Indonesia 2017 dalam Pusaran Film Horor

pocong-mojok.co

pocong-mojok.co

[MOJOK.CO] “Tes pengetahuan film horor Indonesia 2017-mu di sini! Kalo kesel, his name is also effort, Bung.”

Rana tinggal di pinggiran kota Jakarta di sebuah rumah retro warisan neneknya. Rana hidup bersama ibunya, bapaknya, dan ketiga adik laki-lakinya, Dono, Kasino dan Indro. Kisah dibuka dengan masalah finansial keluarga mereka yang kehabisan uang untuk biaya pengobatan sakit sang ibu. Penyakit yang begitu parah membuat Ibu tak mampu menggerakkan tubuhnya dan hanya berbaring di atas ranjang yang hangat. Untuk memanggil dan meminta bantuan, Ibu harus menggoyangkan boneka. Tepatnya, boneka kucing yang memiliki kalung lonceng.

“Ibok… Kirana sayang sekali sama Ibok. Kirana senang sekali kalau Ibok sayang sama Kirana,” ceracau Rana sembari menyisiri ibunya yang masih terbaring selow. “Ibok mau Kirana kepang rambutnya? Biar kayak Padawan di film Star Wars.”

Ibu hanya pasrah dengan kelakuan anak gadisnya. Padahal yang diinginkan Ibu hanyalah kesembuhan, bukan menjadi seorang Jedi.

Berbagai upaya dilakukan keluarga Rana untuk mendapatkan uang tambahan, termasuk berhenti langganan IndieHome dan menagih invoice milik Ibu yang sempat berkarier di dunia Instagram sebagai influencer sebelum akhirnya jatuh sakit karena keberatan endorse. Dono, Kasino, dan Indro pun rela menjual sepeda tandem 3 seats milik mereka bertiga demi menolong keluarganya. Upaya keluarga untuk membuat sang ibu sembuh dari penyakitnya gagal setelah Rana menemukan sang ibu terjatuh di lantai kamarnya dengan tulisan merah darah besar-besar berbunyi “WASTED!”.

Rana menjerit lalu pingsan. Ketika membuka mata, ternyata tadi hanya mimpi. Rana pun berlari ke kamar Ibu. Begitu masuk, Rana melihat sang ibu sudah berdiri menatap jendela.

“Ibok sudah bisa bangun?” tanya Rana terkejut.

Ibu tidak menjawab. Dia hanya mengangkat satu tangan. Sejurus kemudian boneka yang ada di atas ranjang mendadak melayang.

“Hah? Ibok juga sudah bisa menggunakan Force?” Rana takjub.

Ternyata tidak hanya boneka yang melayang, namun ranjang juga ikut terbang menghampiri, lalu menerjang Ibu. Ibu pun tertimpa ranjang hingga menghembuskan napas yang terakhir.

Di pemakaman Ibu, keluarga Rana dikenalkan dengan seorang pria tua berpeci dan putranya yang percaya teori Bumi datar, Handoko. Anak-beranak itu mencoba turut membantu mereka di masa berkabung. Salah satu bentuk bantuannya adalah mengingatkan keluarga Rana untuk salat, makan, dan jangan begadang.

“Aku bisa membuat mata batinmu terbuka,” sesumbar Handoko ketika perjalanan pulang dari kuburan.

“Caranya?” tanya Rana.

Dengan sigap Handoko langsung melepas wig dan memperlihatkan kepala botak ala Raja Neptunus di kartun SpongeBob.

Argh! My eyes!” Mata Rana langsung terbakar dan berasap. Kekuatan mata ketiga Rana pun bangkit.

Sejak itu, Rana mampu melihat lima bocah hantu Belanda yang selama ini tinggal di rumah.

“Kalian asli orang Belanda?” tanya Rana antusias.

Kakak-beradik hantu Belanda itu mengangguk pelan.

“Bagaimana perasaan kalian mengetahui Belanda tidak masuk Piala Dunia 2018?” ledek Rana.

Verdomme!” Hantu Belanda yang bernama William langsung menggetok kepala Rana pakai biola.

Rana pun berteman baik dengan hantu Belanda bersaudara yang tampan-tampan tersebut. Membuat Handoko yang asli pribumi merasa tersingkir. Untuk menarik perhatian Rana kembali, Handoko datang membawa sebuah permainan. Handoko menjadikan boneka kesayangan Ibu sebagai media bermain jailangkung.

