MOJOK.CO – Ada hikmah PPKM Level 4 diperpanjang. Mahfud MD bisa fokus mengkritik ‘Ikatan Cinta’ sekaligus berduka untuk Amanda Manopo.
Selepas salat isya, ketika saya memesan segelas kopi hitam dan menyerahkan buntelan baju kotor untuk dilaundry, Ibu Kos memberi saya dua kabar mengejutkan—untuk tak menyebutnya menyedihkan.
Pertama, ia mengatakan bahwa ibunya Amanda Manopo wafat setelah positif Covid-19. Kedua, PPKM level 4 diperpanjang, tapi dengan sedikit kelonggaran buat pedagang kecil.
Perlu waktu agak lama bagi saya untuk mencerna bahwa yang dimaksud sebagai “ibunya Amanda Manopo” adalah ibu kandung dari pemeran Andien, tokoh beken dari sinetron Ikatan Cinta.
Saya memberi ucapan berbelasungkawa kepada Ibu Kos, meski ada sesuatu yang mengganjal. Mungkin karena ucapan itu sudah terdengar berulang-ulang dan lekas menjadi klise di masa-masa sekarang. Atau juga karena kami—saya dan Ibu Kos—sama-sama tak mengenal ibunya Amanda Manopo secara personal.
Meski begitu, kami tetap berdoa sesuai kepercayaan masing-masing agar ibunya Amanda Manopo mendapat tempat terbaik.
Setelah berdoa, saya tidak memberi respons untuk kabar kedua: soal PPKM level 4 yang sedikit longgar.
Saya segera naik ke lantai atas dengan segelas kopi di tangan, menyulut sebatang rokok, dan mulai merenungi kutukan macam apa yang menimpa saya—dan juga Anda—hingga lahir di negara yang punya segudang istilah ketika menghadapi wabah.
Maksud saya, Pemerintah terlalu produktif menciptakan istilah, hingga satu sama lain bahkan sulit dibedakan—termasuk oleh mereka sendiri.
PSBB, PPKM Mikro, Penebalan PPKM mikro, PPKM darurat, PPKM level 1-4, dan apalagi setelah ini?
Dalam PPKM berlevel-level seperti dalam game itu, bahkan kita dibuat bingung juga.
Dikatakan bahwa ada perbedaan dalam PPKM level 4, yakni pelonggaran bagi beberapa usaha kecil. Artinya ia belum cukup diklasifikasikan sebagai level 3, tetapi juga terlalu lembek untuk disebut level 4. Maka tercipta PPKM versi moderat, semacam PPKM level 4 tapi versi lite.
Haibat memang~
Seperti kebanyakan orang, saya bingung mengapa Presiden tercinta tak mau menggunakan istilah “karantina wilayah” sekalian, di mana orang-orang akan menjadi anak rumahan untuk sementara waktu tetapi sekaligus terpenuhi kebutuhannya, sebagaimana dalam UU No.6 tahun 2018.
Ini jelas akan menekan angka sebaran virus. Akan sedikit orang yang bekerja dan berkerumun, sebab urusan perut sudah terpenuhi.
Mungkin Pemerintah-lah yang akan sibuk untuk bekerja ke luar rumah, menjelajah ke sudut-sudut kota, untuk memastikan tak ada masyarakat yang kelaparan—seperti kisah heroik Umar bin Khattab ketika menyamar dan menemukan seorang ibu memasak batu.
Orang-orang di sekitar Presiden, yang sekiranya memiliki kompetensi dalam bidang hukum, rasa-rasanya punya kewajiban untuk membahas penerapan UU No.6 tahun 2018 ini lebih jauh lagi. Dan Mahfud MD, saya kira, adalah orang yang tepat.
Saya hidup, tumbuh, dan besar dengan mengenal Mahfud MD sebagai pendekar hukum. Bahkan, pernah ada satu momen di mana saya mencari-cari naskah pidato kebudayaannya berjudul “Mengembalikan Daulat Rakyat di Tengah Krisis Demokrasi Kita”, yang pernah diselenggarakan oleh DKJ dan TIM, tahun 2012 silam.
Mahfud MD serupa mitos. Ia adalah salah satu idola masa remaja saya.
Sampai kemudian, ketika nama begawan Mahfud MD muncul dalam permenungan, akhirnya saya mengamini bahwa PPKM, entah dalam level berapa pun, tetap memiliki hikmah.
Paling tidak, PPKM Level 4 itu memberi kesempatan kepada Mahfud MD untuk menonton sinetron Ikatan Cinta lebih khusyuk lagi, sekaligus melancarkan kritik agar meningkatkan mutu tayangan televisi Indonesia.
