Cara Memahami Kivlan Zen si Pemburu Hantu PKI dengan Baik - Mojok.co
  • Kirim Artikel
  • Terminal
Mojok
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
  • Kilas
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Podcast
Home Esai

Cara Memahami Kivlan Zen si Pemburu Hantu PKI dengan Baik

Muhidin M. Dahlan oleh Muhidin M. Dahlan
20 Januari 2019
0
A A
Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Tulang pemahaman dan pengalaman Kivlan Zen terhadap PKI itu nggak bisa “diluruskan” karena memang nggak pernah merasa bengkok.

Putra sulung saya yang menonton program Mata Najwa edisi “Hantu” di sebuah klinik persalinan Mejing, Gamping, Sleman, DIY, memberikan penilaian subjektifnya yang ringkas, padat, dan nyelekit melihat tingkah pola Kivlan Zen.

Saya kutipkan secara verbatim: “Orang ini, kok, nggak bisa diajak ngobrol.”

Hati saya sebetulnya tergetar mendengar anak saya menyebut Kivlan Zen sebagai “orang ini”. Sebab, Kivlan Zen bukan outsider dalam hidup harakah saya. Kivlan Zen itu insider.

Kivlan itu panutan dan kebanggaan saya sebagai kader Pelajar Islam Indonesia (PII). Saya bukan hanya tak bisa menyebutnya “orang itu”, memanggil namanya secara lempang saja saya segan.

Baca Juga:

Kasman Singodimedjo, Menagih Janji 7 Kata Piagam Jakarta pada Sukarno

D.N. Aidit dalam Semesta Literasi dan Indonesia Kini

Etika Kaum Komunis Tidak Memaksa Mereka yang Beragama Meninggalkan Kepercayaannya

Panggilan saya adalah Kanda Kiv. Atau, Kanda Jenderal. Pangkat terakhirnya adalah Mayor Jenderal.

Bayangkan, saat PII—juga HMI (Kanda Kiv juga tercatat sebagai Sekretaris Umum HMI Cabang Medan, 1965-1968)—diburu secara official seperti hantu palu arit setelah menolak tegas asas tunggal ’84, ada seorang kader dari Medan yang karier kemiliterannya moncer.

Apalagi, sosok yang menimba ilmu fisik dan “strategi militer dasar” dari Brigade PII ini bisa “bersahabat” dengan darah muda yang memiliki akses ke “Cendana”, Mas Prab. Bersama Prabowo Subianto, Kanda Kiv tumbuh menjadi “naga hijau”—istilah Gus Dur.

Naga hijau berarti kelompok berpengaruh baru dalam tubuh militer (hijau). Bisa berarti pula “hijau” di situ adalah “Islam”. Sebab, relasi antara Kanda Kiv, Prabowo Subianto, naik hajinya Pak Harto pada 1991, serta pasangnya Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) berada dalam satu paket kurun sejarah.

Jadi, prestasi tertinggi ICMI dalam persada sejarah di enam bulan pertama eksisnya adalah meng-haji-kan Pak Harto. Sosok penguasa yang bersama ABRI sepanjang tahun 80-an menyapu bersih kelompok Islam penentang asas tunggal tiba-tiba naik haji.

Persis di titik ini, ada Kanda Kiv, kader dari sebuah organisasi pelajar yang keukeuh menjadi penentang asas tunggal, tumbuh dalam kemesraan “Islam-Soeharto-Militer”.

Kemesraan itu membikin internal PII goyah. Tetap die hard hidup menentang atau kompromi dengan catatan. Hingga 1998, kegaduhan itu tetap berlangsung.

Kubu dari Jakarta atau daerah-daerah yang dekat dengan pusat Republik memilih melunak dengan strategi yang kemudian mereka sebut “kiat-kiat berorganisasi seperti kulit bawang”.

Dari sini mulai tampak terang posisi Kanda Kiv. Dalam aliran ideologinya, mengalir garis keras Masyumi (PII dan HMI adalah anak ruhani Masyumi) dan sekaligus ABRI. PII, HMI, ABRI adalah tiga nama yang memiliki kesamaan otentik: penentang PKI garis keras.

Kalau kamu membaca koran Masyumi sepanjang Pemilu 1955 (Abadi) dan koran PKI (Harian Rakjat), tak ada hari tanpa saling ejek. Bukan saja saling ejek dalam batas-batas omongan, tapi sesekali saling kirim molotov.

