Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai Khotbah

Kisah TKI Kerja Masak Babi untuk Biayai Anaknya Nyantri

Ahmad Khadafi oleh Ahmad Khadafi
21 Februari 2020
A A
Kisah TKI Kerja Masak Babi untuk Biayai Anaknya Nyantri
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

MOJOK.CO – Sebagai TKI di Hongkong, Bu Inah harus masakin majikannya babi padahal uangnya untuk biaya mondokin anaknya yang santri.

Bu Inah gelisah, berkali-kali membenarkan letak duduknya. Seperti takut ada yang salah. Matanya selalu memandang lantai ke bawah.

“Wah, tumben Bu Inah balik ke Indonesia. Udah boyong dari Hongkong ini?” tanya Gus Mut santai.

“Anu, Gus. Kebetulan ini dibolehin ambil cuti agak lama, mau nengok anak saya yang mondok di sini,” kata Bu Inah.

Karena santri Gus Mut tak terlalu banyak, Gus Mut masih hafal nama-nama orang tua santri yang mondok di tempatnya. Tak cuma hafal, Gus Mut pun selalu menjalin hubungan baik dengan para orang tua santri.

“Oh, lah tadi ini udah ketemu sama anaknya?” tanya Gus Mut.

“Udah tadi, Gus,”

“Berarti posisi saat ini Bu Inah masih kerja di Hongkong ya?” tanya Gus Mut.

“Iya, Gus. Masih jadi PRT. Bahasa kerennya asisten rumah tangga lah,” kata Bu Inah sedikit senyum.

Tak berapa lama, datang Fanshuri sambil membawa papan catur. Sore itu mereka memang mau janjian main catur, namun melihat ada tamu di kediaman Gus Mut, Fanshuri sejenak berhenti di depan teras.

“Sini, Fan. Masuk aja. Duduk sini. Nggak apa-apa,” kata Gus Mut.

Fanshuri lalu ikut duduk ke dalam teras.

“Gus, saya mau tanya sesuatu. Tapi Gus Mut jangan marah ya?” tanya Bu Inah tiba-tiba, sesaat setelah Fanshuri menaruh pantat di kursi teras.

Gus Mut agak bingung dengan ultimatum tersebut. “Memang kenapa, Bu?” tanya Gus Mut.

Iklan

“Jadi gini Gus, saya ini kerja di Hongkong. Kerjaan saya itu tiap hari masakin buat majikan saya, kadang antar anak majikan saya,” kata Bu Inah.

Gus Mut dan Fanshuri menyimak.

“Ya bagus dong, Bu,” kata Gus Mut.

“Tapi masalahnya majikan saya ini non-muslim,” kata Bu Inah.

“Nggak apa-apa dong,” kata Gus Mut lagi.

“Masalahnya, kadang majikan saya minta saya masak babi, goreng babi. Ya nggak setiap hari juga sih mereka makan babi, Gus. Kadang dua minggu sekali, tiga minggu sekali. Lalu kalau hari Minggu saya sering anterin anaknya ke gereja,” kata Bu Inah.

Gus Mut terdiam.

“Lebih masalah lagi, anak saya itu mondok di tempat Gus Mut. Jadi uang yang saya pakai untuk bayar mondok, buat uang saku anak, kebutuhan keluarga sehari-hari itu pakai uang kayak gitu, Gus. Kira-kira hukumnya kayak gitu gimana ya, Gus?”

Gus Mut terdiam sejenak.

“Bapak kerja apa, Bu?” tanya Gus Mut.

“Suami saya udah meninggal lama banget, Gus,” kata Bu Inah.

“Oh, maaf,” kata Gus Mut.

“Nggak apa-apa, Gus. Jadi gimana?” tanya Bu Inah lagi.

“Kalau dari problem kayak gitu saya nggak bisa menghukumi, Bu,” kata Gus Mut.

“Lah kok nggak bisa menghukumi, Gus?” tanya Bu Inah.

“Soalnya kan dhorurot. Hal-hal dhoruot itu sudah beda posisi hukumnya. Kecuali Bu Inah punya pilihan kerjaan lain selain itu. Udah dicoba, Bu?” tanya Gus Mut.

“Saya udah coba minta agensinya untuk pindah majikan sebenarnya. Dua tahun ini belum ada perkembangan, Gus. Jadi ya saya bertahan aja dulu ketimbang keluarga saya nggak makan dan anak-anak nggak bisa pada mondok sama sekolah,” kata Bu Inah.

“Ya udah, dijalani saja dulu sampai ada jalan keluar, Bu. Bu Inah doa sama Gusti Allah, saya juga doain dari sini, semoga dicariin jalan keluar,” kata Gus Mut.

Bu Inah tampak lega mendengar perkataan Gus Mut. Tak berapa lama kemudian undur diri. Pamit.

Begitu Bu Inah hilang dari pandangan Gus Mut, Fanshuri langsung nyerocos.

“Lah, bukannya itu hukumnya pasti haram ya, Gus? Apapun hasil dari keuntungan dari barang yang haram itu hasilnya juga haram kan? Bahkan soal babi ini jelas banget dalilnya kalau hasil keuntungannya dari segala aspek itu haram,” kata Fanshuri.

Gus Mut mengangguk.

