Ujian Lisan Sejarah Nasional dan Sastra dari Dosen Pramoedya Ananta Toer untuk Mahasiswa Tingkat 1 dan 2. Yang Master dan Doktor Nggak Usah Jawab

Ujian Sejarah dan Sastra dari Dosen Pramoedya Ananta Toer MOJOK.CO

Ilustrasi Ujian Sejarah dan Sastra dari Dosen Pramoedya Ananta Toer. (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.COInilah ujian sejarah nasional Indonesia bikinan Pramoedya Ananta Toer buat mahasiswa tingkat 1 dan 2, bukan buat tingkat akhir. Apalagi S2 maupun S3.

Pramoedya Ananta Toer menjadi dosen sejarah? Sebagian besar pembaca esai ini barangkali sudah tahu. 

Betul, Pramoedya Ananta Toer adalah dosen sejarah jalur “penunjukan” dari petinggi Universitas Res Publica atau saat ini Universitas Trisakti. Kampus swasta ini didirikan Baperki atau Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia yang diketuai Siauw Giok Tjhan

Siapa Tjhan, pembaca Mojok bisa mendengarnya di kanal Jasmerah. Pram ditunjuk jadi dosen sejarah untuk mahasiswa tingkat I dan II.

Sebagian besar pembaca esai ini barangkali sudah tahu atau sudah membaca paripurna atau membaca sebagian atau membaca 1/3 dari diktat Pramoedya Ananta Toer sebagai dosen sejarah. Di perkuburan arsip maha luas yang pernah mau digusur Presiden Donald Trump, tetapi nggak jadi karena publik melawan, archive.org, diktat itu tersimpan. 

Diktat itu berisi ringkasan apa saja yang dipelajari mahasiswa kalau ingin mengetahui apa yang disebut “Sejarah Modern Indonesia“. Ringkasnya, ada 8 poin isi diktat itu: 

(1) birokrasi pemerintah; (2) agraria, (3) politik kolonial, (4) pers dan teknologi cetak, (5) politik pendidikan kolonial dan Islam, (6) militer, (7) Tionghoa dan Arab, (8) organisasi pergerakan nasional.

Metode mengajar dosen Pramoedya Ananta Toer

Sebagian besar pembaca esai ini barangkali sudah tahu Pramoedya Ananta Toer memberi tugas mahasiswanya mencatat, mengkronik, mengkliping di perpustakaan sebagai bagian dari metode mengajar. Perbanyak berinteraksi dengan sumber ketimbang mendengarkan ceramah dosen di kelas. 

Sebagian juga sudah tahu kliping-kliping dari tugas mahasiswa ini membantu Pramoedya Ananta Toer memahami Indonesia paruh akhir abad 19 dan paruh awal abad 20. Mahasiswa disebar Pram mengubah perpustakaan nasional (dulu di Museum Gajah/Museum Nasional) menjadi hamparan kelas yang jembar.

Ini kesaksian Onghokham, yang boleh jadi pembaca esai ini sudah pernah baca tetapi izinkan saya ingin kutipkan ulang dari Kronik Revolusi Indonesia (Jilid 3), hlm. Xiii-xiv, saat dia sedang meriset sejarah dan melihat mahasiswa-mahasiswa Pram ini sedang bekerja: 

“Kira-kira pada permulaan 1960-an, sebagai seorang yang cukup rajin mengunjungi perpustakaan Museum Pusat di Jalan Merdeka Barat No. 12, saya melihat beberapa mahasiswa dan mahasiswi sedang tekun mengumpulkan bahan-bahan dari koran-koran lama yang terbit pada sekitar permulaan abad ke-20. Ketika saya bertanya apa yang sedang mereka kerjakan, mereka menjawab bahwa dosen sejarah mereka di Universitas Res Publica (sekarang Trisakti), Pramoedya Ananta Toer, menyuruh mencatat peristiwa-peristiwa politik, sosial, dan kondisi rakyat ada zaman tersebut …. Dari catatan-catatan koran lama ini, Pramoedya menyusun kuliah-kuliahnya tentang zaman yang kita kenal dengan zaman “kebangkitan nasional”. Bahan kuliah Pramoedya tersebut pernah terbit dalam bentuk stensil, dan untungnya diberikan pada beberapa sarjana asing, antara lain Dr. Ruth McVey dan Harry J. Benda, sehingga tersimpan di beberapa perpustakaan Amerika Serikat seperti Yale University dan Cornel University. Saya sendiri sempat memakainya ketika menyusun disertasi di Universitas Yale”.

