Dosa Besar yang Terkandung dalam Sepiring Bebek Goreng Nasi Lemak

Bisa nggak kalau jajanan masa depan akan dikuasai produk yang kesannya hambar? Sepertinya sulit. Saya jawab sendiri biar cepet aja karena makanan seperti bebek goreng nasi lemak itu lebih memanjakan lidah manusia.

Sepiring Dosa di Balik Nikmatnya Bebek Goreng Nasi Lemak MOJOK.CO

Ilustrasi Sepiring Dosa di Balik Nikmatnya Bebek Goreng Nasi Lemak. (Mojok.co/Ega Fansuri)

MOJOK.COSepiring bebek goreng nasi lemak memang nikmat tiada tara. Namun, di dalamnya, terkandung dosa besar yang mengancam manusia.

Beberapa hari lalu, laman Twitter saya dihiasi dengan pemandangan nasi lemak di Surabaya yang lagi viral. Narator di video singkat itu menjelaskan bahwa, “Minyak goreng atau jelantah ini nih yang bikin nasi makin gurih, apalagi dipaduin dengan bebek goreng yang empuk dan berempah kayak gini. Peh makin berlipat-lipat ganda kenikmatannya.”

Sebagai perantau di Surabaya, pendapatnya itu memang valid. Saya juga nggak bakal menolak kalau ditraktir sepiring bebek goreng nasi lemak. Tapi, mari lupakan dulu sudut pandang dunia kuliner dan semua tetek bengek mengenai kelezatan rasa. Mari kita mengungkit bagian yang tidak semua nyaman untuk membahasnya, yaitu dari sudut pandang kesehatan.

Kandungan bahaya di dalam minyak goreng

Belum lama ini, saya membaca dua jurnal mengenai pengaruh minyak yang dipanaskan berulang. Persis seperti minyak yang warnanya mirip oli atau jelantah di mana pedagang bebek goreng nasi lemak menggunakannya. 

Jurnal pertama membahas tikus dan minyak. Tikus tersebut diberi tiga minyak yang mana masing-masing minyak kondisinya berbeda. Ada yang tidak dipanaskan, dipanaskan sekali, hingga yang berulang, dengan kelompok kontrol.

Selama 28 hari percobaan, minyak yang dipanaskan berulang, seperti minyak yang dipakai memasak bebek goreng nasi lemak, memberikan dampak yang dramatis terhadap perubahan jaringan usus, yang menjadikannya abnormal. Bagaimana dengan antioksidan dalam tubuh tikus itu? 

Enzim-enzim antioksidan yang menyerang radikal bebas, terukur naik lebih banyak pada tikus yang diberi makan minyak yang dipanaskan berulang. Artinya, senyawa oksidan seperti radikal bebas beranjak naik sesuai pemanasan berulang minyak tadi. Mari membayangkan manusia mengonsumsi minyak yang sama, yang dipakai untuk menggoreng bebek goreng nasi lemak. 

Jurnal kedua membahas hal yang sama, tapi kali ini menggunakan kelinci. Durasi penelitiannya lebih lama, yaitu 16 minggu. Hasilnya, jaringan hati kelinci mengalami kerusakan setelah banyak terpapar radikal bebas dari minyak yang dipanaskan berulang. Memang, kerusakan akibat radikal bebas tidak hanya terbatas di usus. Ia tidak pilih-pilih, seluruh tubuh kena dampak. 

Baca halaman selanjutnya….

Munculnya radikal bebas

Yang sebetulnya tidak ingin saya sampaikan adalah timbulnya radikal bebas akibat pemanasan berulang juga merusak pembuluh darah di seluruh tubuh. Stroke dan penyakit jantung koroner adalah dua contoh penyakit akibat pembuluh darah yang bermasalah, masing-masing di otak dan jantung. Itu di pembuluh darah besar, ya. Bagaimana dengan pembuluh darah kecil? Tentu lebih masif lagi rusaknya. 

