Salah Satu Alasan Saya Bertahan Hidup Sebagai Orang Indonesia Adalah Menunggu One Piece Tamat

Ilustrasi One Piece Penyelamat dari Kemalangan Menjadi Orang Indonesia. (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.COBendera One Piece bukan lambang makar. Ia adalah simbol yang membawa kebebasan berpikir, bertindak, dan impian akan kebahagiaan.

Siapa sangka, sebuah tayangan fiksi bisa mengubah cara pandang hidup seseorang. One Piece, serial manga-anime yang sudah tayang sejak tahun 1997 ternyata mampu menjawab pertanyaan itu. 

Sekitar 8 tahun lalu, saya mendengar secara langsung sebuah pernyataan absurd. Iya, memang terdengar sangat absurd tapi menohok tentang One Piece dari seorang teman. Sebut saja Agus. 

“Jujur, salah satu alasanku bertahan hidup sampai sekarang ini ya nungguin One Piece tamat.” 

Kalimat yang muncul secara tiba-tiba itu membuat kami urung menutup obrolan pukul 2 pagi yang sebetulnya semakin suntuk. Selepas kalimat itu meluncur dari mulutnya, obrolan kami malah jadi sangat lancar. Tentu saja membahas latar belakang pernyataan absurd yang baru saja saya dengar. 

Waktu itu saya baru menonton ulang magnum opus-nya Eiichiro Oda ini setelah terakhir menyaksikannya di Global TV. 

One Piece dan penyelamat dunia Agus

Saya memang sudah kepincut dengan premis cerita dan pembangunan karakter One Piece di 100 episode pertama yang saya tonton. Namun, itu saja belum cukup menjadikannya sebagai harapan untuk menyongsong hari esok.

Mendengar cerita Agus dengan khusyuk di pagi buta itu saya mendapat satu kesimpulan. Bahwa Monkey D. Luffy, karakter utama One Piece, adalah sosok yang dia idamkan menjadi penyelamat di dunia nyata yang dia tinggali saat ini.

Saya bisa memahami impian Agus. Hidupnya memang penuh kemalangan. Sebuah kondisi yang membuat saya terus mendoakan Agus supaya mendapat hidup yang lebih bahagia.

Jadi, Agus itu gagal melanjutkan studi ke bangku kuliah karena tidak ada biaya. Setelah itu, orang terdekat Agus meninggal karena fasilitas kesehatan yang belum layak. Terakhir, tanah yang menjadi harapan terakhir Agus untuk bertahan hidup, kian hari kian tandus sejak tambang merusaknya. 

Segala kesusahan hidup itu membuat Agus ingin merasakan hidup bahagia. Salah satunya dengan berlayar dan “menantang dunia” bersama Kru Mugiwara.

Baca halaman selanjutnya: Simbol harapan untuk hidup lebih bahagia.

Hidup bebas dan bahagia seperti Luffy

Oda, si kreator One Piece, menggambarkan sosok Luffy sebagai “bocah” yang sebetulnya tidak paham dengan konsep kepahlawanan. Namun, ketidakpahaman itu malah membuat Luffy jadi seorang pembebas rakyat dari belenggu tirani. 

Luffy memegang prinsip yang begitu sederhana dari konsep “Raja Bajak Laut” yang dia idamkan. Jadi, dia memandang status “Raja Bajak Laut” sebagai orang paling bebas di dunia. Dia tidak ingin menjadi raja betulan atau memegang kekuasaan. Luffy hanya ingin bebas berlayar di lautan dan bersenang-senang. Sebuah konsep yang sangat seru bagi saya.

Konsep "Raja" bagi seorang pembebas.
Konsep “Raja” bagi seorang pembebas.

Namun, World Government, pemegang kekuasaan absolut di dunia One Piece, memandang prinsip Luffy sebagai ancaman. Di sana, Oda menggambar World Government terbiasa merampas hak hidup rakyat biasa. 

World Government menjaga kekuasaan absolut yang sudah langgeng selama ratusan tahun dengan membangun prajurit terkuat, membantai segala ancaman, menutup sejarah rapat-rapat, hingga memberangus ilmu pengetahuan. Orang pandai dan vokal memang selalu menjadi ancaman bagi semua tiran. Maka jangan heran ada negara yang abai dengan pendidikan.

Hidup di bawah payung tirani

Saya sadar betul bahwa Agus, dan banyak fans One Piece lainnya, hidup di dunia yang tidak jauh berbeda dengan semesta ciptaan Oda. Mereka hidup di bawah payung tirani, yang kerap menyuapi ambisi dan menjaga kedudukannya menggunakan 2 senjata paling purba dalam sejarah manusia, yaitu rasa takut dan kendali. 

Tapi kami tidak pernah membayangkan. Bahwa 8 tahun setelah obrolan pukul 2 pagi itu, akan menjadi saat-saat paling membanggakan bagi kami dan fans One Piece lainnya. 

Sebab, dari kisah fiksi yang sudah menemani separuh hidup kami ini akan menjadi berita penting. Ia menjadi simbol protes terhadap penguasa yang mengatur hidup manusia dengan serampangan.

Benar saja. Ekspresi kekecewaan lewat selembar bendera dengan lambang Bajak Laut Topi Jerami sudah menampakkan tabiat asli kekuasaan. 

Sebuah bendera mampu membuat negara gugup. Tapi itu bagus karena pemerintah sadar bahwa “bendera One Piece”  membawa simbol kebebasan, impian besar, hingga persahabatan. 

Dan bagi mereka, orang-orang dalam kekuasaan itu, bendera bajak laut yang berkibar di halaman rumah, bak mobil truk, dan spion motor adalah sebentuk tindakan makar melawan pemerintahan. Konyol sekali pemerintah ini. 

Ketakutan sebagai alat untuk mengekang rakyat

Memang, ketakutan sudah menjadi komoditas politik. Hal itulah yang tiap hari kita saksikan. 

Sementara itu, kendali terdapat pada ketentuan-tak-langsung mengenai siapa boleh bicara, berekspresi, dan menuliskan sejarah. Dan dalam konteks belakangan ini, negara sudah menggunakan 2 senjata purba itu untuk merespons kekecewaan rakyat yang diekspresikan menggunakan selembar bendera.

Saat ini Agus masih bertahan. Dalam kemalangannya sebagai orang Indonesia, dia tetap hidup untuk menyaksikan akhir petualangan Luffy dan kru Bajak Laut Topi Jerami. 

Dalam mimpi Agus, hidupnya akan lebih baik saat Luffy merapat di kampungnya dan menjemputnya untuk berlayar. Harapan hidup teman saya itu bukan muncul dari sepenggal kalimat delusional “KITA INI BANGSA YANG BESAR!”

Saat ini, saya masih menonton anime dan membaca manga One Piece hingga chapter terbaru. Belum jelas kapan serial ini akan tamat dan apakah mungkin saya akan menyaksikannya hingga panel komik terakhir nanti. 

Sebab, segala misteri dalam jagat One Piece ada di tangan Eiichiro Oda, dan kematian saya hanya Tuhan yang tau. 

Lagipula, One Piece cuma goresan pensil di atas kertas. Tapi, bagaimana ia memupuk harapan untuk terus hidup, dan memantik kesadaran tentang bagaimana cara dunia bekerja, bagi saya sudah cukup. 

Penulis: Razi Andika

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Bendera One Piece Berkibar Bukan karena Makar, tapi karena Rakyat Hanya Ingin Tertawa dan Bahagia Bersama Nika dan catatan menarik lainnya di rubrik ESAI.

Exit mobile version