Baca halaman selanjutnya: Harap tenang, ada ujian Pak Pram.

Cara Pramoedya Ananta Toer menguji mahasiswanya

Tetapi, sebagian besar pembaca esai ini barangkali belum tahu bagaimana Pram menguji mahasiswa ajarnya itu. Apa saja soal-soal sejarah yang diujikan itu. Berapa jumlah soalnya. 

Untuk itulah esai ini perlu Anda baca di bulan Mei ini. Bulan-bulan kekerasan politik peralihan sebuah rezim yang menjadikan rasialisme sebagai bensin menghanguskan kota.

Pada Jumat, 9 Juni 1963, halaman III lembaran budaya Lentera (Bintang Timur) yang diasuh Pramoedya Ananta Toer, terpublikasi 2 artikel panjang. Artikel pertama berjudul, “Pers Indonesia Mendjelang Pendudukan Djepang Th. ’35“. 

Penulisnya, nah ini dia, Louw Po Nio, mahasiswa sejarah tingkat awal di Fakultas Sastra Universitas Baperki. Membaca 22 paragraf esai mahasiswa tingkat awal ini, bisa dipastikan, Nio “dipaksa” sang dosen bertungkus lumus dengan sumber primer sejak tingkat awal. Nio membaca dari dekat sekali koran Siang Po dan menuliskan hasil observasinya.

Yang menarik adalah keterangan pada kotak di artikel tersebut: “Sebagian naskah udjian tulisan dalam matakuliah Sedjarah Modern Indonesia. Sebuah studi tentang sedjarah modern, berdasarkan atas penjelidikan harian Siang Po Th. 1935“. 

Rupanya, esai yang dimuat Pramoedya Ananta Toer di Lentera yang diasuhnya itu adalah hasil ujian tulis dari mahasiswanya sendiri. Ujian tulis matkul sejarah dengan dosen Pramoedya modelnya adalah menulis esai. Ujian tertulisnya dilakukan bukan di kelas, tetapi di perpustakaan di antara tumpukan koran-koran lawasan yang tersedia di Perpustakaan Gajah. 

Esai yang dianggap lulus itu kemudian disunting Pramoedya Ananta Toer dan dipublikasikan. Di sini, Pram, ya dosen, ya, redaktur. Ada enaknya juga punya dosen model ginian.

Harap tenang, ada ujian

Ada ujian tulisan, ada ujian lisan. Untuk bisa melewati Pramoedya Ananta Toer, mahasiswa tingkat awal itu melewati 2 palang rintang itu. Ujian tulisan bikin esai panjang. Ujian lisan, ya, bersiap ditanya secara langsung dan dijawab secara langsung. Singkatnya, disidang.

Pram tidak sendirian bertindak sebagai eksaminator. Dia didampingi 2 orang, yaitu Bags Pandi sebagai asisten penguji dan Sie Ing Djiang bertindak mewakili kampus. Ujian dibagi dalam dua tema besar: (1) sejarah nasional dan (2) sejarah sastra.

Pada esai kali ini, saya hanya menyajikan 3 dari 5 pokok ujian lisan dari Pram untuk mahasiswa sejarah tingkat awal. Setiap pokok, terdiri dari 10 sampai 12 soal. Saya hanya mengetik 3 pokok saja, enggak kelima-limanya, supaya nggak sesak dada.

Semoga pembaca sekalian nggak nangis di pojokan membaca isi soal-soal ujian lisan ini. Ingat, ya, ini soal lisan. Tak ada waktu untuk bertanya kepada teman. Membuat contekan secara klandestin. Setiap kepala kosong dengan materi, langsung kasat mata di depan eksaminator bernama Pramoedya Ananta Toer. 

Saya ubah penulisan ejaannya supaya pembaca esai ini enggak kepayahan ganda mencernanya; sudah soalnya sulit, ejaannya pun tak akrab. Jadinya: double kill, kata anak-anak Mobile Legend.

