Tips Step Motor dari Pengalaman Goblok Saya Dorong Motor Mogok Sepanjang Solo-Jogja

MOJOK.COSetelah penemuan Playstation, teknik dorong step motor merupakan hal revolusioner selanjutnya yang pernah ditemukan manusia.

Beruntunglah jika kamu seorang lelaki yang pernah melakukan dorong step motor mogok. Bukan apa-apa, itu artinya walaupun situ ndak gondrong, ndak ngerokok, ndak cuit-cuit saat ada yang bening-bening lewat, situ tetap seorang lelaki yang “tuwaek”.

Kayak saya ini lho, lelaki yang ternyata ada taek-taeknya juga jebule. Dikit.

Ya apalagi kalau bukan karena saya pernah dorong step motor yang mogok dari Solo menuju tempat tinggal saya di Jogja. Itu jaraknya kira-kira 60-an kilometer lah. Wangun kan? Ha iyo wangun… wangun gobloke.

Saya sih bisa aja nyari bengkel dulu atau nyari sewaan mobil bak terbuka ketimbang nekat dorong step motor saya yang mogok sepanjang jarak Solo-Jogja. Tapi kondisi finansial saya saat itu memang tak memungkinkan untuk mikir safety. Boro-boro safety, sandang-pangan-papan aja saya dalam kondisi siaga satu.

Itulah kenapa pikiran saya saat itu simpel saja. Kalau saya cari bengkel dulu saya tidak tahu kapan motor CB 125 saya itu beres bisa jalan lagi. Lah iya kalau sebentar benerinnya, haaa kalau sampai satu periode presiden gimana?

Lagian, kalau saya sembarangan pilih bengkel, bisa-bisa saya kena getok harga. Terutama motor CB 125 saya ini termasuk motor tua, eh klasik ding. Artinya, ndak semua bengkel familiar, atau setidaknya ndak semua bengkel punya onderdil motor setua bangka ini.

Terus kalau sewa mobil bak terbuka gimana? Yungalah, apalagi itu. Saya yang kala itu ekonominya masih mahasiswa darurat bencana gitu mana mungkin bisa sewa mobil yang harganya sewanya bisa buat pacaran tiga kali.

Dengan kondisi mengenaskan begitu, opsi berikutnya yang saya pilih ya menelepon temen di Jogja minta tolong. Seorang kawan, sebut saja namanya Yoga, sudah biasa dalam urusan step menyetep motor mogok. Expert lah.

Pengalamannya cukup bergaransi soal ini. Ha gimana? Dia ini tergabung dalam sebuah paguyupan klub motor tua di Jogja: JPC atau Jogja Pitung Club. Motor langganan dorong step motor setelah Vespa.

Kalau saya lelaki yang akrab dengan pengalaman taek karena pernah dorong step motor mogok dari Solo ke Jogja, Yoga ini lebih tuwaaek lagi.

Ini bocah pernah pernah dorong step motor Honda S90 dari Brebes ke Jogja (iya, Brebes yang telor asin itu) setelah gigi motornya tidak bisa dipindah karena dipengaruhi part holder pawl dengan tiga buah bola-bola pelornya aus sehingga tidak bisa menekan kopling secara maksimal… &*#)*&^@

…ah, pusing jelasinnya. Ya intinya mogok! Gitu aja.

Setelah menunggu beberapa jam, Yoga datang mendatangi saya di Solo. Kami pun langsung mulai adegan step menyetep motor. Karena saya yang minta tolong, otomatis saya yang berada di posisi penyetep. Alias posisi yang dorong.

Awalnya saya julurkan tangan ke punggung Yoga. Baru beberapa meter jalan, bukannya roda motor yang mutar, tapi malah mulut Yoga yang nyamber keluar.

“Pekok kamu, Rus. Bukan gitu caranya! Dorong motor mogok itu kamu harus pakai kaki, karena kaki jauh lebih kuat dari tangan. Soalnya gini lho, Rus, secara fisika bla-bla-bla….”

“Cok, jancok. Malah teori. Wes gek ndang.