“Dengan jailangkung ini, kita bisa masuk ke alam gaib. Kamu pasti penasaran penyebab sakit ibumu,” ujar Handoko sembari menyalakan lilin-lilin kecil yang menjadi syarat ritual. Semula lilin-lilin itu disusun membentuk “I <3 U”, namun Handoko langsung mengacaknya kembali ketika mendengar Dono, Kasino dan Indro berdehem secara kolektif, diakhiri jargon “Jangkrik, Bosss!”.

I get it, boneka Ibok ini dijadikan semacam portkey seperti di film Harry Potter.” Rana pun tertarik main jailangkung bersama Handoko.

“Datang gendong, pulang bopong, dengkul kopong,” rapal Handoko membacakan mantra yang didapatnya dari headline Koran Lampu Hijau.

Setelah itu, Rana dan Handoko melakukan astral projection. Arwah mereka mencelat keluar dari lubang hidung dan melesat menembus dinding dimensi lain.

Rana mendarat di masa lalu Ibu. Ternyata Ibu dulunya adalah nenek-nenek, lalu masuk ke sebuah studio foto misterius. Setelah dipotret oleh juru foto, wajah Ibu tampak 50 tahun lebih muda. Ibu yang kembali berumur 20 tahun, bertemu dengan Bapak yang masih perjaka. Keduanya pun menikah, beranak-pinak dan menua bersama.

“Ternyata Ibu sakit parah karena mengalami tua kuadrat,” simpul Rana.

“Ya. Ibumu mengikuti sekte pemuja setan untuk mendapatkan jodoh,” terang Handoko. “Umur yang telah dikorupsi oleh Ibu akan ditagihkan ke sisa hidup anak-anaknya.”

***

Dengan kematian Ibu, Bapak pun pergi ke kota untuk mendaftar sebagai driver Mikrolet Penulas Utang. Kematian Ibu ternyata jadi awal dari teror di rumah keluarga Rana. Rumah mereka dikepung oleh para zombie yang menagih utang Ibu.

Teman-teman hantu Belanda Rana mencoba membantu. Namun, para zombie bisa menembus hantu-hantu tersebut. Handoko turun tangan dengan buru-buru menanam bunga matahari dan sayur-mayur di pekarangan rumah. Namun Handoko malah dibentak Rana, “Ini bukan game Plants vs. Zombies! Get a life, dude!

His name is also effort,” jawab Handoko.

Don’t rich difficult people!” sahut Rana. “Bapakmu kan ustad. Minta beliau ke sini bacakan ayat suci untuk mengusir mereka!”

“Bapak bukan ustad. Beliau kebetulan hobi pakai peci saja. Pak RW juga pakai peci melulu, tapi bukan ustad, kan? Pak RW berbicara di mesjid hanya ketika membacakan laporan kas DKM,” cerocos Handoko dengan keadaan bulu jaket merinding.

Rana, Handoko, Dono, Kasino, dan Indro telah mati kutu dikerubungi oleh para zombie yang berhasil masuk rumah. Ketika Rana pasrah dan siap menyambut kematian, hal mengejutkan terjadi. Bukannya menggigit leher Rana, salah satu zombie malah nyelonong masuk ke kamar Ibu.

“Kami kemari untuk mengambil boneka ini,” ucap zombie ketika keluar kamar Ibu. “Di kuburan, Ibu tidak bisa tidur tenang tanpa memeluk boneka kesayangannya. Karena terganggu dengan kegusaran Ibu di kuburannya, kami kompakan kemari.”

“Jadi, kalian datang bukan untuk menjemput kami karena utang Ibok di masa lalu?” tanya Rana.

“Tidak sama sekali. Dosa orang tua tidak diturunkan ke anaknya,” terang zombie.

Rana otomatis menginjak kaki Handoko yang telah mengarang cerita hoax tentang ibunya. Tak lupa, Rana mengaktifkan mode duri-duri di bawah sol sepatunya, supaya Handoko makin tersiksa.

Kulanuwun,” pamit zombie, lalu berduyun-duyun pulang ke kompleks pemakaman.

Exit mobile version