Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal
Beranda Esai

Kesaksian Mahasiswa Tua yang Belum Lulus Juga

Kalis Mardiasih oleh Kalis Mardiasih
9 Juni 2016
0
A A
Kesaksian Mahasiswa Tua yang Belum Lulus Juga

Kesaksian Mahasiswa Tua yang Belum Lulus Juga

Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Saya telat membaca tulisan Dewi Setya yang delusi menyebar naskah pidato kelulusannya lewat Mojok. Tolong maklum, akhir-akhir ini saya sibuk. Ngana pikir, apalagi kalau bukan ngebut mengerjakan skripsi yang foldernya sudah menjadi sangat keramat dan berlevel ma’rifat saking sunyi tanpa gangguan di dalam laptop? Membaca tulisan Dewi Setya, dan malah repot-repot menjawabnya, ini jelas kesia-siaan, kedzaliman terhadap diri sendiri yang sudah terancam DO bulan depan. Tapi, apa daya, saya tetap harus menuliskannya demi kebaikan seluruh sidang pembaca. Zaman informasi membuat Mojok berhasil menjadi situs yang menghegemoni tanpa harus repot-repot mengadakan penataran P4, membubarkan PKI, apalagi mengirim tentara untuk menembaki rakyat-rakyat tak berdosa demi perpanjangan kontrak Freeport. Mojok cukup menjadi simpul budaya literer daring yang sedikit nakal dan banyak akal. Awww, ada nggak sih cowok bujang yang karakternya kayak Mojok gitu, tapi maunya sih yang banyak nakal, banyak akal…

Deq Dewi yang baru saja diwisuda tapi gagal mengorasikan rancangan pidatonya di auditorium kampus, saya berbahagia membaca tulisan sampeyan. Sampeyan sepertinya bagian dari mahasiswa Jogja yang berhasil mempergauli Jogja dengan jauh lebih intim ketimbang Mas Rangga dan Gengnya Mbak Cinta. Jika mereka cuma bisa gumun melihat pameran seni, memasang ekspresi berlebihan ketika melihat pentas seni, ndugem alay dan berakhir dengan playon di Puthuk Setumbu ala-ala bocah kurang dolan, saya yakin Deq Dewi tidak begitu.

Deq Dewi melihat yang tidak terlihat lebih dari yang terlihat. Kesadaran kritis dalam tulisan Deq Dewi ini seperti merangkum jiwa-jiwa rebel yang dilahirkan oleh Jogja pada masa lalu. Kesadaran yang merangkum jiwa revolusiyener khas Budiman Sudjatmiko, jiwa sastrawan yang cintanya tak tepat waktu khas Puthut EA, jiwa pekerja kebudayaan Muhidin M Dahlan dan Kang Zen RS idolaqu, dan tak ketinggalan juga aroma menawan papah muda Iqbal Aji Daryono (percayalah, hanya Jogja dan hanya Jogja yang mampu melahirkan jiwa-jiwa semacam itu).

Jangankan ruang-ruang diskusi macam LPM Ekspresi atau Dongeng Kopia, datang ke Sangkring, Tembi, dan Mandiri Artjog saja pasti sebuah kebiasaan, lha wong mahsyurnya Angkringan Mojok yang ada di pucuk Jalan Damai yang naik gojeknya dari Stasiun Lempuyangan lumayan mehong saja sampeyan tahu.

Ada paragraf di mana Deq Dewi mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang saya yakin Begawan Rusdi Mathari atau Capres Kokok Dirgantoro saja pasti gemeter untuk menjawabnya. Berapa buku yang sudah anda baca? Berapa diskusi yang sudah anda datangi? Dapatkah anda membaca permasalahan sosial dengan status lepasnya kemahasiswaan anda? Duh deq, mengetiknya saja tangan saya sampai kemringet, jantung saya mak tratap, dan ndhas saya kliyengan (oh ya, kayaknya saya cuma lupa sahur tadi).

