang sering terjadi.
“Faktor-faktor lain penyebab konflik kekerasan adalah pelemparan atau penyiraman cat ke tugu perguruan lawan, mabuk atau budaya miras, dan peristiwa insidental seperti penuruhan baliho, saling melirik di warung makan sampai saling senggol di konser musik, serta dendam pribadi,” tulis peneliti.
Resolusi konflik PSHT dan PSHW
Upaya meredam konflik dua perguruan ini bukannya tanpa upaya. Dalam tesis Resolusi Konflik antara Perguruan Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) dan Persaudaraan Setia Hati Winongo (PSHW) di Kabupaten Madiun karya Lidia Nufidatul Kasanah (2020) dua perguruan berupaya menyelesaikan konflik. Sebagai pihak yang mempertemukan adalah Pemkab Madiun dan Polres Madiun.
Upaya meredam konflik tersebut dengan membentuk wadah yaitu Kampung Pesilat yang mewadahi seluruh perguruan pencak silat yang ada di Kabupaten Madiun. Seluruh anggota Kampung Pesilat dan Pemkab Madiun serta Polres Madiun berupaya utuk meredakan ketegangan-ketegangan yang melibatkan perguruan silat, termasuk diantaranya adalah ketegangan antara kubu PSHT dan PSHW.
Program-program untuk meredam konflik juga dijalankan, di ataranya, agenda pertemuan rutin setiap bulan,rapat koordinasi menjelang Bulan Suro; dan kegiatan-kegiatan festival dan pawai silat yang dikemas dalam Kampung Pesilat Indonesia.
Penulis: Hammam Izzuddin
Editor: Agung Purwandono
BACA JUGA Alasan Anak Muda Pendekar PSHT Tetap Cinta Perguruan Meski Rentetan Konflik Mendera
Cek berita dan artikel lainnya di Google News