Bagaimana Kita Diperdaya dengan Hoaks: Dijajah Belanda 350 Tahun
  • Kirim Artikel
  • Terminal
Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Kilas
    • Susul
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Kilas
    • Susul
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Podcast
No Result
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Podcast
Home Esai

Bagaimana Kita Diperdaya dengan Hoaks Dijajah Belanda selama 350 Tahun

Sebuah propaganda dahsyat yang dilancarkan dengan maksud-maksud tertentu, dan bertahan sampai sekarang.

Yosef Kelik oleh Yosef Kelik
22 Januari 2022
0
A A
Bagaimana Kita Diperdaya dengan Hoaks Dijajah Belanda selama 350 Tahun

Bagaimana Kita Diperdaya dengan Hoaks Dijajah Belanda selama 350 Tahun. (Mojok.co/Ega Fansuri).

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO – Tahukah kamu bahwa fakta sejarah “Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun” selama ini keliru? Bahkan bisa dibilang hoaks juga lho, itu.

Selama 350 tahun, Bangsa Indonesia telah dijajah Belanda.

Sebuah kredo yang jadi kebenaran umum di mana-mana bagi masyarakat Indonesia, kredo yang bahkan sudah diajarkan dari generasi ke generasi lebih dari setengah abad.

Pada umumnya, ungkapan “350 tahun dijajah Belanda” lazim digunakan untuk menunjukkan besarnya penderitaan yang dialami leluhur-leluhur kita zaman dulu. Selain itu, durasi ini juga untuk menunjukkan superioritas negeri mungil di Eropa tersebut, yang mana bisa memiliki daerah koloni terbesar di Asia Tenggara.

Sadar tidak sadar, ungkapan “350 tahun dijajah Belanda” sebenarnya menunjukkan betapa piawai orang-orang Belanda (terutama dari tahun 1600-an sampai paro pertama 1900-an) dalam penguasaan teknologi serta taktik-strategi.

Baca Juga:

Kalau Sukarno Tak Jadi Mandor Romusha Kita Mungkin Tak Merdeka

Yang Terjadi Jika VOC Dikalahkan Kerajaan Mataram di Batavia

6 Demotivasi dari Indonesia pada Hari Pertama sebagai Negara

Ya, betul. Selain soal teknologi persenjataan mesiu seperti senapan, pistol, granat, meriam, hingga dinamit; atau soal teknologi perkapalan, pelayaran, serta pembuatan peta; kemudian soal sistem komunikasi serta administrasi kekuasaan; Belanda juga menguasai—tentu saja—jurus devide et impera.

***

Kredo “350 tahun dijajah Belanda” pun kini sudah akrabi Generasi Z maupun Generasi Alfa. Anak-anak muda generasi sekarang dapat menemukannya dalam aneka produk data dan informasi, baik dalam format tulisan, grafis, maupun audio-visual. 

Selain itu, generasi yang lebih sepuh juga dapat menemukan data yang menguatkan kredo tersebut dari beragam jenis pembicaraan sehari-hari. Baik yang santai-santai saja sampai yang menyangkut urusan dan forum resmi. Pun dengan pendidikan sekolah formal yang turut serta mereproduksinya.

Eksisnya kredo “350 tahun dijajah Belanda” di kalangan generasi sekarang, harus diakui, tidak lepas dari tingginya populernya ungkapan tersebut pada generasi-generasi sebelumnya.

Para kakek-nenek kita maupun kakek buyut-nenek buyut kita (yang termasuk Angkatan ‘45 hingga Angkatan ’66) negeri ini, sudah terlalu akrab dengan kredo “350 tahun dijajah Belanda”. Mereka sudah diajari di sekolah-sekolah untuk percaya itu semua dan seolah sudah menjadi bagian dari sejarah bangsa yang mandarah daging.

Tidak genap 350 Tahun

Di balik populernya kredo “350 tahun dijajah Belanda”, hal ini seolah menunjukkan betapa lemah orang-orang Indonesia soal pengetahuan sejarah dan pengetahuan dasar matematika.

Setidaknya, itu bisa dibuktikan dengan tak banyak perbaikan signifikan dalam beberapa dekade terakhir soal fakta keliru tersebut. Sampai sekarang masih banyak orang yang percaya, bahwa kita pernah dijajah Belanda selama 350 tahun.