Serius, pertanyaan Deq Dewi ini pertanyaan yang lebih sulit untuk dijawab dibanding pertanyaan “kapan kawin” saat lebaran nanti. Seseorang yang terpelajar, kata Mbah Kung se-tanah kelahiran saya di Blora, Pramoedya Ananta Toer, haruslah adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Mereka yang lulus cepat ataupun tepat itu belum berarti salah, sebagaimana saya, Amanatia Junda, dan Fatimah Zahrah, geng perawan Mojok yang belum lulus di semester patbelas, juga belum tentu benar. Sebagaimana penuntasan hak para penyintas 65 itu wajib, tetapi menutup fakta bahwa PKI dengan segala perencanaan coup-nya pernah bersalah juga kurang bijak. Begitulah Deq, ideologi seluhur apapun, jika sudah mulai ditumbuhi penyakit yang kata Nietzche disebut Will to Power alias keinginan menguasai, ya tetap saja hasilnya Ra Mashoook, Hambok yakin. Lha wong teriak Allohu Akbar saja bisa membakar rumah ibadah Ahmadiyah dan membiarkan jamaahnya berada di pengungsian bertahun-tahun, to? Lho, ini tadi apa hubungannya sih? Ada, pasti ada.

Memang benar, ada orang-orang yang lulusnya lama dan acara wisudanya menjadi milestone. Prima SW, contohnya. Pegiat literasi yang amat militan itu, juga alumni mahasiswa hardcore yang lulus pada ujung masa kritis. Ia sibuk di Persma, di GLI, dan menjadi aktivis pembela masyarakat yang tenggorokannya tercekat dihimpit konflik agraria. Ketika lulus, laporan jurnalistiknya makin memukau. Buku terbarunya, yang berjudul “Orang Miskin Takut ke Bank” adalah buah kegelisahannya soal-soal ekonomi kerakyatan. Sayang, ia tak henti menyetarakan diri dengan Dian Sastro dan sengaja melupakan persoalan berat badan.

Tapi Deq, kita juga harus adil menyatakan bahwa peradaban manusia ini tidak hanya butuh jurnalis. Mas Marco dan Tirto Adhi Soerjo, tidak bisa menggerakkan Medan Prijaji kalau tidak ada dananya. Buktinya, para kuli tinta itu tidak lebih mahsyur dari Tjokroaminoto yang terampil mengelola perusahan-perusahaan Sarikat Islam di Soerabaja. Tjokroaminoto tidak hanya pandai berstrategi, tapi sekaligus borjuis kecil dan juragan kos yang mampu menyingkirkan orang-orang yang tak ia suka dalam Sarekat Islam sekaligus mampu mengendalikan gerakan karena kepemilikan kapitalnya.

Jadi intinya bukan pada “produk” nya, tetapi apakah produk-produk itu berketuhanan, berkemanusiaan, bersatu, penuh hikmah permusywaratan, dan berkeadilan (Katanya harus Pancasilais, to?). Membangun pabrik semen itu tidak salah, tetapi menyerobot tanah rakyat dengan mengkhianati AMDAL apalagi sampai menyewa cangkem para intelektual kampus untuk menyajikan data penuh kebohongan, itulah kekejian. Membangun mal itu tidak salah, tetapi menyuap pejabat untuk mendapat izin bangunan, membeli tanah penduduk dengan harga murah (itu juga nyicil) lalu mengiming-imingi mereka untuk meninggalkan ladang agar menjadi buruh mal tanpa hak serikat dengan sistem outsourcing, itulah kejahatan. Membangun kereta cepat Jakarta-Bandung itu tidak salah, tetapi kalau sejumlah tujuh ribu pekerjanya semua dari warga Negara Cina, eh, Tiongkok bahkan tanpa seleksi tertentu, Indonesia dapat untung apa, Pak Jokowi? Plis, jawab Pak, Plis.

Benar, memang hanya kesadaran kritis yang mampu menunda dunia ini biar nggak cepet-cepet kiamat. Harus ada orang-orang yang selalu sadar bahwa tanpa terus menerus membangun hotel dan gedung pusat perbelanjaan, peradaban manusia akan tetap baik-baik saja. Harus ada orang-orang yang selalu sadar bahwa progresifitas kadang tidak sama dengan kemajuan yang disalahtasiri oleh modernitas.

Toh, agama juga mengajarkan laku qonaah, yang bagi saya sangat efektif untuk mengendalikan laju konsumsi. Saya kadang merinding membayangkan jika generasi kita telaten memaknai filsafat qanaah, filsafat fikih al bi’ah, filsafat keadilan, lalu mem-break-down filsafat semacam itu dalam sebuah kitab taktik seperti das kapital-nya Marx atau Gerpolek-nya Tan Malaka.