Sembari mulut Yoga masih nyerocos, kaki langsung saya angkat buat mendorong punggungnya. Sekali lagi dia berteriak

“Goblok pekok kamu, Rus! Motornya woy yang didorong!”

Saya tertawa.

Sebelum memulai adegan step menyetep motor, Yoga lantas khotbah soal bagaimana melakukan step motor yang baik dan benar.

Pertama kita harus dalam kondisi baik, tidak sakit dan sedang tidak dalam keadaan baru putus cinta. Karena kurang bijak curhat di atas sepeda motor apalagi yang sedang mogok kayak begini. Bukannya roda motor yang jalan, tapi malah kenangan. Paan sih basi, Cok.

Kedua, doronglah motor menggunakan kaki. Jangan pakai tangan, apalagi pakai biji. Karena mendorong menggunakan tangan menjadikan keseimbangan si penyetep motor terganggu, sedangkan kalau pakai biji bisa menjadikan kewarasan orang di pinggir jalan terguncang.

Ketiga bagian paling aman untuk di step motor itu ya di foot step. Jangan, plis jangan. Jangan sekali-kali mendorong di bagian knalpot, di bagian ruji, atau di bagian tubuh si pengendara.

Ya kecuali si pengendara yang didorong ini punya utang nggak dibayar-bayar ding. Ha kalau itu jangankan di punggung, di kepalanya aja boleh kalau begitu.

Keempat usahakan posisi penyetep (yang dorong) berada di sebelah kanan. Biar bisa maju atau mundur ketika ada kendaraan lain dari depan. Tapi sebenarnya pakai kiri sih bisa juga.

Dengan pertimbangan kalau di posisi kiri, kaki yang digunakan buat dorong step motor itu kaki kanan. Dan kaki kanan manusia itu rata-rata lebih kuat ketimbang kaki kiri (kecuali kidal).

Kelima usahakan kendaraan penyetep menggunakan motor matic, karena kalau pakai mobil kakimu ndak bisa keluar.

Keenam sudah cukup kayaknya dan sudah saatnya kami lanjutkan perjalanan.

Saya tidak tahu apakah teori-teori itu tadi cukup bermanfaat. Soalnya, ndak ada juga aturan dari kepolisian manapun di dunia ini yang mengatur urusan step menyetep motor kayak gini. Lagian, buat apa pula ada aturan yang hanya dilakukan oleh rata-rata orang berekonomi pandemi kayak saya ini.

Intinya kalau ndak darurat-darurat banget, step motor ini sebenarnya perilaku berbahaya, apalagi ketika dilakukan dengan alasan gegayaan atau tren-trenan biar terlihat lelaki yang taek.

Kayak yang pernah saya lihat di internet belakangan ini. Tiba-tiba banyak foto orang menyetep mobil. Wasyuuu. Goblok kok unlimited. Woy, mobil itu kan beda dengan motor, karena dalam mekanisme pengeremannya, mobil itu perlu hidup mesinnya.

Soalnya, dalam keadaan mati serfo dan ABS ndak akan berfungsi padahal kedua komponen itu sangat berperan besar dalam pengereman. Lagian, istilah step motor itu kan muncul memang khusus untuk motor yang punya part bernama foot step atau pijakan kaki. Nah, part itu yang didorong. Bukan kok dorong bamper mobil.

Balik lagi ke cerita tolol saya yang step motor dari Solo ke Jogja. Begitu kami sampai Jogja, beberapa minggu kemudian saya dengar teman saya itu, Yoga, marah betulan sama saya. Alasan marahnya sih cukup fundamental. Yakni motor yang kami dorong berdarah-darah itu akhirnya saya jual.

Menimbulkan satu kalimat ujaran penuh hikmah dari Yoga, “Kalau dibawa ke Jogja cuma buat dijual terus ngapain susah-susah step motor sejauh itu, Coook, Jancoook?”

Hehe. Ya mangap.

BACA JUGA Sebagai Milenial, Punya Mobil Toyota Agya Sudah Cukup untuk Merasa Sombong dan tulisan Rusli Hariyanto lainnya.

Exit mobile version