Mahasiswa UMY Atasi Sampah di Laut Wakatobi dengan Stove Rocket, Bukti KKN Tidak Hanya Bikin Papan Nama

KKN UMY Tidak Hanya Bisa Bikin Papan Nama MOJOK.CO

Ilustrasi KKN UMY Tidak Hanya Bisa Bikin Papan Nama. (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.COKKN UMY datang ke Wakatobi bukan untuk bikin papan nama. Mereka datang untuk memberi manfaat dengan dampak nyata.

Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang paling hits adalah buat papan nama jalan, mengecat fasilitas umum, dan bersih-bersih masjid. Template program KKN ini tentu bisa membosankan bagi warga desa yang menjadi lokasi. 

KKN tahun sebelumnya membuat papan nama jalan dari kayu, yang acapkali kualitasnya juga tidak bagus. Setahun papan nama dimakan rayap, dihancurkan air hujan dan terik matahari. KKN tahun selanjutnya membuat papan nama baru di sampingnya. Tidak lupa nama kampus ditulis di papan nama jalan.

Tidak aneh jika warga desa bosan dengan model KKN dengan template seperti di atas. Alih-alih pemberdayaan masyarakat, mahasiswa yang datang justru merepotkan warga desa. Kedatangan tim mahasiswa KKN disambut dengan nir-ikhlas oleh warga. Mahasiswa harus bersiap tertekan.

Ini yang beda dari tim KKN Tapak Pengabdi Khatulistiwa, yang biasa disebut Tabik. Selama tiga tahun, tim KKN Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini datang ke kepulauan Wakatobi, di Sulawesi Tenggara. Alih-alih membangun papan penunjuk jalan, mereka membangun stove rocket untuk mengatasi sampah.

Laut yang jelita menyambut KKN UMY

Wakatobi sendiri merupakan gabungan dari empat pulau utama: Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Di kawasan ini terletak Taman Nasional Laut Wakatobi seluas kurang lebih 1,3 sampai dengan 1,4 juta hektar, menjadi habitat bagi terumbu karang, ikan, dan biota laut lainnya. 

Keelokan Taman Nasional Laut Wakatobi laksana surga yang turun ke muka bumi. Surga nyata di pusat segitiga karang dunia (the heart of coral reef triangle center) julukan bagi Wakatobi. Karena keelokannya, Wakatobi masuk dalam 10 destinasi wisata prioritas yang ditetapkan pemerintah.

Datang sebagai mahasiswa yang menjalankan dharma pengabdian dalam kerangka tridarma perguruan tinggi. Mahasiswa KKN Tabik ini bukan untuk merayakan musim liburan dengan snorkeling, tapi untuk mendampingi masyarakat suku Bajo. 

Mereka tinggal di desa Mola Nelayan Bhakti, sebuah kampung padat penduduk yang berada di atas laut yang dihuni warga Bajo di pulau Wangi-wangi. Sebagai dosen pendamping lapangan, saya ikut tinggal bersama warga Bajo bersama mahasiswa. Keramahan warga Bajo selalu membuat kami tidur larut malam, karena setiap malam selalu asyik berbincang ditemani menu ikan segar bakar.

Sampah yang merusak

Masalah utama di Wakatobi itu klasik tapi serius. Lautnya indah, tapi banyak sampah. Terumbu karangnya jelita, tapi kerusakan mengancam di depan mata. Dari botol air mineral, kantong kresek, sampai sachet shampoo, nyangkut di pesisir dan merusak terumbu karang. Sangat mengganggu pemandangan. 

Air laut Wakatobi yang jernih, semakin memperlihatkan sampah yang menumpuk di dasar pesisir. Saat air surut, pemandangan sampah yang menumpuk di dasar pesisir semakin kentara.

Tahun 2023 saya ke Wakatobi untuk kali pertama bersama dengan mahasiswa UMY yang KKN di tahun tersebut. Sampah mulai menjadi persoalan. 

Tahun 2024, sampah semakin menumpuk di perkampungan Mola Nelayan Bakti. Tahun 2024 ini menjadi titik awal gagasan program KKN yang lebih serius fokus ke sampah. Setelah diskusi dengan warga, sambil membakar ikan, munculah ide membuat gerobak sampah. 

