ADVERTISEMENT
Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Esai Kolom

Memahami Doktrin Kenabian versi Al-Ghazali

Ulil Abshar Abdalla oleh Ulil Abshar Abdalla
16 Mei 2020
0
A A
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Ada beberapa hal penting dalam ajaran yang dikemukakakan oleh al-Ghazali soal syahadat kenabian, untuk kali ini kita akan menyoroti dua hal saja.

Syahadat seorang Muslim terdiri dari dua hal yang tak mungkin dipisahkan: syahadat al-uluhiyyah (syahadat ketuhanan) dan syahadat al-nubuwwah (syahadat kenabian). Pada bagian ini dan beberapa seri tulisan berikutnya, saya akan membahas mengenai syahadat kedua ini.

Mari kita baca penjelasan al-Ghazali mengenai fondasi kedua dalam keimanan sebagai berikut:

“Wa-annahu ba‘atsa al-Nabiyya al-ummiyya al-qurasyiyya Muhammadan (saw.) bi-risalatihi ila kaffati-l-‘Arabi wa-l-‘ajami wa-l-jinni wa-l-insi fa-nasakha bi syari‘atihi al-syara’i‘a illa ma qarrarahu minha, wa-faddalahu ‘ala sa’iri-l-anbiya’i wa-ja‘alahu sayyida-l-basyari.”

Terjemahan bebasnya:

Tuhan telah mengutus seorang nabi yang “ummi” (tidak bisa membaca-menulis) yang berasal dari suku Quraish, yaitu Kanjeng Nabi Muhammad (saw.) dengan membawa pesan-pesan-Nya, kepada seluruh orang, baik Arab, non-Arab, manusia, atau jin; Tuhan menghapuskan (me-nasakah) melalui syariat yang dibawa oleh Kanjeng Nabi itu seluruh syariat agama sebelumnya, kecuali syariat-syariat yang masih dianggap berlaku; dan Dia melebihkan derajatnya (maksudnya: Kanjeng Nabi) di atas seluruh nabi-nabi yang lain, dan di atas seluruh manusia.

Ada beberapa hal penting dalam ajaran yang dikemukakakan oleh al-Ghazali ini, namun saya akan menyoroti dua hal saja. Aspek-aspek lain akan saya ulas dalam tulisan berikutnya.

Pertama, adalah akidah tentang kenabian itu sendiri: bahwa ajaran-ajaran Tuhan disampaikan kepada manusia tidak secara langsung, melainkan melalui perantara para nabi. Iman kepada Allah tidak bisa dilepaskan dari iman kepada utusan-utusan-Nya.

Merekalah yang menjadi semacam “penerjemah” ajaran-ajaran moral-etis dari ‘alam al-malakut (alam yang tak tampak) kepada ‘alam al-mulk (alam yang tampak), dan sekaligus menerapkan ajaran-ajaran itu sesuai dengan tantangan zaman yang ada pada zaman tersebut. Kenapa nabi tidak hanya satu saja, persis karena alasan itu: zaman berubah, sehingga menuntut nabi baru untuk menjawab tantangan zaman baru.

Dalam akidah Islam, ada keyakinan bahwa Kanjeng Nabi Muhammad adalah nabi terakhir dari seluruh mata-rantai nabi-nabi yang bermula sejak Adam. Tak ada nabi lagi setelahnya. Ini bukan berarti “kebenaran ilahiah” berhenti setelah Nabi Muhammad wafat. Zaman terus berkembang, dan perubahan-perubahan terus muncul, sehingga membutuhkan jawaban-jawaban baru. Secara akliah, seharusnya nabi-nabi Tuhan terus muncul hingga kiamat tiba untuk menjawab zaman yang tansah berubah.

Tetapi kan tidak. Era kenabian ternyata berhenti. Bagaimana menghadapi zaman yang berubah terus? Jawabannya adalah: dengan menggunakan panduan moral-etis yang termuat dalam Qur’an dan hadits. Dua sumber inilah, dengan difasilitasi akal yang dipandu oleh wahyu, umat Islam telah diberikan fondasi untuk menghadapi perkembangan-perkembangan baru.

Dengan kata lain, “nabi personal” memang sudah berlalu, tetapi “nabi” dalam bentuk lain masih ada, dan akan terus ada sampai kapan pun. Yaitu: para ulama, hukama’ (orang-orang bijak/filsuf), intelektual, cendekiawan, sarjana, aktivis Muslim, baik laki-laki maupun perempuan (ini penting ditegaskan!) yang dengan panduan wahyu dan ajaran-ajaran Kanjeng Nabi berusaha untuk terus “membumikan” risalah Islam di zaman yang terus berubah.

