Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Pojokan

Seberapa Bebas Kebebasan Berpendapat itu Sebenarnya?

Rizky Prasetya oleh Rizky Prasetya
14 Mei 2020
0
A A
polisi, HAM, kebebasan berpendapat, hukum, hate speech mojok.co

polisi, HAM, kebebasan berpendapat, hukum, hate speech mojok.co

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Sebenarnya apa itu kebebasan berpendapat? Apakah itu berarti kita bebas mengutarakan apa pun yang kita mau tanpa batasan yang menghalangi?

Evelyn Beatrice Hall pernah berujar, “Aku tidak setuju dengan pendapatmu, tapi aku akan mati-matian membela hakmu untuk berpendapat.” Quote yang sering dianggap milik Voltaire tersebut memberikan gambaran kecil apa itu kebebasan berpendapat.

Jika kita berbicara tentang kebebasan berpendapat di Indonesia, kira-kira kita akan mendapat jawaban seperti ini: berpendapat boleh, asal tidak menyinggung orang lain. Pendapat harus disampaikan dengan santun. Bobot pendapat akan menguap ketika disampaikan dalam bentuk ujaran yang menghina atau umpatan.

Tapi jika kita melihat negara lain, Amerika Serikat misalnya, kebebasan pendapat yang kita lihat berbeda. Orang-orang bisa bebas mengutarakan pendapat, bahkan pendapat yang ofensif sekalipun. Kebebasan pendapat diatur dalam First Amendment, dan hal ini dihormati betul oleh negara. Kecuali tentunya, mengutarakan pendapat rasialis dan mengejek fisik.

Sebenarnya, apa itu kebebasan berpendapat?

Biar gampang, kita ambil contoh kasus mbak-mbak yang sempat viral gegara bikin sarkas terhadap polisi. Mbaknya ((mbaknyaaaaa)) bikin story gambar polisi cringe disertain caption sarkas “nggak gebukin orang” atau semacamnya. Kalian tau lah modelnya gimana kalau polisi dijadiin guyonan di media sosial. Bukan, bukan yang kalau nggak bisa baca nanti jadi polisi.

Polisi-polisi pada marah ngeliat story tersebut. Mereka pada tersinggung atas tuduhan yang nyata ngawur tersebut. Ada yang mengancam untuk menjemput, ada yang marah, dan reaksi tidak santai dari para pembaca story tersebut.

Pertanyaannya, yang diutarakan mbaknya itu masuk kebebasan berpendapat atau hate speech nih?

Sebelum masuk lebih jauh, kita kudu tahu perbedaan free speech dan hate speech.

Free speech adalah hak untuk mengutarakan pendapat, meski itu sensitif dan ofensif. Namun bukan berarti pendapat yang diutarakan itu bebas dari konsekuensi. Pendapat yang dikemukakan tetap harus melihat batasan-batasan yang ada.

Hate speech menurut kamus Cambridge adalah pendapat umum yang mengekspresikan kebencian dan mendorong orang untuk melakukan kekerasan kepada orang atau grup atas dasar kelamin, ras, agama, dan orientasi seksual mereka.

Contoh paling gampang, ketika kamu memanggil orang kulit hitam dengan “N-word”. Nah, itu tergolong dalam hate speech.

Kembali ke mbaknya.

Mbaknya bisa dibilang sedang mengekspresikan kebebasan berpendapatnya. Begini, meski yang dilakukan itu menyinggung suatu institusi, tapi yang dilakukan itu masih dalam koridor kritik. Ingat, kritik biasa disampaikan dengan sarkas yang tajam. Menyampaikan kritik dengan cara apapun adalah salah satu fungsi kebebasan berpendapat.

Apakah mbaknya melakukan hate speech? Nggak, sih. Kritikan itu nggak datang dari ruang hampa. Sepanjang Juni 2018 hingga Mei 2019, Kontras menemukan 643 kasus kekerasan yang dilakukan anggota Polri dari tingkat Polsek hingga Polda. Mbaknya juga tidak melakukan ajakan, ”Ayo, Bro, antemi polisi nek ketemu”.

“Ngab, masak stigmatisasi kayak gitu nggak dianggep hate speech?”

Kita kudu sepakat dulu sama satu hal, bahwa pendapat mbaknya tersebut tidak sedang mengejek setiap polisi yang mengabdi. Kita nggak harus capek-capek bilang “nggak semua polisi kayak gitu,” karena nyatanya emang nggak semua polisi kayak gitu. Tapi kenyataannya memang ada kasus kekerasan yang dilakukan polisi dan mbaknya sedang mengkritik polisi yang kayak gitu.

Kan nggak mungkin juga semua polisi adalah tukang gebuk masyarakat. Pak Kusnanto tetanggaku nggak kayak gitu, dia polisi yang bersih dan baik. Pak Kusnanto adalah orang baik, jadilah seperti Pak Kusnanto.

