MOJOK.CO – Pemerintah saat ini nyatanya lebih kejam dan urakan dari Orde Baru bahkan Zionis. Demo digebuk, rakyat dilindas dengan beringas.
Suatu malam, Affan Kurniawan mendapat pesanan makanan daring. Tentu sebuah rutinitas yang biasa bagi Affan, mitra ojol berusia 21 tahun. Tapi malam itu berbeda. Ribuan orang sedang demo, sembari menahan represi aparat. Dan Affan Kurniawan, yang bukan bagian massa aksi, terjatuh di tengah jalan.
Belum sempat berdiri, satu mobil baja seberat 11 ton melindas tubuhnya. Mobil aparat itu meremukkan tulang Affan. Tidak hanya tulang Affan yang remuk, tapi juga “tulang punggung” keluarga dihancurkan negara. Affan Kurniawan dibunuh ketika bekerja. Dan kita semua, sama seperti Affan, mati dilindas oleh negara yang bahkan lebih kejam ketimbang Orde Baru dan Zionis keparat!
Negara membunuh, demo berakhir rusuh
Bagi pemerintah yang nyatanya lebih kejam dari Orde Baru ini, Affan dan para korban jiwa lainnya hanya akan berakhir sebagai angka statistik. Tapi, bagi kita, para korban jiwa adalah representasi nyata bahwa negara ini tega membunuh rakyatnya. Bukan hanya oleh oknum atau aparat saja ketika demo, tapi oleh negara langsung.
Gugatan atas gugurnya Affan dan korban jiwa lainnya adalah gugatan pada seluruh penyelenggara negara. Dari aparat keamanan, legislatif, sampai presiden dan wakilnya. Karena negara sudah naik kelas: lebih urakan daripada Orde Baru. Bahkan lebih keji dari Zionis!
Para korban bukan sekadar angka
Saya tidak perlu menjelaskan kronologi perihal gugurnya Affan dan korban jiwa lainnya. Semua media, lokal dan internasional, sudah mengabarkan kabar duka. Intinya, Affan dan korban jiwa lainnya dibunuh oleh aksi kekerasan yang tidak perlu dan salah sasaran. Pelakunya: aparat. Alatnya: Rantis Barracuda! Betapa rapuhnya nyawa di hadapan negara yang tanpa kendali.
Tapi tragedi ketika demo ini bukan perkara angka dan kabar duka. Ini adalah tanda bahaya!
Penyakit brutalisme aparat stadium akhir kini tidak lagi disembunyikan. Di depan ribuan mata, Affan dilindas dan diseret hingga gugur. Apalagi melibatkan perwira berpangkat kompol. Argumen “terpaksa” dan “tidak sengaja” hanyalah bunga bangkai pada kegagalan rantai komando aparat.
Lihat juga bagaimana respons Kapolri yang cepat dan terlihat panik. Aparat jelas takut pada solidaritas komunitas ojol yang solid dan masif. Tapi jika yang jadi korban adalah warga sipil tanpa kekuatan sosial, apakah akan diperlakukan sama?
Keadilan dan respons negara, sekali lagi, ditentukan oleh timbangan risiko. Mereka tidak mempertimbagkan keamanan dan kesejahteraan rakyat.
Kekejian yang sampai tulisan ini lahir belum selesai adalah tanda. Tragedi Affan dan korban jiwa lainnya adalah peringatan. Bahwa negara yang doyan joget-joget ini bisa kejam dengan terstruktur, sistematis, dan masif. Bahkan lebih dari Orde Baru dan Zionis.
Kekejaman Pemerintah hari Ini lebih dari Orde Baru dan Zionis
Membandingkan pemerintah hari ini dengan dua iblis peradaban itu mungkin berlebihan. Tapi coba perhatikan ini. Orde Baru adalah rezim otoriter yang “jujur” dalam kebengisannya. Mereka dengan telanjang membunuh demokrasi.
Pemerintah Indonesia hari ini menjadikan demokrasi sebagai topeng penutup borok. Mereka melakukan kekerasan dan perampokan di atas “pilihan rakyat”. Mereka membunuh peserta demo sekaligus juga mendirikan Kementerian HAM.
Demokrasi hanya jadi pajangan untuk menutupi paradigma represif Orde Baru yang fasis! Jadi kedok saat mereka menembaki rakyat yang menuntut suara mereka didengar!
