Berjuang Membangun Toko Online Selama 2 Tahun di Tokopedia dan Kini Saya Bisa Hidup dengan Nyaman

Saya Hidup Nyaman Berkat Tokopedia MOJOK.CO

Ilustrasi Saya Hidup Nyaman Berkat Tokopedia. (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.COSetelah dua tahun membangun toko di Tokopedia, kini saya bisa sedikit berbahagia karena sekarang saya punya hidup yang relatif nyaman.

Mungkin kamu bingung dengan judul ini, tapi saya bisa jelaskan. Secara pribadi, saya cenderung menghindari penggunaan kata “kaya” dan “miskin”. Di negara dengan kesenjangan ekonomi cukup mencolok, dua kata ini sensitif sekali. Termasuk, di Indonesia. Maka dari itu, saya membagi hidup dalam dua fase; cukup dan nyaman.

Seperti pada umumnya sebuah awal, semua tentu dimulai dari bawah. Sebelum bisa hidup “nyaman”, saya memulai dari hidup “cukup”. Saya dulu bekerja sebagai wartawan. Bukan wartawan yang cemerlang, biasa saja. Tidak mencolok, tidak istimewa. Tapi suatu waktu, di medio 2018-an awal, undangan liputan ke kantor Google Indonesia mengubah perspektif saya.

Di sana, saya membaca laporan detail tentang proyeksi ekonomi digital di ASEAN dalam 10-25 tahun ke depan. Dan tentu saja, dengan jumlah penduduk kita yang luar biasa itu, Indonesia ada di posisi teratas. Betul, Indonesia. Bukan Singapura, bukan Malaysia, tapi Indonesia. Saya lupa angka pastinya, tapi yang jelas, sepulang liputan, saya mengulik apa saja instrumen ekonomi digital.

Dan di situ, awal mula perkenalan saya ke dunia marketplace. Juga gerbang awal untuk menjadi pedagang di Tokopedia. Sebelum 2018, sebenarnya saya sudah jadi pengguna aktif Tokopedia, tapi bukan seller

Perkenalan saya dengan dunia marketplace

Saat itu, Saya murni buyer pada umumnya. Saya tertarik karena pertimbangan user interface. Fitur yang mereka hadirkan terasa simpel. Selain itu, fitur search mereka terasa sangat pas. Saya ingat sekali barang pertama yang saya jual di Tokopedia adalah jersey Everton dengan nameset Tim Cahill di belakangnya.

Saya punya hobi yang relatif umum, yaitu mengoleksi jersey. Kebetulan, saya penggemar sepak bola. Sampai di satu titik, perkenalan saya dengan dunia marketplace, bikin saya tertarik untuk mencoba menjual jersey itu secara online. 

Motifnya tentu profit, tapi saat itu, saya hanya tahap coba-coba. Siapa tahu laku, begitu. Eh, ternyata laku. Dan momen ketika dagangan itu laku, semangat untuk mengulik dunia e-commerce kian meningkat.

Periode stagnan

Tapi ya namanya proses, pasang-surut sempat saya alami di lapak online. Jersey bukan kebutuhan pokok buat banyak orang. Meski termasuk ke dalam kebutuhan primer yakni sandang, tentu orang lebih pilih kaos murah seratus ribu dapat tiga daripada beli jersey ratusan ribu, kan? 

Periode 2018-2020 adalah fase yang bisa dibilang stagnan saja. Jualan saya di Tokopedia tetap laku, tapi ya tiga bulan paling laku dua sampai tiga jersey saja. Sampai ketika COVID-19 datang ke Indonesia.

Selama kerja dari rumah, seperti kebanyakan orang pada umumnya, saya punya banyak spare time buat belajar banyak hal. Mengulik apa saja yang bisa diulik di e-commerce, khususnya Tokopedia. 

Baca halaman selanjutnya: Mulai aja dulu, Tokopedia menyediakan semuanya.

Mengulik Tokopedia

Pertama, saya memulai dari merapikan foto produk di toko saya di Tokopedia. Buat saya, ini faktor penting. Laki-laki, yang mana jadi target market saya kala itu, adalah makhluk visual. Dari mana saya tahu? Ya karena saya laki-laki. Ketika mata kami menangkap sesuatu yang kinclong di mata, kami akan terpikat. Itu titik awal saya merapikan feed toko saya.

Kedua, saya coba diversifikasi produk. Berkat pandemi dan YouTube, saya punya skill dadakan berupa upgrade MacBook. Saya melayani upgrade RAM dan ganti SSD. Dari situ, nama toko saya di Tokopedia mulai paten: “Macbook Upgrade & Jersey”. 

Berjalan satu setengah tahun, toko ini mulai menghasilkan. Rasio transaksi sukses mulai meningkat dari tiga bulan laku dua atau tiga jersey, menjadi satu bulan bisa laku dua jersey + dua jasa upgrade MacBook.