Padahal seharusnya, dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, terutama soal pengetahuan dasar matematika, kita sudah dapat melihat bahwa ada yang janggal dengan ungkapan sejarah yang menyebut bahwa kita selama 350 tahun dijajah Belanda.  

Pengetahuan mendasar tentang sejarah nasional Indonesia, khususnya periode kedatangan Belanda ke Nusantara, sejatinya akan dengan cepat menunjukkan bahwa koloni-koloni pertama “Para Londo” di Nusantara itu hanyalah Ambon dan Batavia.

Ambon direbut VOC dari Portugis pada 1609. Batavia yang sekarang menjadi Jakarta dibentuk VOC sebagai koloni pada 1619 setelah merebut kota bandar kekuasaan Pangeran Jayakarta.

Belanda sendiri terdepak dari koloni luasnya di Asia Tenggara—yang sempat lama dinamai Hindia Belanda—pada 1942 karena invasi Tentara Kekaisaran Jepang.

Seusai Perang Dunia II, Belanda akan mencoba kembali menguasai Eks Teritorial Hindia Belanda pada 1945-1949. Namun wilayah eks jajahan mereka telah kadung diproklamasikan sebagai negara merdeka oleh Sukarno-Hatta.

Alhasil pada 1949, setelah gagal memenangkan perang untuk menguasai kembali Hindia Belanda selama empat tahun lantas, Belanda akhirnya dipaksa mengakui wilayah koloninya ini sebagai negara merdeka dengan nama Indonesia.

Nah, dengan bermodal kemampuan berhitung sederhana, kita bisa tahu bahwa rentang masa penjajahan Belanda atas koloni pertamanya di Asia Tenggara, Ambon, tidak akan sampai 350 tahun.

Kalau dihitung dengan cermat, kekuasaan Belanda atas Ambon 1609-1942 itu durasinya “hanya” 321 tahun. Bahkan kalau mau dihitung sampai 1949 (tahun pengakuan Belanda atas Kedaulatan Indonesia) atau 1950 (tahun ekspedisi militer menumpas pemberontakan RMS), panjang kekuasaan Belanda atas kota itu ya 325 atau 326 tahun, bukan 350 tahun.

Oh iya, angka-angka itu tadi perhitungannya juga sudah memperhitungkan tahun-tahun ketika Ambon dikuasai Inggris selama 12 tahun pada akhir 1700-an dan awal 1800-an.

Tak beda jauh dengan lama kekuasaan Belanda atas Batavia yang “cuma” terjadi sekitar 318 atau 322 tahun saja. Ya, lagi-lagi tidak genap 350 tahun. Angka 318 atau 322 tahun itu pun telah dikurangi jeda masa kekuasaan Inggris selama lima tahun pada 1811-1816.

Selain kekeliruan perhitungan matematika sederhana itu, kekuasaan Belanda atas dua koloni tertua tadi pada kenyataannya tidak bisa menjadi dasar bahwa Belanda telah menguasai seluruh kepulauan di Nusantara.

Belanda nyatanya mengumpulkan sekeping demi sekeping wilayah Nusantara dalam tempo sangat lama. Dari awal 1600-an hingga awal 1900-an. Itu pun kadang-kadang ada pemberontakan di wilayah-wilayah yang tadinya sudah dikuasai. Artinya, penguasaan Belanda ke seluruh bagian Nusantara sebenarnya tidak pernah terjadi sampai 3,5 abad lamanya.

Jawa baru sepenuhnya dikuasai pada sejak antara 1749-1830. Sumatera Barat pun baru dikuasai pada akhir 1830-an. Daerah-daerah terakhir yang direbut Belanda adalah Aceh pada 1904 serta Klungkung di Bali pada 1908.

Visualisasi bahwa penguasaan Nusantara oleh Belanda sebenarnya begitu bertahap selama 300 tahun dapat dibaca melalui peta-peta di Historical Atlas of South-East Asia karya JM Pluvier. Lebih afdol lagi jika dibarengi baca buku Bukan 350 Tahun Dijajah karya GJ Resink.

Jadi, kalau memakai fakta-fakta sejarah itu, hanya sekitar 30-40-an tahun sajalah usia Koloni Hindia Belanda yang nantinya menjadi embrio kelahiran Republik Indonesia. Oleh sebab itu, bisa disimpulkan bahwa hanya kurang dari 10 persen sajalah klaim sejarah bahwa kita (sebagai Bangsa Indonesia) pernah dijajah Belanda selama 350 tahun.

