Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Standar Kenyamanan Hidup Itu Nonton Mamah Dedeh

Muhammad Zaid Sudi oleh Muhammad Zaid Sudi
13 November 2017
A A
mamah-dedeh-mojok

mamah-dedeh-mojok

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

[MOJOK.CO] “Mamah Dedeh selalu menjawab cepat, tampak tak kesulitan dengan pertanyaan jamaahnya. Tapi, apakah jawabannya menyelesaikan permasalahan?”

“Kalian ini hidupnya terlalu nyaman,” kata dosen saya suatu hari. Saat itu sebagian besar dari kami masih bingung mencari tema untuk menulis tugas akhir. Semua tema sepertinya sudah habis dibahas oleh kakak-kakak angkatan. Maka, ketika kami ditanya rencana judul, sebagian besar dari kami hanya bisa garuk-garuk kepala.

Lalu muncullah tuduhan bahwa hidup kami terlalu nyaman. “Hidup kalian kan hanya di situ-situ saja: kuliah, ke perpustakaan, pulang, makan, main hape, ngapel, tidur, bangun tidur nonton Mamah Dedeh, kuliah lagi….” Kami terpingkal-pingkal mendengarnya meski beberapa di antaranya memang agak tepat.

Tapi, saya kemudian menyadari bahwa ada sesuatu yang janggal dalam pernyataan dosen saya, soal Mamah Dedeh. Mengapa nonton acara Mamah Dedeh bisa menjadi standar kenyamanan? Mengapa pula ia disebut sebagai faktor yang menghambat proses penulisan tugas akhir kami?

Barangkali perlu sedikit saya perjelas. Saya kuliah di Jurusan Tafsir Hadis di Fakultas Ushuluddin, sebuah jurusan yang tidak begitu jelas alamat kerjanya. Saat KKN, anak ushuluddin biasanya kebagian urusan doa. Saking kaburnya, dalam sebuah wawancara kerja saya pernah ditanya mengapa tidak melamar kerja ke pegadaian. “Kan di sana ada tugas tafsir harga,” jelas si pewawancara setelah melihat saya terbengong-bengong. Pah poh.

Penasaran soal Mamah Dedeh, akhirnya untuk beberapa hari saya berjuang untuk bisa bangun pagi agar bisa menyimak acaranya di salah satu stasiun televisi. Perempuan kelahiran 1951 itu terlihat anggun di kursinya. Dia duduk tengah, didampingi Aa Abdel sebagai moderator. Para jamaah yang berseragam duduk rapi di sekeliling panggung. Mereka umumnya berasal dari kelompok-kelompok majelis taklim. Mamah Dedeh lalu berbicara tentang sebuah topik. Suaranya lantang dan sesekali diselingi humor dan tawa yang tak bisa saya lupakan. Sebagian besar jamaah menyimak tausiah dengan khidmat, beberapa tampak mengantuk.

Sampai beberapa hari saya belum bisa menemukan kaitan yang menghubungkan pernyataan dosen saya soal kenyamanan hidup dan Mamah Dedeh. Mungkin beliau hanya berkelakar. Pola acaranya sama belaka. Ceramah beberapa saat, musik, iklan, kemudian disambung dengan sesi tanya jawab (dalam acara tersebut diistilahkan “curhat”. Untuk curhat, seseorang terlebih dahulu harus mengucapkan kata sandi, “Curhat dong, Mah…” diikuti gerak tangan serempak para jamaah) tentang soal-soal elementer dalam kehidupan sehari-hari.

Lalu, seperti pagi-pagi sebelumnya, seorang jamaah berdiri. Ia curhat tentang cara salah seorang tetangganya yang menjadi gay. Ia ingin Mamah memberi solusi.

Mendengar pertanyaaan itu Mamah Dedeh seperti tersengat. Ia langsung bangkit dari tempat duduknya dan dengan tangkas menyambarnya bahkan sebelum penanya sempat menyelesaikan kalimat terakhirnya.

“Itu setan.” Suaranya terdengar tegas. Ia menjelaskan perilaku gay adalah pengaruh setan. “Ia harus bertobat, memperbanyak istigfar, menyingkir dari komunitasnya… bla… bla….” Mamah lalu menyitir sebuah ayat. Selesai.

