Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai Khotbah

Kentut Menggebu-gebu untuk Menyenangkan Tuhan

Muhammad Zaid Sudi oleh Muhammad Zaid Sudi
30 Juni 2017
A A
kentut-mojok

kentut-mojok

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Salah satu ingatan saya terkait Ramadan tahun ini adalah soal kentut. Bukan kentut di dalam air yang kontroversial itu, melainkan kentut biasa. Kentut reguler.

Tahun ini saya bertemu dengan orang yang meyakini bahwa buang gas tidak hanya membatalkan wudu, tapi juga puasa. Saya pikir ia sedang melucu, ternyata tidak. Ia bersungguh-sungguh dengan pendiriannya.

Tentu saja pandangan ini terdengar aneh. Bahkan puasa orang-orang yang mencapai tingkat khawas tidak menyinggung soal kentut. Logikanya, kalau kentut bikin batal, berarti kencing atau berak juga demikian.

Sulit membayangkan penderitaan lahir batin yang harus ditanggung orang yang berpuasa seperti itu. Ia tidak hanya harus menahan lapar dan dahaga, tapi juga hajat biologis lain. Ia juga pasti menghindari bobok siang yang nikmat itu agar tidak kebobolan. Menu buka atau sahur harus dipilih dengan ekstra hati-hati agar terhindar dari kelebihan gas atau mules di siang hari. Maka, saya maklum jika kemudian, katanya, ia tidak pernah bisa menuntaskan puasanya barang seminggu dalam sebulan.

Lagi pula, kalau model puasa seperti itu yang diberlakukan, Ramadan pasti menjadi bulan paling muram. Spanduk-spanduk menyambut bulan suci akan ditulis dengan nada sedih. Imbauan agar kita tidak kentut selama siang Ramadan akan menjadi lelucon di pinggir-pinggir jalan. Kemungkinan terburuknya, ada juga razia orang kentut.

Untungnya “kebenaran” yang rancu itu tak pernah terjadi. Jika tidak, saya pasti akan lebih memilih membayar fidiah.

Kerancuan itu bisa jadi akibat salah guru atau keliru follow grup. Bisa juga karena hasrat yang menggebu-gebu menampilkan ibadah yang sempurna tapi tanpa disertai pengetahuan yang cukup. Atau punya pengetahuan tapi dengan kecemasan akut. Bisa pula oplosan dari semuanya.

Kecemasan yang berlebihan bisa menyebabkan patologi kognitif. Almukarrom Abraham Maslow pernah menulis beberapa ciri penderita ini, di antaranya: kebutuhan kompulsif terhadap kepastian; suka membuat generalisasi prematur; menolak ketidaktahuan karena gengsi dikatakan bodoh, lemah, atau naif; kecenderungan untuk memegahkan diri, megalomania, arogansi atau egoisme, dan ketidakmampuan bersikap rendah hati.

Soal hasrat yang menggebu, saya ingat salah satu cerita Gus Mus tentang hal ini. Beliau mengilustrasikan lewat kisah awal-awal perkawinan beliau. Sebagai pengantin baru, Nyai Fatma berupaya menyenangkan suaminya. Ia ingin mempersembahkan yang terbaik, tak terkecuali soal masakan.

Suatu hari Nyai Fatma membuat masakan bersantan. Agar mencapai rasa yang puncak Nyai Fatma memperbanyak santan. Makanan siap. Tapi malang, respons yang didapatnya tak sesuai harapan. Gus Mus hanya mencicipinya sedikit saja. Tidak selahap yang ia bayangkan. Nyai Fatma gundah. Ia merasa gagal memberikan pelayanan dan diabaikan.

Ibu mertuanya menangkap kesedihan menantunya. Nyai Fatma mengadukan masalahnya. Sambil tersenyum, ibu mertua menjelasan bahwa Gus Mus memang tidak terlalu suka makanan bersantan. Nyai Fatma pun mafhum. Cinta yang menggebu-gebu tanpa pengetahuan yang cukup pun bisa keliru.

