MOJOK.CO – Kalau Tapera diibaratkan manusia, saya nggak mau temenan. Ia sok asyik di tongkrongan. Sebab yang seperti ini, biasanya bikin repot.
Halo, Bapak/Ibu Dewan yang terhormat. Perkenalkan, saya seorang pekerja ibu kota. Melalui tulisan ini, saya ingin curhat banyak sekali tentang masalah sekaligus dinamika yang terjadi di dunia kerja belakangan ini. Iya, rasanya mumet, ruwet, dan kusut sekali menghadapi persoalan yang ada. Selepas pemilu kemarin, rasanya, kok, masalah nggak uwis-uwis, Pak/Bu. Salah satunya Tapera yang sok asyik itu.
Saya akan coba mulai dari yang paling sederhana. Mengenai Gen Z yang, lagi dan lagi kena olok. Seakan mereka nggak becus dan nggak berhak melalui pahit-manisnya dunia kerja. Padahal, mereka juga sedang menjalani proses.
Sebagaimana Gen X, Gen Y, yang pada masanya head to head dengan kerasnya dunia kerja. Bedanya, dulu belum ada media sosial saja. Sehingga, curhatan dilakukan secara offline. Bukan melalui akun base sambil meminta saran sana-sini.
Belum lagi masalah pengangguran yang kini, didominasi oleh para Gen Z. Malang betul nasib Gen Z ini. Diberi solusi berupa lapangan pekerjaan tidak, jadi bahan gunjingan tiada akhir, iya.
Jangan lupakan juga soal diskriminasi di dunia kerja yang banyak macamnya, Pak/Bu. Mulai dari usia, agama, gender, dan lain sebagainya. Juga, soal upah yang belum layak dan masih banyak lagi. Sebagai pekerja di bagian HRD, jujur saja, rasanya mulai mumet, Pak/Bu. Pengin rasanya bantu agar bisa meringankan tugas Bapak/Ibu dewan sekalian sebagai regulator, tapi, terpentok regulasi dan kepatuhan bekerja. Ya, layaknya pekerja pada umumnya: wewenang saya terbatas.
Tapera yang bahagia di atas penderitaan pekerja
Itu masih curhatan yang ringan, Pak/Bu. Kita lanjut ke yang lebih FYP friendly, ya. Soal Tapera. Iya, Tabungan Perumahan Rakyat itu. Yang berlandaskan semangat gotong royong, untuk membantu kaum pekerja memiliki rumah. Iya, yang potongannya 3% itu. 2,5% dari pekerja dan 0,5% dari pemberi kerja.
Sejak awal mengetahui wacana Tapera ini akan menjadi nyata dan diberlakukan bagi pekerja swasta yang upahnya minimal menyentuh UMR, pertanyaan saya dan rekan kerja lainnya sama. Urgensinya apa, ya, Pak/Bu?
Kenapa, ada apa, dan untuk siapa Tapera? Kan, tidak semua pekerja target jangka panjang maupun pendeknya langsung punya rumah. Kebutuhan, desakan, dan prioritas para pekerja kan, berbeda-beda, Pak/Bu. Coba, deh, ngobrol banyak dengan kelas pekerja. Niscaya, apa yang saya utarakan, benar adanya.
Pasalnya, saat ini saja kami, para pekerja, sudah menerima cukup banyak potongan dan diperuntukan untuk program pemerintah. BPJS, JHT, dan lain sebagainya. Dan tidak lama lagi, Tapera. Meski di pemberitaan, banyak sekali yang menentang. Bukan hanya dari kalangan pekerja, tapi juga pengusaha.
Baca halaman selanjutnya: Kebijakan sok asyik yang bikin muntah.