MOJOK.CO – Riposa in pace, Don Silvio Berlusconi. Kenangan akan namamu dan AC Milan adalah tentang kemegahan nama besar dan seksinya skandal sepak bola.
Angka tiga sangat identik dengan AC Milan. Terutama Milan-nya Silvio Berlusconi. Tiga yang pertama datang pada akhir dekade 1980-an.
Pertama, momen ketika Silvio Berlusconi datang dengan proposal penyelamatan aset negara Italia yang nyaris bangkrut kala itu: AC Milan. Klub yang sedang kere-kerenya itu diselamatkan dengan cara yang ekstrem pada periode 1986-1988.
Kedua, membajak Ruud Gullit dari PSV dengan menawari gaji tiga kali lipat lebih tinggi dari klub sebelumnya. Hal yang saat ini lumrah dilakukan klub kaya raya Manchester City atau Paris Saint Germain (PSG), tapi tidak kala itu. Praktik edan tersebut belum ada istilahnya. Pokoknya menjadi hal baru pada periode itu.
Media-media menyebut praktik semi-ilegal itu dengan sebutan Berlusconismo atau kurang lebih maksudnya adalah membajak pemain yang masih memiliki kontrak dengan klub lain. Dalam kasus ini, Phillips, atau perusahaan induk PSV yang dilobi oleh kubu Berlusconi. Dan berhasil. Inilah yang ketiga.
Trio Belanda, dinamo dominasi AC Milan
Gullit datang, sebentar kemudian Marco van Basten menyusul. Satu tahun kemudian, giliran Frank Rijkaard.
“Tiga” inilah yang lantas membuat AC Milan memporak-porandakan Italia dan Eropa. Mereka memperkenalkan wajah baru sepak bola Italia yang dulu kelewat pemalu dengan Catenaccio-nya. Milan-nya Berlusconi bersolek dengan megah dan atraktif.
Arrigo Sacchi, arsitek AC Milan terbaik sepanjang masa, bersaksi bagaimana keras kepalanya Berlusconi terhadap sepak bola dan kemegahan.
“Hal yang penting baginya selalu sama. Dia tak hanya ingin menang. Dia ingin menunjukkan kepada orang bahwa Anda bisa menang dengan bermain bagus—Anda bisa main bagus untuk menang.”
3 di puncak gunung sepak bola
Lahir dari kultur Italia, perilaku Berlusconi ini lumayan anomali. Sedari awal membeli AC Milan, Berlusconi sudah punya fetish terhadap sepak bola agresif dan menyerang. Arrigo Sacchi yang sudah dikenal dengan permainan pressing gila-gilaannya ketika di Parma, ditarik sekuat tenaga untuk mengarsiteki AC Milan oleh Berlusconi.
Hasilnya, Milan menjadi klub yang mengubah wajah sepak bola Italia. Dan Sir Alex Ferguson yang bilang begitu. “Sacchi mengubah mentalitas sepak bola Italia,” kata aki-aki yang hampir seumuran dengan Megawati itu.
Tiga tahun setelah Berlusconi membeli AC Milan, “tiga” selanjutnya muncul dalam penganugerahan Ballon d’Or 1988.
Untuk kali pertama dalam sejarah. tiga rekan dari satu tim berada di urutan tiga pemain terbaik: van Basten-Gullit-Rijkaard. Kemegahan yang baru bisa disamai 22 tahun kemudian oleh Messi-Xavi-Iniesta-nya Barcelona.
Dinasti Maldini di AC Milan
Angka “3” selanjutnya datang dari nomor punggung seorang pemain: Paolo Maldini. Sang legenda membuat Thierry Henry, Jamie Carragher, dan Micah Richards seperti fangirl yang mendadak ingin khusnul khatimah di studio ketika disapa Maldini di saluran CBS Sport Golazo.
“Dia tahu namaku? Dia menonton acara kita? Dia mencintai acara kita?”