Bersama dengan warga, mahasiswa membangun gerobak sampah. Sesuai namanya, gerobak ini dipakai untuk mengangkut sampah dari perkampungan Mola Nelayan Bakti ke tempat penampungan sampah. Tapi ternyata masalah tidak terselesaikan. 

Mola Nelayan Bakti adalah kampung yang dibangun di pesisir laut. Kebanyakan rumahnya masih dalam bentuk panggung. Beberapa rumah terpisahkan laut, sehingga harus pakai perahu kecil untuk bertetangga. 

Beberapa rumah terhubungkan dengan jalan yang kecil, bahkan karena kecilnya, motor yang harus berlaluan satu per satu saat bersimpangan. Karena kondisi ini, sampah yang terkumpul sulit dibawa keluar dari kampung menuju tempat pembuangan sampah.

Stove rocket, pilihan akhir KKN UMY

Setelah gerobak sampah gagal mengatasi persoalan sampah yang dihadapi warga Bajo di kawasan desa Mola Nelayan Bakti, inisiatif baru lahir di KKN tahun 2025. Stove rocket, sebuah teknologi sederhana untuk membakar sampah dengan asap yang ditekan seminimal mungkin, menjadi pilihan akhir. 

Namun, persoalan baru menghadang. Pembangunan stove rocket butuh biaya, sementara program KKN UMY yang lain juga perlu digarap.

Sebuah bangunan bekas pos kamling yang berada di samping kantor kepala desa Mola Nelayan Bakti dimanfaatkan. Bersama warga Bajo, mahasiswa KKN merekayasa bangunan yang mulanya terbengkalai menjadi bernilai. Semangat gotong royong datang seperti angin dari lautan. Warga Bajo datang menyumbang besi dan pelat untuk kompor pembakaran sampah.

Setelah stove rocket jadi, terobosan nyata teknologi tepat guna ini diperkenalkan kepada warga. Dimulai dari anak-anak yang diajak untuk memilah sampah organik dan anorganik. Sampah anorganik dikumpulkan, dan dibawa anak-anak dalam kantong. Mereka berbaris secara tertib menunggu giliran memasukan sampah ke stove rocket.

Stove rocket pertama di kepulauan Wakatobi ini mendapat dukungan dari pemerintah lokal, melalui Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Wakatobi. Rencananya, pemerintah akan melanjutkan rocket stove di desa-desa lain.

Roket kecil untuk harapan besar

Stove rocket adalah benda fisik. Mentalitas juga perlu dibangun. Mahasiswa melakukan audit lingkungan, dengan mengumpulkan sampah dan mencatat korporasi besar yang menjadi produsen di tingkat hulu. 

Hasilnya, sampah plastik yang dihasilkan dari produk perusahaan multinasional mendominasi. Warga juga diajak untuk mengurangi penggunaan produk yang menghasilkan sampah, dan mengkampanyekan penggunaan kantong yang bisa digunakan berulang. Tas kresek yang sekali pakai dihindari.

KKN Tabik di Wakatobi bukan proyek besar dengan dana ratusan juta. KKN ini adalah inisiatif mahasiswa melalui skema KKN Mandiri. Inisiatif yang berdampak nyata. Pantai yang lebih bersih, dapur yang lebih hemat, sampai warga yang mulai bangga dengan program ramah lingkungan mereka sendiri. 

Di Wakatobi, mahasiswa tidak cuma menyalakan api di stove rocket, tapi juga di hati orang-orang yang percaya: perubahan bisa dimulai dari hal sekecil sampah dan sehangat nyala api, di tepi lautan yang jelita. Stove rocket adalah roket kecil di tepi lautan yang meluncur membawa perubahan sosial untuk menghadapi perubahan iklim.

Penulis: Fajar Junaedi

Editor: Yamadipati Seno

BACA JUGA Wakatobi Menawarkan Kejutan yang Menyenangkan bagi Orang Jawa dan catatan menarik lainnya di rubrik ESAI.

Exit mobile version