Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Selamat Hari (Merenung) Perempuan Sedunia!

Bella Iskhra oleh Bella Iskhra
9 Maret 2016
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Menurut data yang saya peroleh dari situsweb VOA Indonesia pada Hari Perempuan Internasional, ada sekitar 62 juta anak perempuan tidak memperoleh hak pendidikan, 500 juta perempuan dewasa tidak dapat membaca, dan 155 negara yang mendiskriminasikan perempuan. Dalam hal ini, saya suudzon bahwa Indonesia adalah termasuk di antara ke 155 negara tersebut.

Kepada para perempuan, mari kita merayakan Hari Perempuan Internasional ini dengan merenung, mengheningkan cipta atas semua jasa para perempuan pendahulu kita, terutama para ibu yang telah mendahului kita menjadi ibu-ibu.

Ngomong-ngomong soal ibu, saya jadi teringat obrolan saya dengan ibu saya beberapa waktu yang lalu yang menyangkut soal laki-laki. Saya tidak dapat menceritakan mengenai siapa dan bagaimana laki-laki yang menjadi korban obrolan kami waktu itu, nantinya tulisan ini malah jadi gosip. Yang jelas, saya sempat bilang begini ke ibu saya:

“Bu, menurutku yang bisa memahami dan mengerti perempuan itu ya cuma sesama perempuan. Gimana kita mau berharap laki-laki bisa ngerti kesulitan dan beratnya tanggung jawab kita kalau mereka saja tidak dididik sama seperti kita?”

Ibu terdiam. Saya melanjutkan bicara.

“Dulu, sejak aku masih kecil, aku sudah diajari bangun pagi, jam 5 subuh aku sudah dibangunkan untuk membantu ibu di dapur. Sedangkan waktu itu abang dibiarkan tidur sampai dia terbangun sendiri ketika sarapan sudah siap dan rumah sudah selesai dibersihkan.”

“Jika suatu saat nanti abang memiliki seorang istri dan dia mengeluh karena selalu bangun pagi, sedangkan abang masih tidur nyenyak seolah tidak mau tahu kesibukan istrinya, siapa yang salah?”

Ketika mengatakan hal tersebut, tentu saya tidak bermaksud menyalahkan siapa-siapa, apalagi menyalahkan ibu.

Sampai sekarang saya memang tetap meyakini bahwa hanya perempuanlah yang dapat memahami perempuan, sebab selama ini laki-laki memang tidak dididik dengan segala tugas dan tanggung jawab selayaknya perempuan.

Tapi, tolong dipahami ya, saya bukan menyarankan bahwa tiap perempuan harus mencari pasangan sesama jenis untuk bisa dimengerti. Itu sih urusan masing-masing yang juga tak relevan dengan opini saya.

Misalnya begini, apa hal paling dasar yang diajarkan kepada perempuan kebanyakan di Indonesia? Kalau dalam kehidupan saya pribadi, alurnya begini: memasak nasi, berlanjut ke memasak sayur, membuat kue, mencuci pakaian, merapikan dan membersihkan rumah. Begitulah garis besar pendidikan di rumah yang saya terima sejak kanak.

Nah, ketika sudah besar, tubuh saya lantas merespon untuk segera tanggap bahwa semua itu adalah tugas saya sebagai perempuan. Lalu, karena respon bawah sadar yang sudah terbentuk/terlatih seperti itu, bagaimana bisa saya berharap laki-laki akan mengerti dan memahami saya?

Kamu berharap laki-laki akan betapa lelahnya dirimu?

Kamu bangun pagi, menyiapkan sarapan, mencuci pakaian, hingga membersihkan rumah. Setelah semua selesai, kamu kemudian membangunkan suamimu dari mimpi indahnya di pagi hari dengan sebuah kecupan hangat. Dan setelah ia bangun, kamu dengan polosnya berharap dia akan mengerti betapa lelah dirimu? Seriously?

Iklan

Percayalah, mereka tidak akan mengerti semua itu karena sejak kecil mereka tidak diajarkan untuk melakukan hal-hal tersebut. Mereka tidak diajarkan bangun pagi untuk menyiapkan sarapan, mencuci pakaian, dan merapikan rumah. Kalaupun ada, porsi ajarannya pasti berbeda, dengan perempuan yang lebih ditekankan.

Ya, ya, ya. Kamu pasti sudah tak tahan untuk menuduh saya bias gender. Silakan saja, tetapi memang beginilah kenyataan yang saya ketahui sejauh ini dalam hidup. Dan jika kenyataan ini tidak sesuai dengan buku yang kamu baca, seminar yang kamu ikuti, atau film yang kamu tonton, saya tak merasa harus meminta maaf kepadamu.

