MOJOK.CO – Lah memang bisa uang haram yang dilarang dalam agama itu dibikin jadi halal? Bukannya itu berbahaya sekali dan bikin jadi nggak berkah?
“Alhamdulillah kemarin saya sukses menolak uang haram, Gus,” kata Fanshuri sembari main catur bersama Gus Mut.
“Hah? Gimana, Fan?” Gus Mut tak begitu memerhatikan.
“Uang haram,” kata Fanshuri lagi.
“Menolak gimana itu ceritanya?” tanya Gus Mut.
“Kemarin datang seorang teman yang coba bayar utang. Kebetulan teman saya itu suka judi, terus karena habis menang atau tembus begitu, ia coba bayar utangnya ke saya. Ya saya yang tahu duitnya dari begitu-begitu saya ya nggak mau lah. Lah wong sudah pasti haram,” kata Fanshuri.
Gus Mut tiba-tiba menepuk jidatnya. “Duh,” terdengar suara pelan dari mulut Gus Mut.
Fanshuri lumayan terkejut dengan reaksi Gus Mut. Reaksi yang tak terpikirkan sama sekali. Dalam bayangan Fanshuri, dia hari itu bakal dipuji Gus Mut atas perilakunya menolak uang haram, tapi yang terjadi malah kebalikannya.
“Kenapa malah kamu tolak, Fan?” tanya Gus Mut.
“Lah?” Fanshuri bingung.
“Itu serius, akhirnya uang itu kamu tolak?”
“Emang salah ya, Gus?” tanya Fanshuri.
Gus Mut tersenyum. Meski menyesalkan tindakan Fanshuri, Gus Mut masih berusaha untuk tetap tenang.
“Sebentar, Gus. Bukannya uang haram itu bahaya ya? Kan saya juga nggak mau dong saya makan dari uang-uang begitu, bisa bahaya buat saya dong. Ini kok Gus Mut jadi aneh malah minta saya menerima uang begituan,” kata Fanshuri.
“Gini, Fan,” kata Gus Mut sambil bersandar ke kursinya, “Uang itu memang uang haram, tapi justru karena kamu tahu itu haram yang secara akad kamu mendapatkannya sah, maksudnya cara kamu memperolehnya halal, dalam hal ini untuk bayar utangmu, ya malah harus kamu terima.”
“Kok aneh banget, Gus? Bukannya itu melanggar prinsip uang haram harusnya jangan dipakai ya?” tanya Fanshuri.
“Jangan dipakai untuk apa dulu. Kalau untuk kamu beli makan ya jangan. Atau kamu pakai untuk biaya sekolah anakmu. Ya jangan juga,” kata Gus Mut.
“Lah terus buat apa dong?” tanya Fanshuri.
“Ya kamu sedekahkan ke orang lain atau ke masjid. Kalau sudah kefilter di kamu, itu jadi halal, Fan. Atau uang itu dimanfaatkan untuk hal-hal yang dihinakan. Misalnya untuk bikin kamar mandi, beli sandal, beli keset biar diinjak-injak,” kata Gus Mut.
“Kok gitu, Gus? Baru tahu aku kalau kita bisa mengubah uang haram jadi halal. Bukannya itu bahaya ya?” kata Fanshuri.
Gus Mut terkekeh.
“Justru lebih bahaya lagi kalau kamu menolak uang itu lalu kembali ke orang yang biasa mengonsumsi uang haram itu,” kata Gus Mut.
Fanshuri masih bingung.
“Fan, uang yang kamu tolak itu, jauh lebih besar kemungkinannya dipakai untuk judi lagi sama temanmu. Dengan kamu menerima uang haram itu, setidaknya kamu bisa memotong kebiasaannya berjudi untuk beberapa waktu. Syukur-syukur temanmu itu terus tobat. Intinya uang haram di tangan orang saleh itu lebih baik daripada uang haram di tangan orang nggak bener,” kata Gus Mut.
Fanshuri menerawang.
“Ta-tapi kan, saya juga takut, Gus,” kata Fanshuri.
“Makanya prinsip yang dipakai jangan transaksional begitu sifatnya, tapi mentalmu adalah mental menyita harta yang haram. Jadi diniatkan olehmu itu untuk menyita uang haram agar tidak diputar menjadi keharaman-keharaman berikutnya,” kata Gus Mut.
Fanshuri manggut-manggut, dia baru tahu perkara semacam ini.
“Walah, saya malah dengan pedenya bilang, ‘Utangmu nggak usah dibayar aja,’ ke teman saya itu,” kata Fanshuri polos.
Gus Mut tertawa meski menyesalkan perbuatan Fanshuri itu.
“Ya, apa yang kamu lakukan itu baik. Tapi itu juga jadi pelajaran juga, Fan, buat kamu. Bahkan dalam kebaikan pun, itu ada ilmunya. Bukan sekadar yang penting niat baik saja,” kata Gus Mut ditutup dengan Fanshuri yang kini cengengesan.
*) Diolah dari pengajiannya Gus Baha’.
BACA JUGA Pilihan Surat saat Salat Jamaah Jangan yang Panjang, Umat Juga Punya Urusan Lain atau kisah-kisah Gus Mut lainnya.