“If freedom of speech is taken away, then dumb and silent we may be led, like sheep to the slaughter.” ~ George Washington
Mudah-mudahan bukan karena bermaksud menyempurnakan musim kemarau dan bencana asap, kekhawatiran lain disebar oleh orang nomor wahid jajaran Kepolisian, Badrodin Haiti (BH, tanpa sedikitpun maksud memplesetkannya dengan aura seksis), lewat Surat Edaran bernomor SE/06/X/2015 yang ditandatangani 8 Oktober lalu, perihal penanganan ujaran kebencian (hate speech).
Informasi soal SE ini saya terima pada pagi hari lewat grup WA, yang agak menganggu sarapan dan ngopi pagi saya. Kalau saja ada SE yang terkait penyebar kekhawatiran dan gangguan sarapan pagi, pasti SE hate speech ini sudah saya laporkan, karena telah merusak suasana pagi saya. Apalagi kemudian SE Kapolri ini sontak membuat geger dan gelisah banyak orang di jagat medsos. Semakin banyak pula orang yang terganggu paginya.
Ada beberapa hal yang kemudian berseliweran di benak saya:
Pertama, karena di dalam SE itu media sosial termasuk sebagai salah satu media yang kudu diawasi sebagai kanal penyaluran hate speech, saya langsung mikir nasib situs bermaqam makrifat bernama Mojok.co.
Lha, kalau definisi hate speech—di antaranya yang disebut di dalam SE dapat berupa “pencemaran nama baik, penistaan, dan perbuatan tidak menyenangkan”—tidak jelas begitu apa maksudnya, tindakan sewenang-wenang bisa saja ditimpakan ke situs sejuta umat ini.
Padahal Mojok merupakan oase kebebasan berekspresi bagi para pengelola, penulis, dan ikut menyenangkan jutaan pembacanya. Selain terapetik, Mojok juga bisalah dianggap sebagai media penyaluran semangat Bela Negara. Sedikit atau banyak, situs ini ikut memikirkan nasib Indonesia.
Selain itu, situs ini juga dikelola dan diisi oleh para penulis yang sama sekali tidak terkait dengan jaringan teroris manapun di dunia. Mereka semua orang Indonesia dengan identitas yang jelas, walau sebagian masih ada yang jomblo. Tapi sejak kapan Jomblo dianggap melanggar hukum?
Mojok juga tidak membahayakan negara, karena tidak satupun dari penulis maupun pengelolanya yang menjadi agen rahasia dinas intelejen CIA, MOSSAD, KGB atau lainnya. Ah, bahkan di antara mereka bisa saling ejek dan ngritik, kok. Semacam proses katarsis “temen-makan-temen” gitulah. Lha, tulisan Iqbal Aji Daryono dibajak orang lain aja, Mojok cuek tingkat dewa. Jadi bener-bener rahmatan lil alamin.
Ringkasnya, situs ini dikelola dengan sikap dasar seperti Pramuka: Ikhlas bakti, bina bangsa, berbudi bawa laksana.
Bahwa Mojok.co nakal dan kritis, iya. Anggap saja kelakuan itu sebagai bentuk syukur dan hormat terhadap anugerah Tuhan bernama akal budi yang sehat, waras, dan mulus dari pengaruh Yahudi. Yang namanya akal itu kalau tidak dimanfaatkan, kok ya rada gimana… gitu. Nggak enak rasanya sama Tuhan. Lagi pula, Mojok tidak pernah merusak tatanan dan meruntuhkan kabinet atau membubarkan parlemen, to?
Saya juga tidak pernah membayangkan bahwa sebuah tulisan di Mojok bisa mengakibatkan gerakan separatis atau kudeta. Redaksi Mojok punya standar tulisan yang bisa dimuat di situsnya. Nggak sembarangan. Pak Jokowi aja sudah pernah mengirim surat terbukanya untuk Mojok yang dititipkan ke Tri Agus S Siswowiharjo. Kurang keren apa lagi?
Mojok cuma pengen ngajak para pembacanya untuk tersenyum, tertawa, syukur-syukur kalo bisa sambil mikir, yang mana merupakan salah satu rukun iman di Mojok. Ekspresi lucu itu esensial dalam kebebasan berbicara dan berekspresi. Dan membuat orang tertawa, apalagi sambil mikir, sungguh tidak semudah kita ngupil.
Kedua, karena semua alasan pertama di atas itu, saya kok malah melihat posisi strategis Mojok dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Saya membayangkan kalau media ini semakin ramai dibaca orang (terutama generasi muda, wabilkhusus dedek-dedek), penulisnya akan semakin riuh-rendah hora-hore, lalu reproduksi tulisannya ke penerbitan-penerbitan buku semakin lancar jaya. Pelan tapi pasti, Mojok pun menjadi jembatan emas peradaban.
Seumpama saya menjadi presiden, saya akan mengeluarkan Surat Keputusan yang menyerukan agar semua jajaran kabinet, terutama yang terkait dengan pengembangan generasi muda, pendidikan, kebudayaan, politik dan keamanan, untuk rajin-rajin membaca tulisan-tulisan di Mojok. Selain itu, saya pun juga akan meminta mereka berusaha keras untuk berlatih menulis agar dimuat di situs kebanggaan kita bersama ini.
Nah, sebagai presiden, tentu saja nanti saya akan sering bertemu dengan kepala negara lain, seperti Barrack Obama, Kim Jong Un, Vladimir Putin, Recep Erdogan, atau Angela Merkel. Dan pertanyaan pertama yang akan saya ajukan kebertemu mereka adalah: “Hari ini Anda sudah baca Mojok, belum?”
Tapi itu nanti, kalau saya menjadi presiden, atau jika Mojok tidak diberedel oleh Surat Edaran Kapolri.