MOJOK.CO – Izinkan saya melakukan klaim lagi. Jangan-jangan, menu kremesan ayam goreng di Yogyakarta memang lahir dari keisengan saya dan kawan saja.
Bagi saya, surga dunia ada di atas sepiring nasi putih hangat ditaburi kremesan ayam goreng. Yah, paling tidak itu menurut saya dan seorang sahabat saya waktu dulu kuliah dan masih ngekos di Yogyakarta.
Namanya saja anak kos. Harus pintar ngirit kiriman orang tua. Kalau bisa makan enak dan kenyang tanpa membobol dompet yang memang sudah tipis, pasti itu menjadi pilihan terbaik.
Yogyakarta zaman saya kuliah dulu memang terlampau sulit untuk dilupakan. Jauh lebih sulit daripada melupakan senyuman mantan.
Gimana nggak, ngekos di Yogyakarta adalah kali pertama saya belajar hidup jauh dari orang tua. Yang dulunya nggak pernah mikirin cara ngatur duit biar cukup buat kebutuhan sebulan, terpaksa belajar ngirit dan menentukan prioritas. Yang biasanya tiap bangun pagi langsung inspeksi aneka menu sarapan di meja makan, setelah ngekos, harus berjuang sendiri mencari sarapan.
Jadi inget rutinitas saya tiap pagi. Setelah bangun tidur, cuci muka dikit untuk menyamarkan muka bantal. Sambil masih mengenakan baby doll, saya menyambar jaket di gantungan dan cukup pakai sandal jepit.
Saya dan beberapa teman kos jalan kaki untuk membeli sarapan. Kalau untuk pagi, tentu nggak mungkin langsung berburu kremensan ayam goreng favorit itu. Sarapan favorit saya adalah nasi rames atau nasi pecel nggak jauh dari kos saya di daerah Mrican, Sleman.
Kadang kala, kami rela berjalan agak jauh sedikit ke Jalan Gejayan untuk ngantri nasi gudeg. Waktu itu, seporsi nasi gudeg masih Rp5.000. Itu sudah lengkap dengan suwiran ayam dan telur separuh. Kenyang dan enak.
Kalau makan siang, langganan saya adalah warung dekat kampus. Namanya Warung Texas. Salah satu warung legendaris untuk mahasiswa Sanata Dharma dan sekitarnya. Di sinilah, saya menemukan keajaiban menu nasi putih dan kremesan ayam goreng.
Jalan masuk menuju Warung Texas berupa lorong sempit “yang tersembunyi”. Kalau anak sekarang menyebutnya hidden gem.
Jangan ditanya soal kelezatan dan variasi masakannya. Meskipun warungnya nyelempit, tapi selalu jadi favorit.
Setiap hari, masakan yang tersaji pasti segar dan baru. Hampir selalu masih hangat, ditemani satu termos besar penuh nasi yang terus mengepul. Aroma masakannya membangkitkan selera mahasiswa dompet tipis yang kelaparan.
Warung Texas penuh sesak ketika jam makan siang tiba. Sebuah pemandangan biasa ketika pembeli sampai nggak kebagian tempat duduk. Selain masakannya yang enak, harganya juga pas di kantong para perantau berdompet tipis. Belum lagi porsi nasinya yang selalu jumbo. Bikin kenyang, puas, dan tuman.
Warung favorit ini sangat membantu kehidupan kami. Terutama di akhir bulan, di mana perjuangan semakin berat untuk mengais isi dompet.
Nah, di Warung Texas, ada menu bernama kremesan ayam goreng. Kremesan ayam goreng dibuat dari tepung beras yang dibumbui lalu digoreng di minyak bekas ayam goreng.
Sudah pasti rasanya lezat, beraroma ayam, dan kemriuk. Pengganti kerupuk paling ultimate.
Kremesan ayam goreng ini adalah penolong di saat dompet sudah sekarat. Sebetulnya, kremesan ini nggak termasuk menu yang dijual. Pembeli bisa ngambil secukupnya untuk teman makan.