Seperti biasa, rekomendasi medis memang menyebalkan dan sering tidak cocok dengan kondisi ekonomi masyarakat. Apalagi kalau membayangkan nikmatnya sepiring bebek goreng nasi lemak.

Memangnya sekaya apa, sih, kok minyak gorengnya cuma dipakai sekali lalu dibuang? Ya, walaupun menyedihkan, tapi namanya kenyataan, biasanya memang pahit. 

Lebih jauh, jika mengonsumsi banyak kalori dan minim nutrisi seperti bebek goreng nasi lemak tadi, apalagi dimakan terus-menerus, salah satu hasilnya adalah kelebihan berat badan. Mulai dari overweight, hingga obesitas.

Manusia butuh lemak, tapi…. 

Pada dasarnya, kita tetap perlu makanan berlemak, yang manis, dan berkolesterol. Namun, konsumsi berlebihannya itu yang jadi masalah. Gula akan dikonversi menjadi energi atau bakal disimpan di hati atau otot untuk nanti digunakan. Lemak juga kayak gitu. Setelah diproses di usus, ia bakal dibakar di sel otot atau disimpan dalam sel-sel lemak. 

Kolesterol sebenarnya juga senyawa yang diperlukan. Saking pentingnya, 75% kolesterol disintesis dalam tubuh. Perannya banyak. Misalnya jadi membran sel, juga sebagai bahan pembentukan hormon-hormon termasuk hormon seks serta vitamin D. 

Masalahnya tentu kalau kebanyakan. Bersamaan dengan lemak, kolesterol, dan ditambah radikal bebas yang beredar dalam darah, mereka bakal memicu pembentukan aterosklerosis yang pelan-pelan mempersempit dan merusak pembuluh darah. Ujungnya adalah stroke atau penyakit jantung koroner lagi.

Bahaya dari kelebihan berat badan

Kembali ke perkara kelebihan berat badan. Jika selama ini kriteria overweight adalah mereka yang memiliki BMI di atas 25 kg/m2, maka sudah 71% dari penduduk Amerika masuk dalam kriteria overweight sampai obesitas. 

Sangat kontras dengan penduduk di kota-kota Blue Zones alias kota paling sehat di dunia dengan angka harapan hidup yang panjang. Misalnya Ikaria (Yunani), Sardinia (Italia), dan Okinawa (Jepang). Di sana, kebanyakan penduduk memiliki BMI di bawah 23 kg/m2. 

Lalu, bagaimana jika batas BMI diturunkan menjadi 23 kg/m2? Ya, 88% penduduk Amerika menderita overweight sampai obesitas. Meninggalkan 10% penduduk yang benar-benar sehat. Yang terpotong populasi manusia dengan sakit kronis seperti kanker, gangguan imunitas, gangguan pencernaan, dan orang-orang yang kecanduan rokok dan minuman keras.

Pikirkan juga bahaya glukosa

Coba deh kita membuat perbandingan antara bebek goreng nasi lemak dengan sayuran yang berasal dari golongan kacang-kacangan. Dengan jumlah kalori yang sama, sayuran dari golongan kacang-kacangan akan diserap lebih lambat. 

Nah, hal ini membuat insulin keluar secara perlahan untuk menyimpan glukosa. Dibandingkan insulin yang keluar deras ketika tubuh kita memproses bebek goreng nasi lemak. 

Banjirnya insulin dengan makanan tinggi kalori ini, pelan-pelan, membuat sel-sel kita resisten terhadap insulin. Kelak, akan berkembang menjadi diabetes mellitus. 

Selain padat kalori, bebek goreng nasi lemak, dan jajaran fast food lain seperti hamburger dan kentang goreng juga padat garam dan penyedap rasa. Tentu dengan konsekuensi timbulnya efek samping lain. 

