Cerita Seorang Fanboy Kpop Melawan Stigma

MOJOK.COMenjadi fanboy kpop, kalau nggak gay ya kemayu. Udah ngaku aja, iya kan?

Suatu ketika, seorang teman perempuan—untuk tidak menyebutnya mantan gebetan—bertanya dengan tendensius di kolom chat, “Kamu suka kpop ya?”

Tentu saya saat itu berharap sekali ketika dia berinisiatif menghubungi saya duluan—menyatakan kangen lebih dulu. Tapi ya tidak untuk memastikan apakah benar saya adalah pencinta kpop atau bukan.

Lalu chat dia selanjutnya, “Udah, ngaku aja. Aku tahu kok hehe :)”

Begini, setahu saya, dia bukan penggemar kpop karena saya pernah menanyakan hal tersebut sebelumnya. Saya jelas tidak berada di posisi dapat memilih. Kalau saja dia bertanya karena penasaran atau iseng, tidak masalah.

Tapi saya tahu, dia tidak sedang benar-benar bertanya. Dia—sebagaimana kebanyakan perempuan—sudah tahu jawaban sebenarnya. Dia hanya butuh pengakuan dari saya, bukan jawaban.

Tentu saya sudah bisa menebak akan ke mana arah pembicaraan selanjutnya, beserta arah hubungan kami. Dia, satu dari sekian orang-orang yang mesti diluruskan pemahamannya tentang stereotip penggemar kpop yang dipercayainya.

Menjadi penggemar kpop saja sudah sulit, Saudara-saudarku. Apalagi menjadi seorang fanboy kpop.

Menjadi seorang fanboy kpop berarti harus bersiap dari yang namanya stigma dan stereotip sesat. Lebih sedihnya lagi, stigma dan stereotip ini kadang juga datang dari kalangan fangirl kpop yang jelas-jelas masih satu golongan dengan kami.

Fanboy Kpop Itu Kalau Nggak Gay, Pasti Kemayu!

Mohon maaf nih sebelumnya. Kalau boleh tahu, apa hubungannya selera musik dengan maskulinitas seorang lelaki ya? Terlebih, orientasi seksualnya?

Kalau kata Tretan Muslim sih, yang beginian mah: TIDAK ADA HABLUMNYA!1!!1!

Kalian tahu Sam Smith? Sam Smith itu gay, loh. Lantas, apakah penggemar Sam Smith ikutan gay pula? Kan, nggak.

Nah, begitu juga dengan kami para fanboy kpop. Apalagi yang bias-nya itu dari girl group. Itu normal aja keless. Kan, wajar kalau cowok suka sama cewek. Cowok suka dengan cewek itu justru sah-sah saja. Malahan, itu ciri seorang cowok hetero bukan gay.

Lah Terus Gimana Sama yang Ngeidolain Boy Group?

Ya nggak masalah dong. Cristiano Ronaldo fans-nya juga banyak cowok kok. Nggak lantas fanboy Cristiano Ronaldo sudah pasti kemayu dan gay hanya karena idolanya cowok, toh?

Fanboy yang bias-nya cowok itu ya wajar-wajar saja. Lagipula, kekaguman dan ketertarikan seseorang tak melulu bersifat seksual. Bisa saja kagum dengan bakat, sikap, semangat serta kerja keras mereka. Yang lagi-lagi, menjadi ciri khusus bahwa idola kpop memang dibentuk menjadi seperti  itu.

Mereka dilatih tidak hanya untuk menjadi seorang seniman, tetapi juga bagaimana selayaknya seorang idola, seorang tokoh publik. Sungguh adalah keniscayaan untuk mengagumi individu-individu kalangan idola kpop. Mereka ini sudah paket lengkap!1!1!1!

Dasar Makhluk-Makhluk Halu!

Pertama dan utama sekali, penting bagi saya meluruskan tentang halusinasi atau yang biasa disingkat dengan halu ini. Halusinasi secara singkat dapat didefinisikan sebagai gangguan psikis yang membuat penderitanya mengalami gangguan pada panca indranya. Misal, melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada, mendengar sesuatu yang tidak ada, mencintai seseorang yang tidak pernah ada.