Iya, kremesan ayam goreng ini hanya sebagai taburan lauk ayam goreng atau menu lainnya. Jadi, setiap hari, selalu ada semangkuk kremesan ayam goreng disediakan untuk tambahan lauk.
Setahu saya, waktu itu, belum ada pembeli yang punya ide untuk menjadikan kremesan ayam goreng sebagai “lauk utama”. Padahal potensinya ketika dipadukan nasi hangat dan sambal itu aduhai betul.
Saya dan seorang sahabat punya ide untuk menjadikannya lauk utama. Sekali lagi, saya ingatkan, bahwa ini semua soal prinsip awal, yaitu namanya juga anak kos. Harus pintar ngirit uang makan.
Jadi gini. Porsi nasi kalau minta bungkus di Warung Texas selalu jumbo. Mirip warung nasi padang. Nah, bagi kami berdua, duo cewek yang lemah lembut dan berperut mungil, tentu terlalu banyak.
Suatu ketika, kami patungan untuk membeli nasi putih sebungkus. Iya, cukup sebungkus saja untuk berdua. Lauknya? Ambil kremesan ayam goreng yang gratis itu. Jadi, kami hanya membayar seharga separuh porsi nasi untuk sekali makan siang. Itu surga dunia bagi kami, terutama di akhir bulan. Makan enak, kenyang, dan enak. Sudah cukup untuk bertahan hidup.
Aksi cerdas ini, mohon maaf jika saya klaim begitu, berlangsung sangat lama. Kami masih melakukannya sampai akhirnya lulus. Namun, tentu saja kami nggak setiap hari melakukannya. Kami juga butuh asupan gizi lewat sayur dan lauk lain.
Nah, seiring waktu, nggak tahu awalnya gimana, makin banyak mahasiswa yang meniru ide kami. Banyak dari mereka yang beli makan sama lauk minimalis, sambal, dan kremesan ayam goreng sebanyak mungkin. Mungkin pada akhirnya mereka menemukan “jalan kebenaran” yang kami berdua ciptakan. Hehehe….
Pada akhirnya, pemilik Warung Texas menyadari “kelicikan” kami. Saya yakin, sebetulnya pemilik warung sudah lama sadar bahwa kremesan ayam goreng mereka dijadikan lauk utama demi gratisan, tapi memilih diam. Mungkin prihatin sama tingkah mahasiswa yang lagi kelaparan.
Ternyata bukan perut kenyang saja yang bisa memicu revolusi. Perut lapar berpotensi melahirkan kreativitas yang mungkin nggak kamu sadari.
Kabar terakhir yang dulu saya terima dari kawan di Yogyakarta menyebutkan bahwa kremesan ayam goreng yang termasyhur itu nggak lagi gratis. Kawan saya itu bahkan sengaja memotret sebaki penuh kremesan ayam goreng yang dibungkus plastik berukuran sedang, lalu mengirimkannya pada saya.
“Ini gara-gara kamu dulu sukanya ngide ngambil banyak kremesan ayam goreng. Lihat sekarang, yang punya warung udah pasang harga.”
Saya tertawa terbahak-bahak.
Berarti, penerapan prinsip ngirit yang saya lakukan waktu itu menjadi semacam inspirasi bisnis. Izinkan saya melakukan klaim lagi. Jangan-jangan, menu kremesan ayam goreng memang lahir dari keisengan saya saja.
Namun, sebenarnya, bukankah kami sama-sama beruntung? Saya pernah menikmati masa kremesan ayam goreng secara gratis, sedangkan pemilik warung mendapat ilham untuk menambah pendapatannya. What a beautiful symbiosis!
Tulisan ini saya akhiri di sini. Saya takut kalau kebanyakan klaim saya jadi seperti negara tetangga. Hih!
BACA JUGA Rocket Chicken, Ayam Goreng Penyelamat Perut dan Lidah dan artikel menarik lainnya di rubrik ESAI.
Penulis: Tantrini Andang
Editor: Yamadipati Seno