SOAL UJIAN LISAN I Bikinan Pramoedya Ananta Toer

A. Sejarah Nasional

(1) Ceritakan sedikit tentang kegunaan senjata-api dalam perang perlawanan Aceh (1873-1904)

(2) Karena dalam peperangan-peperangan kolonial dan kedua belah pihak telah mempergunakan senjata-api, apakah sebabnya perlawanan-perlawanan terhadap penjajah toh masih juga dapat dipatahkan?

(3) Kapan kira-kira orang Indonesia untuk pertama kali mempergunakan senjata-api dalam peperangan-peperangannya?

(4) Ceritakan sedikit tentang politik ethik.

(5) Sebutkan beberapa tokohnya.

(6) Apa semboyan kaum ethisi.

B. Sejarah Sastra

(1) Kapan Lie Kim-hok lahir? Kapan meninggalnya? Apa jasanya?

(2) Apakah usahanya untuk menerbitkan apa yang waktu itu disebut (bahasa) Melayu Betawi? Apakah pengaruh dari usahanya ini? Apa sebabnya ejaan susunannya tidak diresmikan dan sebagai gantinya dipergunakan ejaan Ophuijsen?

(3) Apakah jasa Lie Kim-hok di bidang sastra modern Indonesia?

(4) Apakah yang disebut dengan masa-kerja?

(5) Apakah yang disebut bahasa-sekolah?

SOAL UJIAN LISAN II

A. Sejarah Nasional

(1) Di samping PI yang berarti Pemuda Indonesia, yaitu organisasi pemuda di bawah PNI pada tahun duapuluhan, ada 2 organisasi lain yang juga disingkat PI. Apakah itu? Pada tanggal 1 Juli 1941, Perhimpunan Indonesia di Nederland yang diduduki oleh Jerman. Sebelum itu apakah isi pernyataan bersamanya dengan Chung Hua Hui cabang Nederland? 

(2) Apakah kira2 isi surat yang menyebabkan M.H. Thamrin dikenakan tahanan rumah oleh pemerintah kolonial? Apa sebabnya hanya tahanan rumah? Siapa penggantinya di dalam Volksraad?

(3) Pada tanggal 24 Februari 1940, Sukardjo Wirjopranoto mengadakan interpelasi yang menyangsikan bahwa Hindia Belanda bukanlah sebuah negara polisi atau politie staat. Apakah sebabnya?

(4) Ceritakan sedikit tentang Liem Koen Hian.

(5) Apa sebabnya Kongres Parindra ke-3 di Surabaya tahun 1941 menolak milisi bagi pribumi dan apa hubungan keputusan-keputusan ini dengan tuntutan Gapi (Gabungan Politik Indonesia)?

(6) Apakah timbulnya nasionalisme menurut Pluvjer?

B. Sejarah Sastra

(1) Coba terangkan sedikit tentang riwayat Tan Boen Kim. Tahun berapa karyanya, Nona Kim Lian, terbit?

(2) Nona Kim Lian adalah buku kedua dalam periode sastra asimilatif yang dengan sadar menokohkan wartawan dan perjuangannya. Buku apakah yang lain itu, karangan siapa, apa judulnya, terbit tahun berapa?

(3) Apa sebabnya Tan Boen Kim lebih suka bercerita tentang perjuangan wartawan Tiongkok? Apa alasannya? Apa maksudnya dengan romannya yang setebal 402 halaman itu?

(4) Apakah arti “teori kekosongan” dalam sejarah sastra modern Indonesia?

(5) Apakah sebabnya dalam periode sastra asimilatif orang lebih suka menulis dalam bahasa-kerja, bukan dalam bahasa Melayu-sekolah?

SOAL UJIAN LISAN III Bikinan Pramoedya Ananta Toer

A. Sejarah Nasional

(1) Ada 2 macam aliran dalam pergerakan kemerdekaan sebelum Revolusi. Apa saja itu? Apa ciri-cirinya?

(2) Pada tahun 1938, Ki Hadjar Dewantara mengadakan pembicaraan dengan Gubernur Jenderal. Apa yang dibicarakan? Akibatnya? Apa saja sikap Taman Siswa terhadap penjajah waktu itu?