Ketika seorang penggemar, entah itu fanboy ataupun fangirl, mengklaim dirinya sebagai kekasih, bahkan kadang suami atau istri dari idolanya, hal tersebut tidak dikategorikan sebagai halusinasi. Sudah jelas. Itu, kan, cuma ngaku-ngaku doang.

Tidak jauh berbeda kayak waktu masih kecil main jadi Power Rangers terus semua ngaku jadi Ranger Merah gitu lho. Buat seru-seruan doang. Nggak ada urusannya sama gejala halusinasi. Semua sah-sah saja dalam perang, cinta, dan ngidol.

Kami, para fanboy kpop juga bisa berpikir rasional kok. Sebelum berharap kami sudah sadar diri dulu. Tidak seperti anda yang terus berharap pada seseorang yang jelas tak lagi mencintai anda~

Ah, Suka Karena Visual Doang. Idolanya Sebenarnya Nggak Jago Nyanyi!

Tolong dong. Mikir. Pakai logika saja.

Adalah tugas seorang lelaki untuk mengagumi kecantikan seorang wanita~

Dunia sudah berubah, Bung! Dulu, sewaktu masih zamannya piringan hitam dan kaset pita atau lebih lama sebelum itu, penampilan para penyanyi memang tidak terlalu dianggap penting. Kalau ada penyanyi dengan penampilan menarik, penampilannya tersebut jadi sebatas nilai tambah.

Kini era sudah berubah. Era digital adalah eranya visual. Ini dapat kita lihat dari perkembangan media sosial seperti Youtube dan Instagram. Perkembangan media sosial yang masif ini, mengubah gaya pemasaran bagi para penyanyi. Visual, lagi-lagi adalah kunci utamanya.

Apalagi, kebanyakan dari kita masih teramat percaya bahwa cinta pada pandangan pertama –yang merupakan bukti bahwa kita adalah makhluk yang lemah terhadap tampilan visual—memang benar adanya.

Jadi, wajar kalau kpop melahirkan banyak grup idola yang memiliki visual key-nya masing-masing. Apakah salah metode yang digunakan oleh label-label musik kpop tersebut? Tentu saja tidak. Mereka hanya memanfaatkan hukum alam~

Meski bergitu, pola perekrutan seorang trainee alias anak magang di label musik kpop tetap melihat ke kemampuan bernyanyinya. Penampilan urusan belakang, Shay. Beda jauh dari beberapa golongan pesohor setempat di wkwkw land yang kebalikannya; tamfang dahulu, bakat belakangan alias hadeeeeeeh.

Alur yang harus dilewati seorang calon idola kpop sebelum mereka debut pun sangat berat. Sebagai contoh, pacar saya sendiri Jihyo Twice butuh waktu 10 tahun lebih sebagai trainee  di label JYP Entertainment sebelum akhirnya debut bersama Twice. Sebelum resmi terpilih sebagai personil Twice, Jihyo bersama delapan rekannya di Twice harus berkompetisi dulu dalam ajang Sixteen dengan menyingkirkan tujuh orang trainee lainnya.

Jangan disangka Sixteen itu ajang adu kecantikan. Selain diadu kemampuan menyanyi dan menari yang merupakan bakat wajib bagi para idola kpop, kepribadian dan pesona bintang tiap kontestannya juga dinilai. Acara Sixteen ini sendiri dulu mendapat kontroversi saking “kerasnya” sistem acara tersebut untuk kategori ajang pencarian bakat.

Dengan mengetahui fakta ini, sudah cukuplah rasanya untuk membuktikan bahwa para idola kpop bukanlah orang-orang yang mengandalkan penampilan semata. Mereka sesungguhnya memanglah layak untuk dikagumi.

Yah, tapi tetap, sekagum apapun pada idola kpop tidak boleh melebihi kekaguman kita kepada Rasulullah ya, Sahabat-sahabatku~

Exit mobile version