Eeeeeeng, intinya, kami ini sebenernya ndak lulus-lulus karena salah kami sendiri. Simak baik-baik, kesaksian ini hanya saya bagikan satu kali. Sebenernya, saya dan Amanatia Junda itu nggak lulus-lulus hanya karena peristiwa remeh: patah hati. Ya, kami dikhianati oleh sejenis lelaki aktivis yang manis-di-bibir-memutar-kata-malah-kau-tuduh-akulah-segala-penyebabnya, cuma, ya nggak pernah pengumuman. Kami tak ingin membuat Kepala Suku Mojok malu hanya karena para kontributornya memasang curhat di dinding ratapan fesbuk.

Begitu lho, Deq…

Akhir kata, selamat sarjana. Doakan kami segera menyusul bulan ini atau bulan depan

Terakhir diperbarui pada 10 Agustus 2021 oleh

Tags: Mahasiswasarjanawisuda
Iklan
Kalis Mardiasih

Kalis Mardiasih

Artikel Terkait

Kuliah S1 selama 4 tahun semakin tak relevan lagi karena nyatanya banyak sarjana pengangguran, beda dengan vokasi? MOJOK.CO
Kampus

Kuliah S1 4 Tahun Terlalu Lama dan Tak Relevan Lagi karena Peluang di Dunia Kerja Lebih Nyata Vokasi?

4 Juli 2025
Nelangsa lulusan universitas (sarjana) susah cari kerja alias jadi pengangguran. Bapak minta ganti rugi karena udah keluar uang banyak semasa kuliah MOJOK.CO
Ragam

Lulusan Universitas Jadi Sarjana Pengangguran, Langsung Dituntut Bapak Ganti Rugi Biaya Besar Semasa Kuliah sampai Hidup Kebingungan

3 Juli 2025
Gagal UTBK, kuliah.MOJOK.CO
Kampus

Saat Anak Gagal dalam Kuliahnya Meski Sudah Keluar Biaya Ratusan Juta, Orang Tua Cuma Bisa Pura-Pura Bangga agar Anak Tak Kecewa

30 Juni 2025
Orangtua mati-matian kuliahkan anak, setelah jadi sarjana malah nikmati kesuksesan dengan ijazah S1 sendiri MOJOK.CO
Ragam

Orangtua Mati-matian Kuliahkan Anak sampai Jual Tanah, Setelah Sarjana Malah Nikmati Kesuksesan Sendiri dan Biarkan Ortu Hidup Susah

27 Juni 2025
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Festival Literasi Jogja 2025 di Yogyakarta: Contoh kegiatan literasi yang mengajak masyarakat berpikir aras tinggi MOJOK.CO

Festival Literasi Jogja 2025 Ajak Masyarakat Berpikir Aras Tinggi di Tengah Tantangan Literasi Indonesia di Tingkat Dunia

9 Juli 2025
KSAL Cup Hiu Selatan International Hard Enduro ke-7 yang digelar di Kabupaten Kendal diramaikan peserta 14 negara MOJOK.CO

Mengeksplor Kendal dalam Ajang Motor Trail Internasional: Diramaikan Peserta dari 14 Negara, Beri Dampak Ganda

5 Juli 2025
Tolak gabung pencak silat PSHT demi ikut karate. Tak menyesal karena jauh dari keributan meski harus dimusuhi saudara sendiri MOJOK.CO

Gara-gara Tolak Gabung PSHT demi Karate Jadi Dimusuhi Saudara Sendiri, Tak Menyesal karena Jauh dari “Keburukan” kayak Pencak Silat

10 Juli 2025
Smartfren luncurkan Sarah, yakni AI untuk layani pelanggan 24 jam setiap hari MOJOK.CO

Smartfren Luncurkan “Sarah”: Asisten Virtual AI yang Siap Layani Pelanggan 24 Jam Setiap Hari, Bukan Sekadar Chatbot

9 Juli 2025
Resah anggota perguruan pencak silat SH Winongo (PSHW), selalu kena imbas ketika PSHT berulah MOJOK.CO

Repotnya Anggota SH Winongo (PSHW): Berupaya Ajarkan Pencak Silat Damai tapi Kena Imbas Ulah PSHT, Gara-gara Sesama “SH”

7 Juli 2025

AmsiNews

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Cara Kirim Artikel
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Kerja Sama
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Laporan Transparansi
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.