Kasus serupa acap terjadi dalam kehidupan beragama kita. Didorong oleh keinginan yang besar untuk menjaga kemurnian agama, menjunjung kemurnian iman, atau menyenangkan Tuhan, banyak yang melakukan sesuatu tapi belum tentu membuat Tuhan berkenan. Larangan menyalatkan jenazah yang berbeda pandangan di masjid tertentu, menghalalkan darah dan kehormatan saudara sesama agama yang dicap sesat, atau memprovokasi orang lain agar tidak menghadiri salat di sebuah masjid karena keislaman khatibnya dianggap tidak segagah keislaman dirinya adalah sedikit contoh dari aktualisasi diri yang tidak sehat.

Orang-orang yang tidak memiliki cukup informasi memang cenderung mempunyai plafon diri yang rendah. Mereka jadi mudah merasa gerah, pandangannya jadi sempit, dan selera humornya hilang.

Orang-orang itu pasti juga berpuasa, menahan lapar, dahaga, bahkan mungkin kentut, tapi tidak—meminjam ungkapan khotbah Pak Quraish Shihab: menempa hati, mengasuh jiwa, dan mengasah nalar. Mereka pasti bertakbir sepanjang malam, tapi bukan untuk mengagungkan Tuhan, melainkan memompa ego mereka.

Iklan

Ya, semoga puasa kita dijauhkan dari menjadi serupa kentut.

Terakhir diperbarui pada 30 Juni 2017 oleh

Tags: gus musKentutPuasaQuraish ShihabRamadan
Muhammad Zaid Sudi

Muhammad Zaid Sudi

Kadang penulis, kadang penerjemah, kadang guru ngaji. Tinggal di Jogja.

Artikel Terkait

Perang sarung dulu buat seru-seruan kini jadi tindakan kriminal MOJOK.CO
Ragam

Perang Sarung Kini Jadi Tindakan Kriminal, Apa Sih yang Sebenarnya Para Remaja Ini Perlukan?

13 Maret 2025
Idul Fitri Bukan Hari Kemenangan MOJOK.CO
Ragam

Jangan Pernah Menduga Idul Fitri sebagai Hari Kemenangan

10 April 2024
anak sma dari jogja ngajar ngaji di jepang.MOJOK.CO
Aktual

Anak SMA dari Jogja Dakwah di Jepang Selama Ramadan, Emak-emak Semangat Minta Diajar Ngaji Sampai Tengah Malam

3 April 2024
Minta Tanda Tangan Imam di Ramadan itu Merepotkan MOJOK.CO
Ragam

Minta Tanda Tangan Imam di Bulan Ramadan, Kegiatan yang Pernah Dianggap Imam Masjid Merepotkan dan Membuang Waktu

28 Maret 2024
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Banjir sumatra, Nestapa Tinggal di Gayo Lues, Aceh. Hidup Waswas Menanti Bencana. MOJOK.CO

Tragedi Sumatra Timbulkan Trauma: “Saya Belum Pernah Lihat Gayo Lues Seporak-poranda ini bahkan Saat Tsunami Aceh”

2 Desember 2025
Gen Z fresh graduate lulusan UGM pilih bisnis jualan keris dan barang antik di Jogja MOJOK.CO

Gen Z Lulusan UGM Pilih Jualan Keris, Tepis Gengsi dari Kesan Kuno dan Kerja Kantoran karena Omzet Puluhan Juta

2 Desember 2025
Bioskop NSC Rembang, bangunan kecil di tanah tandus yang jadi hiburan banyak orang MOJOK.CO

Bioskop NSC Rembang Jadi Olok-olokan Orang Sok Kota, Tapi Beri Kebahagiaan Sederhana

1 Desember 2025
pendidikan, lulusan sarjana nganggur, sulit kerja.MOJOK.CO

Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada

5 Desember 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
8 tahun merantau di Jakarta akhirnya resign. MOJOK.CO

Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama

4 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.