Pendek kata, penentangan Masyumi atas PKI seperti kewajiban salat lima waktu. Nggak putus-putus. Bahkan, ditambah dengan salat sunat lainnya. Pendeknya, total. Dari jam ke jam. Mirip cebong-kampret kiwari.

Tatkala Masyumi dibubarkan Sukarno di awal tahun ’60-an, PKI menyambutnya dengan gembira seakan baru saja pulang membawa kemenangan dari Revolusi 17 Oktober.

Jika Masyumi menentang komunis dalam batas-batas demokrasi yang sehat, ABRI lebih sublim lagi. Organisasi pemanggul senjata di mana Kanda Kiv menemukan jalan sebagai satria pembela negara ini melakukan aksi pembasmian atas orang-orang yang, baik secara sah dan meyakinkan maupun sekadar bisik-bisik, memamah ideologi komunisme dan sukarnoisme.

Saya nggak usah membeberkan secara detail “musim menjagal” yang dikoordinatori ABRI itu. Baca saja buku Geoffrey B. Robinson terbitan Komunitas Bambu, Musim Menjagal: Sejarah Pembunuhan Massal di Indonesia 1965-1966.

Kanda Kiv merasa bersalah? Nggak.

Semua usaha itu justru dimaksudkannya—dengarkan baik-baik ini—sebagai bagian dari sejarah, pinjam judul buku Kanda Kiv yang terbit tahun 2004, Konflik dan Integrasi Angkatan Darat.

Poin utama buku ini adalah melawan komunisme (baca: hantu) secara kaffah menjadi bagian penting dari sejarah integrasi. Nah, tuh.

Kalau sudah begini, bukan proyek pelurusan yang mesti dilakukan. Kanda Kiv itu tulang tua, Bung dan Nona. Betapa pun, tulang tua nggak bisa “diluruskan” karena memang dia tak pernah merasa tulangnya bengkok.

Lha, dia merasa melakukan sesuatu yang benar. Paling tidak, kebenaran ala Masyumi dan ABRI.

Yang perlu dilakukan barangkali terus-menerus menghadirkan amal-amal baik apa saja yang dilakukan orang komunis Indonesia itu saat mereka masih hidup dan berkegiatan di persada Indonesia.

Makin keras “Kaum Kiv” meng-iblis-kan komunis, mestinya yang merasa bahwa komunis nggak gitu-gitu amat justru lebih keras juga memberitahu amalan-amalan sejarah yang baik seperti apa yang sudah disumbang orang komunis.

Jika di WhatsApp Group dan media sosial si garis penentang menerbitkan dan memviralkan kronik kabar buruk komunis, yang merasa bahwa komunis nggak gitu-gitu amat mestilah dengan tabah dan tawadu mengeluarkan daftar kabar amalan baik orang komunis.

Sebab, mengejek dan menghinakan Kanda Kiv tak bisa melunakkannya. Kanda Kiv itu, sekali lagi, tulang tua dalam sejarah penentangan komunis di Indonesia.

Pada setiap tulang tua, bukan upaya pelurusan yang dibutuhkannya, tapi dipijat ena-ena. Tanya saja paslon Dildo yang ahli urusan pijat, Pak Nurhadi, kalau nggak percaya.

Kalau kamu memaksakan pelurusan, tulang tua itu patah. Siapa juga, sih, mau tulangnya dipatahkan (oleh sejarawan)?

Pastilah bakal dia lawan habis-habisan. Sejarawan tanpa sertifikat macam Bonnie Triyana di layar kaca sudah membuktikan bagaimana “perlawanan habis-habisan” tulang tua itu diselenggarakan.

Dan, Kanda Kiv adalah metamorfosis yang sukses di laboratorium sosial sebagai laskar pemburu hantu palu arit yang keras kepala dan konsisten.

Watak itu pun terus lahir dan tumbuh menjadi apa yang saya sebut sebagai “kaum kiv”. Ciri kaum kiv adalah tak ada kompromi dengan komunisme, hatta itu menjelma dalam bentuk sekadar mainan anak-anak.

Sebagai sikap yang generik, sikap perburuan ala kaum kiv itu tak identik dengan waktu-waktu tertentu. Keliru yang menganggap perburuan hantu hanya gimik pemilu.