Ketika 2020 menjelang, saya memutuskan pensiun jadi wartawan dan banting karier ke dunia tech company. Di situ saya makin tenggelam seutuhnya ke dunia digital. Dan puncaknya, setahun setelah menikah di 2021, saya menemukan pasar yang sangat menarik: diecast

Mobil-mobilan yang biasa dimainkan anak-anak kecil ini, ternyata menjadi ladang cuan yang oke. Dan di Tokopedia, pasar ini begitu menggiurkan.

Menekuni dunia diecast

Saya mulai dari menjadi reseller kecil. Saya lantas mengambil barang dari seller besar di Tokopedia dengan margin profit tipis sekali. Kadang untuk mengakali tipisnya margin ini, saya sesekali menjual lagi koleksian diecast yang saya temukan ketika berburu secara offline di toko-toko retail. Tapi satu yang pasti, ini awal yang menjanjikan.

Diecast, berbeda dengan jersey, punya harga yang relatif lebih terjangkau. Pelan tapi pasti, saya membangun reputasi di Tokopedia dan mengubah nama toko menjadi “MacBook Upgrade, Jersey, & Toys”. Ini nama paling termutakhir dan masih saya pakai hingga saat ini. 

Meski sama-sama bukan kebutuhan pokok, diecast lebih mudah laku dibanding jersey karena menjadi collectible items yang secara visual memang lebih menarik untuk dibeli dan bisa dimainkan, pun juga dijadikan hiasan rumah. Dan setelah dua tahun membangun toko di Tokopedia, kini saya bisa sedikit berbahagia karena sekarang saya punya hidup yang relatif nyaman.

Fitur Tokopedia sangat membantu seller

Perputaran uang tiap bulannya relatif stabil dan Tokopedia sekarang punya banyak fitur yang bikin saya bisa berjualan dengan efektif.

Saya mulai dari aplikasi Tokopedia Seller. Saya rasa, hanya Tokopedia dan TikTok yang punya stand alone app untuk para penjual. Ini penting karena membuat kita tetap bisa memantau toko meski mobilitas sedang tinggi. Karena meski berdagang online, saya juga masih karyawan. Maklum, di online boleh jadi bos di toko sendiri. Tapi di offline, saya juga mas-mas kantoran pada umumnya.

Aplikasi Tokopedia Seller punya akses untuk bikin kupon toko atau flash sale setiap saat. Ini krusial sekali. 

Buat saya, diskon adalah daya tarik kedua selain visual yang menjadi pendorong orang mau belanja. Dengan hitungan diskon yang pas, juga fitur Tokopedia yang oke, barang-barang di toko saya cepat sekali sold out.

Kedua, fitur video. Tampilan video pendek yang masuk di feed toko itu cakep sekali. Saya orang yang sangat suka kerapian dan estetika. Fitur video yang nongol di feed dan bisa kita attach dengan link produk jualan kita, buat saya, bikin feed toko jadi tempting sekali di mata pengunjung. 

Kadang, orang cuma datang dan tidak beli, tapi karena lihat toko kita rapi dan menyenangkan, secara visual mereka terpuaskan. Secara psikis, toko saya melekat di memori mereka. Mungkin mereka bisa follow atau wishlist produk saya, tapi yang pasti, saya punya tambahan calon pelanggan baru di masa depan.

Keuntungan ketiga, tentu saja adalah sistem di Tokopedia itu sendiri. Ketika beberapa e-commerce lain begitu memanjakan buyer dengan fitur Bebas Pengembalian, Tokopedia saya rasa masih jadi satu-satunya e-commerce yang sangat adil baik kepada seller atau buyer

Kamu tidak bisa seenaknya mengembalikan barang jika tidak ada kerusakan atau hanya karena merasa nggak jadi beli jadi pengin retur. Saya suka sistem ini karena adil dan transparan. Semua senang, semua puas. Jadi meminimalisir celah di mana orang bisa curang.

Mulai aja dulu

Jadi intinya, setelah panjang lebar di atas, don’t sleep on digital rising. Asal mau belajar dan siap capek, fondasi dunia digital itu menyenangkan sekali buat diulik dan jadi ladang mencari cuan yang proper

Banyak, sih, e-commerce lain. Cuma untuk memulai, Tokopedia adalah yang paling pas. Sesimpel karena user interface-nya nyaman dan tidak belibet. Juga karena terintegrasi ke Gopay, bikin penarikan profit toko terasa makin seamless. Kebetulan, saya juga pakainya Gojek untuk sehari-hari.

Dan patut diingat, potensi ekonomi digital ini baru berjalan enam tahun sejak saya baca laporan Google di 2018. Sempat terpotong pandemi 2,5 tahun, asumsikan saja berarti masih ada 10 sampai 15 tahun untuk ada di titik ketika ekonomi digital Indonesia ada di posisi puncak, kamu jadi bagian seller e-commerce yang bisa hidup nyaman berkat jualan online.

Dan kuncinya cuma satu: mulai aja dulu.

Penulis: Isidorus Rio

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Belanja Tanpa Boros dan Ribet Pakai Fitur Baru Tokopedia dan pengalaman menarik lainnya di rubrik ESAI.

Exit mobile version