Lantas apakah polisinya boleh tersinggung? Boleh bangeeet.

Stigma kayak gitu bisa memberatkan mereka dalam bekerja. Tapi yang harus digarisbawahi adalah, hanya karena kamu tersinggung bukan berarti kamu benar.

Polisi nggak bisa main hakim sendiri dan bawa-bawa institusi untuk menindak mbaknya. Justru ini saat yang tepat untuk mendengarkan kritikan dan nggak bikin video “pacar kamu ganteng? Kaya? Bisa gini nggak~” sambil ngongkang M4 macam lagi di Miramar.

Kebebasan berpendapat emang tricky untuk dibahas. Di satu sisi, kita boleh mengutarakan pendapat apapun, bahkan yang ofensif sekali pun. Tapi di satu sisi, kita mesti tahu bahwa batasan-batasan yang tidak boleh kita lewati kadang terlalu cair.

Ya, kita tidak boleh memantik kebencian terhadap ras, agama, suku, kelamin, dan orientasi seksual. Tapi terkadang, batasan tersebut masih begitu subjektif.

Katakanlah A bercanda kepada B dengan bawa-bawa agama. A agamanya Islam, dan B Kristen. A bercanda ke B seperti ini.

“Duh, siang-siang malah jadi setan, tahu aku lagi puasa malah ngrokok, bikin pengen, dasar kafir.” Niat A bercanda, tapi B tersinggung dan memperkarakan ini. Kan jadi runyam.

Tapi yang pasti, kebebasan berpendapat adalah suatu hal yang harus dilindungi. Tidak ada yang berhak membatasi seseorang untuk berpendapat, meski yang diutarakan adalah pendapat yang begitu tajam. Demokrasi dan pursuit of knowledges tidak bisa ditegakkan tanpa kebebasan berpendapat.

BACA JUGA One Piece Mungkin Ceritanya Bermasalah, tapi Naruto Jelas-jelas Sampah dan artikel menarik lainnya dari Rizky Prasetya.

Terakhir diperbarui pada 14 Mei 2020 oleh

Tags: Hamhate speechhukumkebebasan berpendapatPolisi
Iklan
Rizky Prasetya

Rizky Prasetya

Redaktur Mojok. Hobi main game dan suka nulis otomotif.

Artikel Terkait

PoliceTube Adalah Ide Brilian Kepolisian yang Patut Diapresiasi! Mojok.co
Pojokan

PoliceTube Adalah Ide Brilian Kepolisian yang Patut Diapresiasi!

26 Juni 2025
Polisi Perkosa Korban Pemerkosaan Kengerian Sebuah Negara MOJOK.CO
Esai

Polisi Perkosa Korban Pemerkosaan: Wujud Kengerian Negara Ini yang Melanggengkan Penyiksaan dan Kekerasan Terhadap Perempuan

12 Juni 2025
Kapolri Tawari Sukatani Duta Polisi MOJOK.CO
Esai

Kapolri Tawari Sukatani Duta Polisi: Seandainya Aku Seorang Staf PR Polisi

24 Februari 2025
kentingan baru, solo.MOJOK.CO
Ragam

Trauma Warga dan Anak-Anak Kampung Kentingan Baru Solo Menyaksikan Tetangga Meninggal karena Ulah Polisi dan Mafia Tanah

21 Februari 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Tasikmalaya Bikin Malu: Santri, tapi Fitnah Hindia Memuja Setan MOJOK.CO

Saya Malu Menjadi Orang Tasikmalaya, Kota yang Menolak Hindia karena Tuduhan Pemuja Setan tapi Membiarkan Oknum Kiai Cabul ke Santriwati

17 Juli 2025
Suasana dalam bus Jaya Utama Surabaya Semarang yang membuat hati terkoyak MOJOK.CO

Naik Bus Jaya Utama Surabaya-Semarang Selalu Mengoyak Batin, Bocah dalam Gendongan Sudah Harus “Mencari Uang” demi Bertahan Hidup

16 Juli 2025
Lulusan universitas jadi sarjana pengangguran MOJOK.CO

Lulusan Universitas (Sarjana) Jadi Beban: Saat Kuliah Habiskan Biaya, Pas Lulus bikin Bapak Mumet Carikan Kerja, Simbol Gagal bagi Tetangga

20 Juli 2025
Rasanya Ditipu Suami Naik Sepeda Lewat Jalur Biadab MOJOK.CO

Rasanya Ditipu Berkali-kali sama Suami Saat Naik Sepeda Jarak Jauh, Menempuh 55 Kilometer via Jalur Biadab Menuju Waduk Sermo

18 Juli 2025
Alumnus Jurusan Keperawatan kerja menjadi relawan PMI Kota Surabaya. MOJOK.CO

Profesi Relawan Menyadarkan Saya Pentingnya Kata Selamat Tinggal dan Terima Kasih di Kehidupan yang “Chaos”

18 Juli 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.