Kronik “Festival Larangan” yang saya susun menunjukkan, perburuan palu arit itu berlangsung di banyak waktu di banyak front di luar bulan pemilu.

Itu.

Terakhir diperbarui pada 19 Januari 2019 oleh

Tags: Kivlan ZenKomunismasyumiPKISukarno
Muhidin M. Dahlan

Muhidin M. Dahlan

Penulis dan kerani partikelir IBOEKOE dan Radio Buku.

Artikel Terkait

Kasman Singodimedjo tagih janji ke Sukarno sial Piagam jakarta

Kasman Singodimedjo, Menagih Janji 7 Kata Piagam Jakarta pada Sukarno

26 Juni 2022
D.N. Aidit dalam Semesta Literasi dan Indonesia Kini

D.N. Aidit dalam Semesta Literasi dan Indonesia Kini

16 Mei 2022
D.N Aidit Komunis

Etika Kaum Komunis Tidak Memaksa Mereka yang Beragama Meninggalkan Kepercayaannya

27 April 2022
Sukarno Tanggapi Mohammad Hatta: Saya Bukan Imperialis

Sukarno Tanggapi Mohammad Hatta: Saya Bukan Seorang Imperialis

10 April 2022
dibawah bendera revolusi banyak bicara banyak bekerja

Sekali Lagi: Bukan Jangan Banyak Bicara, Bekerjalah! Tetapi Banyak Bicara, Banyak Bekerja!

3 April 2022
Kalau Sukarno Tak Jadi Mandor Romusha Kita Mungkin Tak Merdeka MOJOK.CO

Kalau Sukarno Tak Jadi Mandor Romusha Kita Mungkin Tak Merdeka

8 Januari 2022
Pos Selanjutnya
debat capres

Usulan untuk KPU Supaya Debat Capres 2 Lebih Menarik

Komentar post

Terpopuler Sepekan

Cara Memahami Kivlan Zen si Pemburu Hantu PKI dengan Baik

Cara Memahami Kivlan Zen si Pemburu Hantu PKI dengan Baik

20 Januari 2019
warung kopi mbah kuwot mojok.co

Kisah Mbah Kuwot Selamat dari Romusha dan Buka Warung Kopi Legendaris di Trenggalek

19 Juni 2022
Universitas Sanata Dharma

Bakso Dab Supri Sanata Dharma yang Mencatat Kisah-kisah Mahasiswa 

18 Juni 2022
baskara aji mojok.co

Soal Jam Malam, Sultan Minta Menyeluruh di Jogja

24 Juni 2022
Teror Pulung Gantung: Air Mata dan Seutas Tali Pati di Pohon Jati MOJOK.CO

Teror Pulung Gantung: Air Mata dan Seutas Tali Pati di Pohon Jati

23 Juni 2022
UTBK bocor di jogja

Viral di Sosmed, UTBK di UPN “Veteran” Yogyakarta Bocor, Pelaku Ditangkap

20 Juni 2022
Makan Bersama di Tepikota, kuliner jawa timur di Yogyakarta

Minggu Bersama di Tepikota, Menikmati Kuliner Jawa Timur di Jogja

25 Juni 2022

Terbaru

Kasman Singodimedjo tagih janji ke Sukarno sial Piagam jakarta

Kasman Singodimedjo, Menagih Janji 7 Kata Piagam Jakarta pada Sukarno

26 Juni 2022
Garuda Pancasila, Sudharnoto

9 Fakta Pencipta Lagu Garuda Pancasila yang Tersingkir dari Sejarah

26 Juni 2022
Makan Bersama di Tepikota, kuliner jawa timur di Yogyakarta

Minggu Bersama di Tepikota, Menikmati Kuliner Jawa Timur di Jogja

25 Juni 2022
Pentingnya ganti oli mesin mobil

5 Alasan Ganti Oli Mesin Perlu Dilakukan Berkala

25 Juni 2022
hasil pertandingan piala presiden PSS Sleman PSIS Semarang

Takluk dari PSIS Semarang, PSS Sleman Harus Menang di Laga Terakhir Grup A Piala Presiden

24 Juni 2022

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
DMCA.com Protection Status

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Podcast
  • Mau Kirim Artikel?
  • Kunjungi Terminal

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In