Saya melongo. Jangan-jangan inilah yang dimaksud oleh si dosen soal kenyamanan, pikir saya. Mamah Dedeh hampir selalu bisa menjawab pertanyaan apa pun yang diajukan dalam acara dengan mudah. Ia menjawab dengan cepat. Tak terdengar tinjauan mendalam. Ia tak perlu repot-repot menggali sumber masalah atau menelusuri variabel-varibel lain yang mungkin berkaitan. Semua beres dengan satu dua dalil.

Apakah jawabannya benar-benar membereskan masalah? Saya tidak tahu. Tapi, model jawaban ala Mamah kadang justru menimbulkan masalah. Seperti ketika Mamah Dedeh menjawab tentang kerumitan yang dialami seorang dokter hewan yang kadang harus mengoperasi anjing. Dalam fikih Islam, anjing bisa menjadi sebab najis mugaladhah. Untuk membersihkannya seseorang tidak cukup hanya dengan membasuh dengan air, tapi harus disertai debu pada salah satu basuhannya.

Mamah Dedeh kemudian mengusulkan agar orang Islam tidak perlu menjadi dokter hewan. Jawaban ini mendapatkan banyak protes.

Model semacam itu tidak hanya berlaku di acara Mamah Dedeh. Sebagian besar acara pengajian yang diselenggarakan oleh televisi menunjukkan pola yang sama. Seorang ustadz dengan gaya yang teatrikal, panggung yang menarik, memberikan tausiah. Beberapa saat kemudian pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya seharusnya bisa ditemukan di buku-buku, muncul di televisi.

Iklan

Sebagaimana program acara televisi, pengajian keagamaan di televisi memang tidak bisa dilepaskan dari motif hiburan. Televisi punya kredo yang berbeda soal agama. Barangkali karena itulah dosen saya menyebut pola-pola sajian ala Mamah Dedeh sebagai bentuk kenyamanan yang justru dapat membuat seorang mahasiswa kesulitan merumuskan masalah untuk tugas akhirnya.

Tentu saja dosen saya bisa keliru. Tapi, kalau ia benar, saya jadi kepikiran temannya Tere Liye. Temannya bisa menyelesaikan skripsi dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, pastilah ia tidak pernah nonton acara Mama Dedeh.

Terakhir diperbarui pada 13 November 2017 oleh

Tags: Agamaceramahhadismamah dedehskripsiSurgaTelevisi
Muhammad Zaid Sudi

Muhammad Zaid Sudi

Kadang penulis, kadang penerjemah, kadang guru ngaji. Tinggal di Jogja.

Artikel Terkait

Katolik Susah Jodoh Tolong Jangan Login dan Ambil Jatah Kami MOJOK.CO
Esai

Cari Pasangan Sesama Katolik itu Susah, Tolong Jangan Login dan Ambil Jatah Kami

13 November 2025
Penyesalan ikuti kata kating/senior kampus yang aktif organisasi mahasiswa. Ngopa-ngopi dan diskusi, lulus tak punya skill MOJOK.CO
Kampus

Muak sama Kating Kampus yang Suka Ajak Ngopa-ngopi, Cuma Bisa Omong Besar tapi Skill Kosong!

24 September 2025
intoleransi, ormas.MOJOK.CO
Ragam

Pemda dan Ormas Agama, “Dalang” di Balik Maraknya Intoleransi di Indonesia

19 September 2025
Kuliah PTN demi kejar sarjana tanpa biaya orangtua. DO menjelang skripsi karena gagal bayar UKT MOJOK.CO
Kampus

Mati-matian Kuliah PTN Sambil Kerja hingga Makan Lauk Cabai, Malah Di-DO Pas Tinggal Skripsi Gara-gara UKT

28 Agustus 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

waspada cuaca ekstrem cara menghadapi cuaca ekstrem bencana iklim indonesia banjir longsor BMKG mojok.co

Alam Rusak Ulah Pemerintah, Masyarakat yang Diberi Beban Melindunginya

1 Desember 2025
Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

Udin Amstrong: Menertawakan Hidup dengan Cara Paling Jujur

2 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra

4 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
S3 di Bandung, Istri PNS Makassar- Derita Jungkir Balik Rumah Tangga MOJOK.CO

Jungkir Balik Kehidupan: Bapak S3 di Bandung, Istri PNS di Makassar, Sambil Merawat Bayi 18 Bulan Memaksa Kami Hidup dalam Mode Bertahan, Bukan Berkembang

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.