Ini adalah momentum yang pas agar industri televisi—lebih-lebih sinetron—menggenggam kembali marwahnya. Pemerintah boleh gagal dalam urusan penanganan wabah, pemberantasan korupsi, atau kepercayaan publik, tapi setidaknya ada perwakilan Pemerintah yang berhasil memperbaiki sesuatu.
Meski perbaikan sesuatu itu hanya soal logika hukum di sinetron Ikatan Cinta. Ya, nggak apa-apalah, ketimbang blas nggak ada yang beres ya kan?
Oleh sebab itu, jika kini Mahfud MD telah kehilangan analisis cerdasnya tentang hukum di kehidupan nyata, paling tidak blio dan Pemerintah bisa berkontribusi dalam menyediakan tontonan yang bermutu bagi masyarakat.
Puluhan pejabat KPI, saya kira, akan kalah oleh satu sosok Mahfud MD yang kritis, dan ini bisa dipertanggungjawabkan kompetensinya soal hukum.
Ambil satu contoh dari hikmah PPKM Level 4 nanti.
Beberapa saat setelah Mahfud MD memberi kritik terhadap nalar hukum dalam Ikatan Cinta, sebenarnya makin banyak juga penonton yang semakin tersadarkan bahwa sinetron ini semakin terperosok mutunya.
Ini aneh sekali, karena Ikatan Cinta yang sekarang sudah sangat berbeda ketimbang 100 episode pertama. Ketika dulu sinetron ini sempat dianggap punya pendekatan berbeda dengan sinetron-sinetron Indonesia yang dulu-dulu, ternyata Ikatan Cinta terjerembab juga.
Logika cerita makin ke sini cenderung asal-asalan, hubungan percintaannya lama-lama jadi lebay, konfliknya jadi kelewat mengada-ada, dan—yang terakhir—logika hukumnya acakadul.
Kesadaran itu tidak hanya dari saya saja, tapi sudah terwujud juga dalam petisi daring dengan judul #MauKeManaIkatanCinta, yang hingga tulisan ini dibuat, telah ditandatangani oleh hampir empat ribu orang.
Dalam kampanye tersebut, tertulis sebuah tuntutan: “…meski ini hanya sinetron, sebagai penonton kami memilik hak konsumen untuk mendapatkan tayangan yang berkualitas.”
Anda lihat, hanya butuh sekali ngetwit Mahfud MD, maka orang-orang tersadar akan haknya. Ajaib. Ini termasuk dalam momen langka.
Mahfud MD mungkin bisa menjadi kritikus sinetron, atau tayangan televisi secara umum. Itu bukan sebuah profesi yang hina, justru kontribusi di bidang ini sangat jelas dan bermanfaat bagi masyarakat.
Apalagi Mahfud MD bisa memicu kesadaran bahwa sudah mulai banyak yang resah dengan perubahan mutu sinetron Ikatan Cinta.
Bahwa episode yang kelewat panjang dan terlalu dominan menguasai rating stasiun televisi di Indonesia, mungkin jadi salah satu faktor kenapa Ikatan Cinta makin sembarang disajikan ke pemirsa. Terutama season dua, yang tidak semenarik season pertama.
Jika hal tersebut belum juga diperbaiki, saya harap ide Ikatan Cinta lanjut tiga periode season jangan sampai muncul dulu ke permukaan.
Kalaupun ide itu tetap saja muncul, saya harap Mahfud MD bisa mewakili rakyat untuk menjadi pendekar dalam reformasi cerita di Ikatan Cinta. Jangan sampai sinetron ini kehilangan penonton-penonton kritisnya.
Soalnya, sebagai siaran televisi dengan rating paling berkuasa, kekuatan Ikatan Cinta memang perlu dikontrol. Kekuasaan yang berlebihan itu cenderung korup. Oleh sebab itu, hanya pada Mahfud MD lah, dengan situasi PPKM level 4 ini, rakyat berharap banyak.
Kecuali kalau Mahfud MD ditarik jadi salah satu pemeran di Ikatan Cinta, terus jadi berbalik mengikuti instruksi apa kata produser dan sutradara. Lantas blio berubah, dari yang tadinya kritikus jadi pembela nomor satu.
Sek, bentar, bentar. Kok kayak déjà vu ya?
BACA JUGA Harta, Tahta, dan Sinetron ‘Ikatan Cinta’ atau tulisan Muhammad Nanda Fauzan lainnya