(3) Apakah Perhimpunan Indonesia itu? Tahun berapa berdiri? Apa sikapnya terhadap peristiwa Tiongkok-Jepang? Dan siapa saja yang menyampaikan pernyataan itu atas nama Perhimpunan Indonesia?

(4) Tahun berapa Kartini lahir? Tahun berapa wafat?

(5) Apa artinya peristiwa-sejarah dan beri sebuah contoh?

(6) Bagaimana konsep pendidikan Kartini?

B. Sejarah Sastra

(1) Ceritakan sedikit tentang riwayat Gouw Peng Liang.

(2) Nona Clara Wildenau (1911) karya Gouw Peng Liang, 283 halaman, adalah sebuah roman psikologi yang menceritakan apa yang diperbuat seseorang berdasarkan pergolakan-pergolakan dalam jiwanya. Ceritakan tindakan-tindakan Nyonya Muller dan apa sebabnya ia berbuat demikian?

(3) Siapa dalam karya tersebut menganjurkan rodi dan tampaknya siapa yang menentangnya?

(4) Apa artinya anglofil? Apakah sebabnya Abdullah Munsyi disebut anglofil? 

(5) Bagaimana sikap Abdullah Munsyi terhadap imperialisme Belanda?

(6) Antara imperialisme Belanda dan Inggris, manakah yang dipilih Abdullah? Dalam penjajahan Inggris dilahirkan dua karya penting, yaitu Hikayat Abdullah dan Hikayat Nachoda Muda. Karangan siapa yang terakhir ini, tentang apa, dan tahun kapan?

Pramoedya Ananta Toer guru sejarah

Pembaca, itu tadi adalah soal ujian lisan perihal “hal-hal umum dalam sejarah (sastra) Indonesia” buat mahasiswa tingkat 1 dan 2. Ini bukan ujian buat mahasiswa semester akhir. Apalagi, S2 maupun S3. Sekali lagi, ini mahasiswa sejarah S1, itu saja di level paling awal, level I dan II.

Tujuan Pramoedya Ananta Toer menyusun soal ujian lisan ini sedemikian rupa agar mahasiswa didikannya diharapkan memiliki wawasan sejarah. Jika wawasan sejarah diraih, bisa terjelma apa yang disebut kesadaran sejarah. 

Jika kesadaran sejarah terbit, muncul laku sejarah. Sampai di sini, kemudian berlaku adagium. Sebagaimana dikatakan Pramoedya Ananta Toer dalam diktatnya untuk mahasiswa sastra tingkat awal yang disebut sejarawan Onghokham, “Saya sendiri sempat memakainya ketika menyusun disertasi di Universitas Yale”: “Sejarah adalah guru”.

Sejarah tak pernah menjadi guru jika tak pernah ada dalam wawasan sejarah kita. Karena tak ada dalam wawasan sejarah mustahil terbit menjadi kesadaran sejarah dan tak bakal membumi dalam laku sejarah.

Misal, kita selalu berhadapan dengan kerusuhan besar yang mengerikan berbasis rasialisme, anti-Tionghoa, dan sebagainya, dan seterusnya. Karena bangsa Tionghoa memang tak ada dalam akal budi kita sebagai bangsa yang turut memberi pelita budi, selain cuan, cuan, cuan. 

Yang dikonsumsi publik dari sejarah Tionghoa adalah stereotip sosial ciptaan rezim militer pedagang bersama seluruh elemen milisi binaannya. Istilah “militer pedagang” adalah istilah Hatta untuk mendefinisikan pemerintahan Hindia bentukan VOC ini. 

Pokok soal seperti yang terbaca dalam ujian lisan yang disusun Pramoedya Ananta Toer absen dalam kurikulum sejarah awal pembentukan bangsa. Tionghoa itu enggak dianggap sama sekali. Demikian juga dengan bangsa Arab. Ketiadaan wawasan sejarah atasnya, mudah sekali diamplifikasi menjadi bara yang membakar peradaban. Berkali-kali begitu. Itu.

Penulis: Muhidin M. Dahlan

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Pramoedya Ananta Toer dan Soeharto dan catatan menarik lainnya do rubrik ESAI.

Exit mobile version