Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Pengalaman Tinggal di Jepang yang Bakal Bikin Kamu Merasa Aneh

Rizky Adi Yanuasari oleh Rizky Adi Yanuasari
16 November 2018
A A
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Kandidat Doktor di salah satu universitas terkemuka di Jepang ini kasih cerita pengalaman unik soal Jepang dan orang-orangnya. Hal-hal yang bisa bikin kita terheran-heran.

Negeri Jepang. Hm, mendengar nama negara di Asia Timur ini saja, mayoritas orang Indonesia yang belum dan sudah pernah menginjakkan kaki di sana, secara otomatis sudah akan membayangkan hal-hal yang baik.

Iya, kan?

Orang-orangnya pekerja keras, teknologinya maju, alam dengan keindahan bunga sakura, kehebatan para Samurai (ingat, samurai itu orangnya ya, bukan nama pedang), anime, manga, kebersihan, ketertiban masyarakatnya de-es-be yang baik-baik.

Imej tentang Jepang yang kurang baik, paling-paling seputar industri film atau komik pornonya saja. Seperti kenakalan Kakek Sugiono, ketenaran Maria Ozawa, atau ekspresi berjengit orang-orang Indonesia ketika mendengar seseorang berkata, “Kimochi.”

Akan tetapi, di balik imej Jepang yang serba baik-baik itu, ada beberapa hal yang mungkin belum banyak diketahui. Imej tentang Jepang yang mungkin lebih baik dari bayangan kita atau bahkan yang membuat kita mengerutkan kening, berpikir: Ah, masa sih?

Beberapa kebiasaan dan kejadian yang random, tidak terlalu penting, tetapi saya yakin akan menarik untuk diketahui, dan akan saya bagi dalam tulisan ini. Yah, bisalah saya anggap sebagai laporan perjalanan, perjalanan dengan rute kampus – tempat kerja apartemen (repeat) selama hampir 5 tahun.

Pengalaman saya tinggal dan belajar di Jepang tanpa beasiswa alias modal nekat, memberikan saya banyak pengalaman yang menarik, yang mungkin tidak akan didapatkan oleh wisatawan, mahasiswa penerima beasiswa atau orang Indonesia lain yang tinggal di Jepang.

Dengan beberapa pengalaman itu, ditambah dengan kurangnya pengetahuan saya tentang budaya Jepang dan masyarakatnya pada awal kedatangan, membuat saya sering bersinggungan dengan hal-hal bodoh yang—ternyata—cukup menarik. Kayak apa sih?

Keluar berdua = Date

Ini rumus yang paling penting yang saya dapatkan dari Senpai, tepat setelah saya melakukan kesalahan terbodoh.

Saya yang notabene mahasiswi dari daerah, yang pengalaman cintanya sebatas dibodohi dan disakiti saja, tidak pernah membayangkan ada rumus semacam ini di Jepang. Yang saya tahu, luntang-lantung berdua dengan teman kampus, tidak akan dianggap kencan kecuali salah satunya modus.

Pengalaman saya belajar mengenai rumus ini begitu bodoh dan lucu. Pada awal kedatangan saya di Tokyo, saya mendapatkan kenalan seorang kakek berumur 70 tahunan. Walau sedikit wagu, beliau bisa berbahasa Inggris, oleh karena itu komunikasi saya dengan beliau tidak bermasalah. Beliau saya hormati, karena ilmu beliau yang luas.

Jujur, saya sangat tersanjung kenal dan dekat dengan beliau. Dalam hati saya selalu berbisik, “Ah, mungkin beliau cuma rindu memiliki anak atau cucu.” Pemikiran yang kalau saya ingat lagi, bikin saya malu.

Suatu ketika, beliau mengajak saya keluar berdua. Ada yang beliau ingin sampaikan. Yang biasanya, ada orang lain di sekitar kami, kali ini tidak ada. Hanya kami berdua (cieee). Tipe manusia yang sangat menghormati orang yang lebih tua seperti saya ini, langsung saja menyetujui ajakan beliau.

Iklan

Tanpa berpikir panjang, saya datang ke sebuah taman di dekat Universitas Terkemuka di Tokyo. Setelah berbincang lama tentang hal kurang penting yang beliau ulang-ulang, kami pun mulai berjalan santai menuju stasiun terdekat.

Kami harus melewati sebuah taman di dekat stasiun. Di sana beliau agak menahan langkah, lalu mulai menceritakan kesusahannya, permasalahan keluarganya. Otak kepala saya yang dipenuhi imej baik-baik tentang beliau, hanya merasa kasihan.  “Ganbatte kudasai,” kata saya berkali-kali karena waktu itu saya cuma tahu kalimat itu.

Mendapat respons positif dari saya, beliau kemudian memulai bertanya, “Kenapa kamu belum menikah? Banyak lho laki-laki yang suka denganmu.”

“Apakah tidak suka dengan lelaki yang lebih tua?” tanya beliau lagi.

Saya hanya berhaha-hihi, menganggapnya bercanda. Ketika sudah mulai larut, saya mulai gelisah karena pembicaraan semakin tidak bermutu. Lalu saya memberanikan diri untuk mengajak pulang.

“Mari, Pak, keretanya hampir tiba,” ajak saya.

Beliau memandang saya agak lama. Lalu tiba-tiba beliau menjulurkan tangan, dan berkata, “Bolehkah saya menggandeng tanganmu?”

Saya belajar banyak dan sejak itu saya menyadari Kakek Sugiono mungkin nyata adanya di dunia nyata.

Kepo

Jangan dikira hanya ibu-ibu, mamah-mamah muda di Indonesia saja yang kepo-nya luar biasa. Di balik ketenangan masyarakat Jepang, tersimpan hasrat ingin tahu yang besar mengenai tetangganya, atau orang yang duduk di sebelahnya. Secara permukaan saja mereka tampak datar seolah tidak memedulikan urusan orang, tetapi sebenarnyanya mereka ya kepo juga.