Henry yang elegan, Carragher yang keras, dan Richard yang pelawak itu henti-hentinya mengagumi diri sendiri karena merasa dikenal oleh seorang Paolo Maldini. Sosok inilah yang menjadi salah satu pondasi dinasti AC Milan Berlusconi. Tak berlebihan kemudian, nomor punggung “3” ini menjadi begitu sakral bagi milanisti di seluruh belahan dunia.
Kemampuan Berlusconi berhubungan baik dengan keluarga Maldini, baik melalui Cesare maupun Paolo, menjadikan klub ini semakin dicintai. Sebelum musim dinasti politik di Indonesia, Berlusconi sudah memperkenalkan sistem dinasti ini melalui sepak bola Italia. Dan—tentu saja—hasilnya sukses besar.
Bersama Maldini pula (plus arsitek Fabio Capello), AC Milan Berlusconi dibawanya tak terkalahkan selama 58 laga di Serie A. Rekor yang hanya bisa “didekati” oleh Arsenal 2002-2003.
Plus jangan lupa, Milan ini adalah AC Milan yang membantai Barcelona-nya Johan Cruyff dan Romario di final Liga Champions 1994.
3 yang menjadi petaka AC Milan
Dan untuk “3” terakhir, adalah tiga kejadian tidak mengenakkan yang terjadi secara berurutan. Kejadian yang bisa saja menjadi akhir dari detik-detik kemegahan AC Milan.
Pertama, Zlatan Ibrahimovic pensiun. Pemain yang membawa mentalitas seekor singa ini memilih mengakhiri kariernya di San Siro. Pemain-pemain bermental liliput seperti Rafael Leao, Tomori, Kalulu, berhasil dipoles Zlatan menjadi singa-singa muda. Meskipun kadang masih sembrono, tapi setidaknya jadi lebih berani punya inisiatif.
Poinnya, sejak kedatangan Zlatan, pemain-pemain AC Milan makin lebih berani daripada sebelumnya. Pemain imigran Balkan yang urakan ini, ternyata punya manfaat besar. Tidak melalui otot kakinya yang sudah mulai mengerut itu, tapi melalui otot-otot di lidahnya dan muncratan-muncratan motivasi menggelegarnya di ruang ganti.
Pasca-Zlatan mengumumkan pensiun dengan penuh air mata, Paolo Maldini yang jadi pondasi cinta banyak milanisti. Namun, secara tiba-tiba, dia dipecat oleh pemilik yang bahkan baru tahu kalau klub yang dibelinya sudah juara Liga Champions tujuh kali (tolol kau, Gerry Cardinale!).
Kedua, pemecatan Paolo Maldini yang menggerus rasa kepercayaan milanisti sedunia terhadap AC Milan. Cardinale membuat pemilik seperti Berlusconi menjadi terkesan begitu istimewa. Kegoblokan-kegoblokan Cardinale ini, semakin membuat milanisti merindukan sosok Berlusconi.
Sosok yang tidak hanya menggelontorkan AC Milan dengan duit, gelar, dan filosofi bermain yang atraktif, tapi juga memberikan kecintaan buta tanpa henti. Sosok pemilik yang dari dulu sampai sekarang juga merupakan seorang milanisti.
3 terakhir: selamat jalan, Don Silvio
Sayangnya, milanisti mungkin jauh akan lebih bersedih lagi ketika harus menerima kenyataan bahwa sudah tidak ada lagi Berlusconi di dunia ini. Dan tidak ada lagi Berlusconi kedua, apalagi Berlusconi ketiga di universe ini.
Sosok yang mungkin akan berkata ke kami semua melalui pantat karoseri truk di pinggiran Kecamatan Milan, sambil terkekeh sinis: “Piye kabare, Milanisti? Iseh penak jamanku to?”
Penulis: Ahmad Khadafi
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA AC Milan Adalah Puisi Paling Sedih di Sejarah Serie A dan kisah mengharukan lainnya di rubrik ESAI.