MOJOK.CO – Sarana olahraga yang paling lumrah dan banyak disediakan di pos-pos ronda di seluruh lingkungan RT di Indonesia adalah papan karambol.
Di artikel sebelumnya, Mas Kokok Dirgantoro berusaha membantah pandangan masyarakat yang menganggap bahwa sepakbola adalah olahraga rakyat. Sebagai seorang Kokok-ers yang kaffah, tentu saya sangat setuju dengan bantahan Mas Kokok.
Tapi sayang, sikap setuju saya terpaksa harus berdurasi singkat, mung sak udutan, karena ternyata, dalil bantahan yang diajukan oleh Mas Kokok ternyata sangat dhoif, Mas Kokok justru menganggap bahwa olahraga yang paling merakyat adalah Tinju. Merakyat dengkulmu mlocot, Mas. Merakyat kok kalau mau tanding harus pakai promotor.
Nah, menurut saya, harusnya bukan tinju, melainkan karambol.
Karena karambol bukan olahraga biasa, ia olahraga yang membuat banyak pria menjadi makhluk yang lebih cekatan, fokus, jago menyentil, dan yang lebih penting: peka terhadap “lubang”.
Lebih dari itu, olahraga ini juga rasanya pantas diangkat menjadi olahraga nasional, setidaknya ada beberapa alasan, di antaranya:
Karambol adalah olahraga yang komunal
Tinju, sepakbola, catur, bulutangkis… olahraga macam apa itu? Olahraga kok cuma dua pemain, dua tim, dua kubu. Serangannya juga cuma dua arah. Kalau nggak si A nyerang si B, paling yo sebaliknya, Si B nyerang si A. Persis kayak pertarungan Partai Demokrat melawan Partai Republik di Amerika Serikat sana. Sangat tidak ngindonesia. Sangat tidak partisipasif.
Padahal kita semua tahu, bahwa Indonesia adalah negara yang sangat menjunjung persatuan dan kebersamaan. Terutama dalam aspek pembangunan. Semakin banyak yang terlibat, semakin baik.
Nah, karambol sadar benar akal hal itu, itulah mengapa olahraga didesain sedemikian rupa agar bisa dimainkan oleh empat pemain, empat kubu (bukan hanya dua). Serangannya pun bukan cuma serangan dua arah, melainkan serangan ke empat penjuru mata angin.
Dalam karambol, prinsip kebersamaan dijaga sebegitu eratnya. Kalah-menang itu nomor sekian, yang terpenting semuanya bisa ikut berpartisipasi dalam permainan.
Karambol berani menggebrak pakem
Dalam satu set, lapangan tenis berkali-kali dipel agar lantainya tidak licin. Dalam sepakbola sepatu yang dipakai para pemain sengaja didesain dilengkapi dengan pul agar tidak licin saat berlari di rumput. Di ajang balapan, para rider selalu memakai ban khusus saat hujan agar tidak licin.
Ya, licin seakan-akan menjadi musuh bagi banyak cabang olahraga. Tapi tidak bagi karambol. Karena dalam olahraga ini, licin adalah teman, slick are friends.
Maka jangan heran jika dalam permainan karambol, kristal dan tepung perlu sesekali ditaburkan di atas papan. Tujuannya apa? Ya biar licin.
Bisa dibayangkan, betapa hebatnya karambol karena berani menggebrak pakem olahraga yang biasanya sangat anti-kelicinan. Dalam olahraga ini, aspek tak baik seperti kelicinan bukannya dilawan, tapi justru dirangkul.
Ini menjadi bukti sahih, bahwa karambol adalah permainan yang anti-mainstream. Tidak mengikuti arus pakem tertentu. Karena penggagas olahraga ini sadar, hanya tahi dan ikan mati yang selalu bergerak mengikuti arus.
Karambol mengajarkan filosofi syukur dan nilai-nilai sosial
Dalam karambol, ada aturan dimana para pemain hanya boleh memasukkan koin yang berada di luar kotak areanya sendiri. Kalau ia ingin menembak koin yang berada di areanya sendiri, ia tidak boleh menembaknya secara langsung, melainkan harus ngeban (memantulkan) gacuknya ke papan pantul milik lawan.
Aturan ini seakan menyindir kita para manusia, bahwa sejatinya, kita tak boleh kemaruk. Terkadang, segala sesuatu yang ada di hadapan kita tak selalu bakal menjadi milik kita. Karena sejatinya, semua sudah diatur jatah dan porsinya.
Aturan karambol ini juga mengajarkan kepada kita, bahwa di dunia ini kita tidak bisa mendapatkan segala sesuatunya sendiri, sebagai makhluk sosial, kita akan selalu membutuhkan bantuan orang lain.
Pada titik ini, sudah sangat jelas, bahwa permainan ini bukan sekadar olahraga, namun juga bisa menjadi mentor sosial-spiritual yang baik dan filosofis.
Karambol itu sopan
Bisa dibilang, karambol adalah olahraga yang menjunjung tinggi kesopanan. Kenapa? Karena karambol adalah olahraga yang sunnahnya dilakukan sambil lesehan.
Seperti yang kita tahu, lesehan tak selamannya berarti lemah, tidak digdaya, marjinal, dan lain sebagainya. Ada kalanya, lesehan adalah pewujudan sikap sederhana dan sopan dalam bentuk yang paripurna. Dan sekali lagi, karambol sangat merepresentasikan hal itu.
Etapi Mas, bukankah selain karambol, catur juga bisa dimainkan sambil lesehan? Iya, memang bisa, tapi ya balik lagi ke poin pertama tadi, catur pemainnya cuma dua orang, padahal lesehan itu juga simbol ririungan, kesederhanaan yang dibalut kebersamaan. Lha kalau sudah lesehan tapi masih tetep egois, terus apa gunanya?
Karambol benar-benar merakyat
Ini poin yang paling penting, karambol adalah olahraga yang merakyat. Buktinya, sarana olahraga yang paling lumrah dan banyak disediakan di pos-pos ronda di seluruh lingkungan RT di Indonesia adalah papan karambol. Bukan meja biliar, lapangan futsal, ring tinju, apalagi lintasan sirkuit.
***
Nah, pembaca, itulah beberapa sebab mengapa karambol patut dipertimbangkan sebagai olahraga nasional yang merakyat dan patut untuk diberdayakan.
Wahai para praktisi karambol di seluruh tanah air, bersatulah! Perjuangkan tuntutan kalian agar olahraga ini kelak bisa dimasukkan dalam daftar olahraga yang dipertandingkan di Pekan Olahraga Nasional.
Salam karambol, salam bersahaja.
Anggota tidak tetap PAKAR SENDI (Persatuan Karambol Seluruh Indonesia)
BACA JUGA Hansip Dibubarkan karena Banyak Sedot Anggaran Negara: Halo Mobil Dinas Pejabat, Halo? dan ESAI lainnya.