“Lalu kenapa Gus Mut nggak bilang haram aja gitu?” tanya Fanshuri.

“Terus siapa yang mau biayai kehidupan keluarganya Bu Inah? Kamu mau, Fan?” tanya Gus Mut.

“Ya saya nggak ada duit. Saya kan bukan orang kaya,” kata Fanshuri.

“Ya sama kalau gitu. Kita sama-sama nggak bisa nyelesain masalahnya kok malah jadi yang ribut?” kata Gus Mut.

“Tapi kan kalau haram ya haram aja. Ngapain malah jadi halal?” kata Fanshuri.

“Siapa yang bilang jadi halal, Fan? Nggak ada yang bilang kayak gitu. Tadi kan saya bilang dhorurot. Bu Inah itu sebenarnya juga sama kayak kamu—mungkin, sudah tahu hukumnya, tapi situasi hidupnya yang sulit bikin dia ragu,” kata Gus Mut.

“Lagian, seharusnya Bu Inah nggak perlu mikir duniawi banget gitu. Cabut aja dari Hongkong, kerja aja di sini,” kata Fanshuri.

“Fan, problem-nya masyarakat itu nggak hitam-putih kayak di kitab-kitab yang udah kamu baca. Ada banyak aspeknya. Sosial, psikologi, wah macam-macam. Dan itu terbentuk bukan cuma karena hasil baca kitab-kitab, tapi juga interaksi. Semakin sering berinteraksi maka bakal makin luwes. Sedangkan makin jarang interaksi dengan masyarakat ya jadinya kayak kamu gitu. Flat. Kaku.”

“Ya nggak apa-apa dong, yang penting kan benar. Perkara orang itu nggak mau percaya ya urusan dia sama Gusti Allah,” kata Fanshuri.

“Fan, masyarakat kayak Bu Inah itu percaya sama agama karena dianggap mampu memecahkan problematika kehidupannya. Lah kalau agama ini disampaikan malah jadi problem baru, itu justru makin bahaya lagi. Bisa-bisa Bu Inah malah beralih ke yang lain, memangnya kamu mau tanggung jawab?” tanya Gus Mut.

Fanshuri cuma terdiam, lalu cengegesan.


*) Diolah dari cerita Gus Baha’.

BACA JUGA Sebab Babi adalah Haram dan Musuh Umat Islam atau tulisan rubrik Khotbah lainnya.

Terakhir diperbarui pada 21 Februari 2020 oleh

Tags: babiHongkonghukum babimasak babiTKI
Ahmad Khadafi

Ahmad Khadafi

Redaktur Mojok. Santri. Penulis buku "Dari Bilik Pesantren" dan "Islam Kita Nggak ke Mana-mana kok Disuruh Kembali".

Artikel Terkait

Gaji Caregiver di Jepang Besar, tapi Melelahkan dan Penuh Fitnah.MOJOK.CO
Ragam

Kepahitan Kerja di Jepang yang Nggak Pernah Diceritakan Influencer, tapi Masih Lebih Menjanjikan Ketimbang di Indonesia

18 Februari 2025
Pengalaman sopir di Arab Saudi yang mendaftar sebagai petugas haji. MOJOK.CO
Ragam

Cerita Orang Kudus 20 Tahun Menjadi Sopir di Arab Saudi, Punya Tugas Khusus Cari Jemaah Haji Nyasar 

13 November 2024
Ibu-Ibu di Rembang Dipaksa Kerja karena Suami yang TKI Sudah Tak Berdaya MOJOK.CO
Ragam

Ibu-Ibu Rembang “Dipaksa” Kerja Pabrik karena Para Suami Tak Bisa Lagi Jadi TKI di Malaysia, Kaget Ternyata Kerja Secapek Itu, Baru 3 Hari Langsung Berhenti

24 April 2024
Di Rembang TKI Lebih Bermartabat ketimbang Sarjana MOJOK.CO
Ragam

Bagi Orang Rembang Jadi TKI di Malaysia Lebih Terhormat ketimbang Sarjana, Gara-Gara Sarjana Banyak yang Nganggur dan Jadi Beban Orang Tua Padahal Kuliah sampai Jual Sawah

8 April 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Para penyandang disabilitas jebolan SLB punya kesempatan kerja setara sebagai karyawan Alfamart berkat Alfability Menyapa MOJOK.CO

Disabilitas Jebolan SLB Bisa Kerja Setara di Alfamart, Merasa Diterima dan Dihargai Potensinya

2 Desember 2025
Gowes Ke-Bike-An Maybank Indonesia Mojok.co

Maybank Indonesia Perkuat Komitmen Keberlanjutan Lewat Program Gowes Ke-BIKE-an

29 November 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
Guru sulit mengajar Matematika. MOJOK.CO

Susahnya Guru Gen Z Mengajar Matematika ke “Anak Zaman Now”, Sudah SMP tapi Belum Bisa Calistung

2 Desember 2025
banjir sumatra.mojok.co

Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?

4 Desember 2025
Kirim anak "mondok" ke Dagestan Rusia ketimbang kuliah UGM-UI, biar jadi petarung MMA di UFC MOJOK.CO

Tren Rencana Kirim Anak ke Dagestan ketimbang Kuliah UGM-UI, Daerah Paling Islam di Rusia tempat Lahir “Para Monster” MMA

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.