Itulah “nabi-nabi baru,” meskipun istilah ini mungkin terlalu “keras” di sebagian telinga orang. Yang menarik adalah Kanjeng Nabi sendiri menegaskan dalam hadis yang sahih: al-‘ulama’ waratsatu-l-anbiya’—para ulama adalah pewaris para nabi-nabi. Hadis lain (menurut sebagian ulama seperti al-‘Iraqi [w. 1404], ini bukan hadis yang sahih) bahkan menegaskan: ‘ulama’u ummati ka-anbiya’i Bani Isra’il—ulama dari kalangan umatku (maksudnya: Kanjeng Nabi) adalah sama kedudukannya dengan nabi-nabi bangsa Yahudi.

Hadis-hadis ini, bagi saya, amat menarik, sebab menegaskan bahwa “kenabian” sebetulnya tidak berakhir walau era kanabian secara formal sudah berlalu. Kenabian tidak bisa berakhir karena kebenaran Tuhan tidak boleh berhenti; kebenaran Tuhan harus terus hadir untuk memandu manusia menemukan jawaban atas masalah-masalah baru. Tugas kenabian setelah era kenabian akan diteruskan oleh pada ulama, intelektual dan cendekiawan yang berfungsi sebagai “penerjemah-penerjemah baru” kebenaran Tuhan.

Kedua: bahwa pesan-pesan yang dibawa oleh Nabi Muhammad bersifat universal, dalam pengertian: ia berlaku untuk siapa saja yang mau menerimanya. Agama Islam, sebagaimana agama-agama dunia lain, adalah agama universal. Pesan-pesannya berlaku dan relevan untuk seluruh bangsa. Karena itu, sejak awal, Islam membawakan ajaran penting: kesetaraan (al-musawah) umat manusia di hadapan Tuhan.

Sebelum zaman Hak Asasi Manusia sekarang, agama-agamalah (termasuk Islam) yang merupakan “fore-runners,” pendahulu yang mengajarkan ide kesederajatan umat manusia. Banyak sarjana yang menegaskan: gagasan modern tentang HAM sebetulnya berasal dari tiga agama besar: Yahudi-Kristen-Islam. Tiga agama inilah yang dengan tegas mengemukakan ide tentang manusia sebagai makhluk terhormat (seperti ditegaskan dalam Qur’an: wa-laqad karramna Bani Adam—Dan Aku telah memuliakan anak cucu Adam, QS 17:70).

Dengan kata lain, hadirnya nabi-nabi telah membawa perubahan penting dalam peradaban manusia—salah satunya, mengajarkan “human dignity”!


Sepanjang Ramadan, MOJOK.CO akan menampilkan kolom khusus “Wisata Akidah Bersama al-Ghazali” yang diampu oleh Ulil Abshar Abdalla. Tayang setiap pukul 16.00 WIB.

Terakhir diperbarui pada 17 Mei 2020 oleh

Tags: al-ghazaliWisata Akidah
Iklan
Ulil Abshar Abdalla

Ulil Abshar Abdalla

Cendikiawan muslim.

Artikel Terkait

Kolom

Masa Depan Agama-agama Dunia

23 Mei 2020
Kolom

Argumen Keberadaan Tuhan untuk ‘New Atheists’

22 Mei 2020
Kolom

Kita Tak Bisa Lagi Beragama secara Solipsistik

21 Mei 2020
Kolom

Masih Relevankah Doktrin Politik Sunni pada Masa Ini?

20 Mei 2020
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
dikhianati kekasih

Aku Frustrasi dan Sempat Ingin Bunuh Diri Karena Dikhianati Kekasihku Sendiri

Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Ngekos di Kecamatan Beji Membuka Mata dengan Sisi Gelap Mahasiswa Depok.MOJOK.CO

Ngekos di Kecamatan Beji Bikin Membuka Mata dengan Sisi Gelap Mahasiswa Depok

9 Mei 2025
Program Barak Militer bagi Siswa Nakal: Penghinaan Akal Sehat dan Pengingkaran terhadap Esensi Pendidikan.MOJOK.CO

Program Barak Militer bagi Siswa Nakal: Penghinaan Akal Sehat dan Pengingkaran terhadap Esensi Pendidikan

9 Mei 2025
Luna Maya menikah dengan Maxime Bouttier. MOJOK.CO

Dari Luna Maya Saya Belajar, Kalau Jodoh Nggak Bakal Kemana meski Butuh Waktu yang Nggak Sebentar

8 Mei 2025
Ayam Bahagia, Telur Ayam Sejahtera: Begini Cara Beternak Anti Stres ala UGM

Ayam Bahagia, Telur Ayam Sejahtera: Begini Cara Beternak Anti Stres ala UGM

8 Mei 2025
Calon Orang Sukses Jogja Sekolahya di Sekolah Favorit MOJOK.CO

Calon Orang Sukses di Jogja Biasanya Pernah Belajar di Sekolah Favorit

10 Mei 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.