Lapar yang tidak berkesudahan

Ditambah lagi karena kurangnya serat dan mikronutrien dari bebek goreng nasi lemak, tubuh kita merasa makanan yang masuk masih kurang. Respons balik berupa lapar, lapar, dan lapar bakal terjadi. Akhirnya kita menjadi overeating machine

Alasannya, saat kita makan makanan yang enak, dopamin diproduksi dan membanjiri otak kita. Reward sistem kita diaktifkan. Membuat kita sebisa mungkin terus makan makanan yang manis, gurih, dan berlemak. 

Ada beberapa ahli yang mengatakan hal ini sebagai food addiction. Yah, meskipun terlalu berlebihan jika dibandingkan dengan adiksi lain seperti adiksi alkohol dan obat-obatan terlarang.

Padahal, tentang metabolisme makanan ini, kita perlu dua fase yang seharusnya saling seimbang. Pertama fase katabolik, dan kedua fase anabolik. Fase katabolik adalah waktu badan kita fokus untuk memproses makanan. Sedangkan fase anabolik adalah fase badan kita fokus menggunakan simpanan makanan dalam bentuk glikogen dan lemak yang akan dimanfaatkan menjadi energi. Ditambah, dalam fase anabolik, badan kita tengah efektif untuk detoksifikasi dan meningkatkan perbaikan sel. 

Dengan kata lain, semakin sering kita dalam fase anabolik, umur kita akan semakin panjang. Sebaliknya, semakin sering dalam fase katabolik, racun-racun tidak ternetralisir dan perbaikan sel tidak terjadi secara optimal.

Tren makanan sehat yang kayaknya cuma mitos

Pertanyaannya, dengan semua keruwetan makanan tinggi kalori dan minim nutrisi tadi, bisa nggak sih kalau di masa depan, kita akan menciptakan tren makanan sehat dengan aneka sayur warna-warni yang rendah gula, rendah garam, minimal pewarna dan penyedap rasa? Bisa nggak kalau jajanan masa depan akan dikuasai produk yang kesannya hambar?

Sepertinya sulit. Saya jawab sendiri biar cepet aja karena makanan seperti bebek goreng nasi lemak itu lebih memanjakan lidah manusia.

Buktinya, perusahaan makanan dan minuman yang menjamur di dunia memiliki produk dengan rasa yang kuat. Entah manis, gurih, atau asin. Rupa-rupanya ada aneka ayam goreng, es krim, sampai di tingkat lokal berupa bebek goreng lezat berlemak. 

Fenomena fast food genocide ini mungkin akan terus berlangsung. Namun, pengetahuan dan kesadaran yang saling tertukar dari satu orang ke orang lain, dan dari generasi ke generasi, diharapkan bisa pelan-pelan mengubah arah tren kuliner dunia.

Harapan hidup manusia bakal menurun

Dengan makanan yang serba enak dan menggugah selera seperti bebek goreng nasi lemak, semakin ke sini, angka harapan hidup manusia juga semakin turun. Jika ini adalah urusan mempertahankan spesies, manusia sudah menang kok. Lha wong umur 20-an kita sudah punya anak. 

Namun, untuk mempertahankan kehidupan individu, kita masuk ke tahap yang lebih berbahaya. Masa iya di masa depan umur manusia hanya bertahan di sekitar 50 sampai 60 tahun? Gara-gara tumbang dihantam stroke, penyakit jantung, diabetes mellitus, dan penyakit metabolik lain.  

Masih pengin awet muda, sehat, dan ganteng di usia mendekati 60 kayak Tyo Nugros? Atau masih cantik menawan di usia ke-40 kayak Dian Sastro? Meskipun mereka dibantu dengan skin care dan perawatan wahid, tanpa asupan nutrisi yang baik, nggak mungkin bisa awet muda kayak gitu.

“Nggak enak di lidah nggak apa-apa kalau, yang penting leher ke bawah enak.” Itu satu cuplikan ajian awet muda Tyo Nugros yang saya sendiri juga susah mengamalkannya.

BACA JUGA Nasi Minyak, Makanan Enak tapi Jahat dan analisis menarik lainnya di rubrik ESAI.

Penulis: Prima Ardiansah S.

Editor: Yamadipati Seno  

Exit mobile version