Lalu bagaimana dengan Zionis? Ternyata negara kita tidak lebih baik. Para Zionis yang bajingan sejak dalam pikiran itu menindas Palestina. Semua demi kepuasan ideologi dan kemakmuran bangsa.
Pemerintah kita memeras lewat pajak dan membunuh dengan pentungan untuk apa? Mengeksploitasi bangsa yang memilih mereka jadi penyelenggara negara! Tidak ada ideologi, hanya ada nafsu bejat!
Netanyahu pasti tetap mengelus dada meskipun sudah membunuh ratusan bayi Palestina. Soeharto pasti menepuk jidat melihat ulah mantan mantu beserta jajarannya. Kita, rakyat, sudah tidak tahan dan berontak lewat demo-demo di banyak daerah. Rakyat menggugat pertanggungjawaban sembari melawan narasi pendengung bayaran.
Tuntutan demo tetap sama meskipun nadanya berbeda
Siapa yang akan kita tuntut dalam aksi demo serentak kemarin? Aparat? DPR? Pemerintah pusat? Tidak! Yang kita tuntut adalah mereka semua!
Dari gugurnya Affan, korban jiwa lainnya, keracunan MBG, pajak mencekik, represi dan kekerasan aparat yang masuk kampus di Unisba dan Unpas, hingga masifnya pengangguran punya satu sumber masalah yang sama. Pemerintah yang dipilih oleh rakyat, telah mengabaikan bangsanya sendiri demi kongkalikong jahat!
Tragedi ketika demo hari-hari ini dan aksi di berbagai tempat adalah buah kegagalan memimpin reformasi Polri. Bukannya dibenahi, malah disuntik dengan dana besar dan kenaikan pangkat.
Kekuatan oposisi dalam legislatif diredam dengan narasi, “Sistem kita tidak mengenal oposisi.” Disempurnakan dengan kenaikan gaji DPR yang membuat para wakil rakyat menjadi manusia setengah dewa.
Belum cukup, program setengah matang ikut digenjot demi kepuasan penguasa. Dari mendirikan IKN, MBG, sampai Danantara semua menguras APBN. Belum lagi minimnya tindak penanganan korupsi. Uang yang makin tipis harus terus disuplai. Dari mana uangnya? Pajak yang mencekik hasil keisengan Kementerian Keuangan!
Kita yang menanggung biaya hidup dan pemuasan nafsu pemerintah. Diperas oleh kenaikan PPN, Cukai, PPh, Tarif Dasar Listrik, perubahan BPJS, sampai implementasi Tapera. Ketidakstabilan ekonomi membuat banyak bisnis minggat atau gulung tikar. Akhirnya pengangguran merajalela. Gigs economy menjadi solusi putus asa yang melahirkan kelompok termarjinalkan seperti peserta demo dan kita semua.
Lihat, benang merahnya jelas! Semua ditenun jadi satu kain kafan yang diberikan negara kepada rakyat.
Maka, tak peduli sumber amarahmu, tujuannya sama: Menuntut tanggung jawab pemerintah sebagai representasi negara yang gagal!
Tidak masalah jika kamu marah karena tragedi ketika demo hari-hari ini, menuntut lapangan kerja, atau reformasi 100% atas pemerintah. Semua menunjuk pada satu hidung yang sama!
Harapan masih ada, meskipun Orde Baru wannabe ini makin gelap
Tapi jangan patah arang dahulu. Saya paham jika hatimu remuk redam.
Belum genap satu tahun pemerintahan Prabowo berjalan, kita sudah dihajar dari segala arah. Tapi hari ini adalah tanda yang membangkitkan harapan. Ternyata kita tidak tinggal diam. Selama kita mau berusaha, takdir bisa diubah! Bahkan ketika takdir menggariskan “Indonesia Gelap”.
Sekarang waktumu tampil untuk menuntut hak. Apapun lukamu, semua sumbangan negara. Maka, lakukan apa saja yang kamu bisa untuk menggugat. Entah demo turun ke jalan, menyumbang logistik, sampai membagikan informasi valid melalui media sosial. Apa saja yang kamu lakukan, tidak perlu ditimbang besar kecilnya. Semua berdampak bagi kesejahteraan kita di masa depan.
Saya ingin mengingatkan kamu sebelum pergi berjuang: Orde Baru wannabe ini tidak peduli! Kita, rakyat, harus saling bantu!
Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Jerat Warisan Bahasa Orde Baru dan catatan menarik lainnya di rubrik ESAI.