Salah satu dosen saya pernah menyampaikan pesan dalam kuliahnya. Kita (manusia) adalah pelaku, korban dan pelegitimasi sekaligus dari setiap unsur kehidupan kita di dalam bumi manusia ini.

Dari hal tersebut, saya kira sudah semestinya para perempuan berhenti menganggap bahwa laki-laki adalah sumber dari segala malapetaka yang mereka alami. Sebab, suka atau tidak, ada andil mereka sendiri dalam ketidaksetaraan ini.

Apa yang harus dilakukan kemudian?

Pertama-tama, sadarlah bahwa perubahan sebenarnya hanya ada di tanganmu. Mulailah berhenti mengeluh dan segera ubah caramu mendidik anak. Didiklah mereka bukan hanya berdasarkan gender, tetapi murni sebagai manusia. Tak peduli ia laki-laki atau perempuan, ajarilah ia prinsip kebebasan yang bertangungjawab sejak awal. Jangan lupa juga untuk melatih pola pikirnya agar dapat bersikap adil.

Saya kira, jika tiap perempuan generasi saya telah mulai mengajarkan anak laki-laki mereka perihal memasak dan mengurus rumah, dan sekian petuah (sok) filosofis seperti di atas, saya yakin berpuluh tahun ke depan para feminis itu tidak perlu repot lagi meneriakkan kesetaraan gender.

Kelak, setelah saat itu tiba, kita, para perempuan, tak akan lagi memiliki dunia lain yang berbeda dengan dunia laki-laki. Dunia malang yang selama ini mewujud dalam sebuah rumah yang dibangun atas nama suami.

Selamat Hari (Merenung) Perempuan Sedunia!

Terakhir diperbarui pada 14 Maret 2019 oleh

Tags: feminismegenderhari perempuan internasional
Bella Iskhra

Bella Iskhra

Artikel Terkait

The Ugly Stepsister, standard kecantikan.MOJOK
Seni

The Ugly Stepsister, Definisi (Dipaksa) Cantik Itu Luka

26 September 2025
Aquarina Kharisma Sari: Feminisme Itu Bukan Cuma Soal Hak Pribadi
Video

Mengkritik Gerakan Feminisme dari Sudut Pandang Anti Feminisme Bersama Aquarina Kharisma Sari

5 Agustus 2025
presiden perempuan mojok.co
Kotak Suara

Sentimen Gender Masih Kuat, Perempuan Punya Tantangan Lebih untuk Maju sebagai Presiden

1 Agustus 2023
barbie mojok.co
Hiburan

Film Barbie: Isu Feminisme Dibalut Komedi, Tertawa di Luar Merenung di Dalam

28 Juli 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Keturunan Keraton Yogyakarta Iri, Pengin Jadi Jelata Jogja Saja! MOJOK.CO

Keresahan Pemuda Berdarah Biru Keturunan Keraton Yogyakarta yang Dituduh Bisa Terbang, Malah Pengin Jadi Rakyat Jelata Jogja pada Umumnya

18 Desember 2025
Kuliah di universitas terbaik di Vietnam dan lulus sebagai sarjana cumlaude (IPK 4), tapi tetap susah kerja dan merasa jadi investasi gagal orang tua MOJOK.CO

Kuliah di Universitas Terbaik Vietnam: Biaya 1 Semester Setara Kerja 1 Tahun, Jadi Sarjana Susah Kerja dan Investasi Gagal Orang Tua

15 Desember 2025
Menteri Kebudayaan Fadli Zon dan Wali Kota Agustina Wilujeng ajak anak muda mengenal sejarah Kota Semarang lewat kartu pos MOJOK.CO

Kartu Pos Sejak 1890-an Jadi Saksi Sejarah Perjalanan Kota Semarang

20 Desember 2025
UAD: Kampus Terbaik untuk “Mahasiswa Buangan” Seperti Saya MOJOK.CO

UNY Mengajarkan Kebebasan yang Gagal Saya Terjemahkan, sementara UAD Menyeret Saya Kembali ke Akal Sehat Menuju Kelulusan

16 Desember 2025
Saat banyak teman langsungkan pernikahan, saya pilih tidak menikah demi fokus rawat orang tua MOJOK.CO

Pilih Tidak Menikah demi Fokus Bahagiakan Orang Tua, Justru Merasa Hidup Lebih Lega dan Tak Punya Beban

15 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025

Video Terbaru

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

SD Negeri 3 Imogiri Bantul: Belajar Bergerak dan Bertumbuh lewat Sepak Bola Putri

18 Desember 2025
Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

Ketakutan pada Ular yang Lebih Dulu Hadir daripada Pengetahuan

17 Desember 2025
Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

Undang-Undang Tanjung Tanah dan Jejak Keadilan di Sumatera Kuno pada Abad Peralihan

14 Desember 2025

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.