Karena jarang menggunakan hape saat saya berada di kereta, saya memiliki banyak waktu untuk memperhatikan orang-orang Jepang yang berada di sekitar saya. Itulah mengapa saya dapat mengamati hal-hal yang mungkin terlewatkan oleh orang asing lain yang tinggal di Jepang. Salah satunya adalah hobi orang Jepang mengintip layar hape orang yang duduk atau berdiri di sebelahnya.

Tidak seperti orang Indonesia yang banyak melapisi layar kaca hapenya dengan screen anti nantoka-nantoka, orang Jepang tidak memiliki kekhawatiran seperti itu. Mereka menggunakan telepon genggam dengan santai, dengan jarak pandang yang memungkinkan orang di sebelahnya juga ikut menikmati apa yang sedang mereka nikmati.

Tidak jarang saya lihat seorang mas-mas atau mbak-mbak memegang telepon genggamnya sendiri, tetapi bola matanya miring ke sebelahnya. Nonton apa dia yak? Duh, jadi kepo saya. Eh.

No Tipping

Bagi masyarakat Jepang, pelanggan adalah raja. Industry of Hospitality menjadi hal yang sangat diutamakan. Produsen barang dan jasa berlomba-lomba untuk memberikan jasa yang terbaik bagi pelanggannya.

Meski begitu, sebagai imbalan dari jasa dan pelayanan produsen, pelanggan tidak disarankan memberi tip/tipping berupa uang ala kadarnya. Konon katanya mereka bakal sakit hati kalau diberi tip (hal ini tidak berlaku di hotel-hotel kelas wahid).

Jadi apabila kamu berkesempatan mengunjungi Jepang, sebagai ganti tipping bisa nih hal-hal di bawah ini dilakukan:

  1. Menjaga adab kesopanan sesuai budaya Jepang.
  2. Nggak usah norak teriak-teriak.
  3. Berterima kasih untuk sekecil apapun layanan yang Anda dapatkan.
  4. Sampaikan pujian seperti; “Sushinya enak sekali,” atau “Pelayanan anda baik sekali,” atau, “Saya akan kembali lagi,” itu sudah cukup.

Wanita Jepang suka orang Indonesia

Sering kali kita dengar, desas-desus bahwa wanita Jepang senang dengan laki-laki Indonesia. Konon karena laki-laki dari Indonesia itu cenderung pengertian dan baik. Tapi maaf, saya harus kasih tahu bahwa kamu para lelaki harus siap-siap kecewa. Sebab, saya bisa jamin bahwa desas-desus itu adalah mbelgedhes alias cuma desas-desus.

Kenyataannya orang-orang Jepang secara umum sangat mendiskriminasi orang-orang dari Asia (yang selain Jepang). Wanita-wanitanya pun sangat logis, realistis, dan materialistis (duh). Bisa jadi, mereka sangat kiyut, menye-menye, kawaii saat pacaran.

Hanya saja, jangan heran kalau nanti sudah menikah. Mereka bisa berubah menjadi wanita singa yang siap nyakari suami-suaminya apabila kebutuhan finansial atau ekonomi keluarganya tidak memenuhi harapan.

 

Nah, itulah sekelumit tentang tentang Jepang dari pengalaman saya selama hampir lima tahun di Jepang. Mungkin kamu bakal bertanya-tanya, “Masa sih begitu?”

Iya, yakinlah sebaik-baiknya Jepang, di sana juga ada orang yang menyebalkan. Sebaliknya juga begitu, sejelek-jeleknya Indonesia, masih banyak kok orang-orang yang baiknya juga—yang ganteng, apalagi. Eh.

Terakhir diperbarui pada 16 November 2018 oleh

Tags: beasiswadateIndustry of HospitalityJepangKakek SugionokawaiiMahasiswaMaria OzawaSenpaiTokyo
Rizky Adi Yanuasari

Rizky Adi Yanuasari

Artikel Terkait

Warung makan gratis buat Mahasiswa Asal Sumatra yang Kuliah di Jogja. MOJOK.CO
Liputan

5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana

4 Desember 2025
Kisah mahassiwa beasiswa KIP Kuliah Aliya Eka Lestiyanti, ibu meninggal kala ia masih berjuang, sampai akhirnya jadi harapan keluarga usai jadi sarjana cumlaude MOJOK.CO
Kampus

Ibu Meninggal kala Saya Masih Berjuang, Jadi Titik Terendah Hidup tapi Bangkit demi Jadi Sarjana Pertama Keluarga

3 November 2025
mahasiswa penerima beasiswa KIP Kuliah ISI Jogja dihujat. MOJOK.CO
Kampus

Mahasiswa Penerima Beasiswa KIP Kuliah ISI Jogja Dihujat karena Flexing dan Dianggap Glamor, padahal Hidupnya Nelangsa

30 Oktober 2025
Kerja keras bawa Annes kuliah di Universitas Brawijaya (UB) Malang gratis hingga kerja sebelum wisuda MOJOK.CO
Kampus

Universitas Brawijaya (UB) Bawa Saya Kuliah Tanpa Biaya, Bisa Kerja Sebelum Wisuda buat Tebus Masa-masa Berat Sekolah Sambil Kerja Sejak Remaja

15 Oktober 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
Kuliah Jurusan Pendidikan Bahasa Mandarin di Unesa. MOJOK.CO

Sulitnya Masuk Jurusan Bahasa Mandarin Unesa, Terbayar usai Lulus dan Kerja di Perusahaan Tiongkok

3 Desember 2025
Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.