Nah, pertanyaan besarnya sekarang, dari mana kredo 350 tahun dijajah Belanda itu muncul dan jadi hoaks yang diyakini kita semua selama ini?

Ini semua muncul gara-gara overgeneralisasi ucapan Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk periode 1931-1936, BC de Jonge.  

Demi mengerdilkan Pergerakan Nasional Bangsa Indonesia yang sudah mulai bermunculan pada masa-masa itu. Si Gubernur waktu itu berkata, “Kita sudah di sini selama 300 tahun dan tetap ada di sini 300 tahun lagi.”

Problemnya, kata-kata tersebut malah dipakai sebagai dasar playing victim oleh para aktivis Pergerakan Nasional dan Pejuang Kemerdekaan para intelektual bumiputra Hindia Indonesia.

Kata-kata BC de Jonge ini, pada akhirnya menjadi bahan baku propaganda yang sempurna. Kata-katanya dikreasi sedemikian rupa oleh pendahulu-pendahulu kita untuk memprovokasi semangat juang para bumiputra agar mau merdeka.

Propaganda yang belakangan kita tahu malah kebablasan sampai dianggap sebagai sebuah fakta sejarah—bahkan sampai sekarang.

BACA JUGA Kalau Sukarno Tak Jadi Mandor Romusha Kita Mungkin Tak Merdeka dan tulisan Yosef Kelik lainnya.

Penulis: Yosef Kelik

Editor: Ahmad Khadafi

Terakhir diperbarui pada 22 Januari 2022 oleh

Tags: 350 tahunbumiputradijajah belandaIndonesia merdekakemerdekaanmerdekaVOC
Yosef Kelik

Yosef Kelik

Periset di suatu museum swasta sejak 2013, juga peracik nama bayi dan jenama usaha sejak 2019.

Artikel Terkait

Kalau Sukarno Tak Jadi Mandor Romusha Kita Mungkin Tak Merdeka MOJOK.CO

Kalau Sukarno Tak Jadi Mandor Romusha Kita Mungkin Tak Merdeka

8 Januari 2022
Mental Portugal, Gosok Voucher Penalti Ronaldo, dan Momen Kebangkitan Jerman

Yang Terjadi Jika VOC Dikalahkan Kerajaan Mataram di Batavia

11 Desember 2021
6 Demotivasi dari Indonesia pada Hari Pertama sebagai Negara

6 Demotivasi dari Indonesia pada Hari Pertama sebagai Negara

19 Agustus 2021
Mental Portugal, Gosok Voucher Penalti Ronaldo, dan Momen Kebangkitan Jerman

Hanya Rezim VOC yang Boleh Didemo saat Pandemi

22 Juli 2021
Resep Toleransi di Lasem: Islam, Cina, dan Jawa Nggak Pernah Konflik

Resep Toleransi di Lasem: Islam, Cina, dan Jawa Nggak Pernah Konflik

2 Juni 2021
merdeka sepakbola singkong menulis ironi sepakbola jendela sepeda zainuddin mz puasa tarawih kolom menulis tutur tinular penulis buku lagu tv rusak rebahan kolom mahfud ikhwan mojok.co ayam rumah kontrakan contoh esai bagus indonesia mojok.co putu wijaya

Kolom: Merdeka

16 Agustus 2020
Pos Selanjutnya
robot transformers dari Bantul

Kisah Pembuat Replika Robot Transformers dari Bantul, Pemesan Rela Antre Setahun

Komentar post

Terpopuler Sepekan

Bagaimana Kita Diperdaya dengan Hoaks Dijajah Belanda selama 350 Tahun

Bagaimana Kita Diperdaya dengan Hoaks Dijajah Belanda selama 350 Tahun

22 Januari 2022
Sinar Mandiri melaju di Pantura MOJOK.CO

Melintasi Pantura Bersama Roda Lusuh Bus Sinar Mandiri

21 Mei 2022
mie ayam om karman mojok.co

Mie Ayam Om Karman, Filosofi Meja Terisi, dan Semangat Perantau Wonogiri

22 Mei 2022
makam raja-raja imogiri mojok.co

Mengenang Kebesaran Raja-Raja Jawa di Pajimatan

18 Mei 2022
Rahasia Mie Gacoan MOJOK.Co

Rahasia Mie Gacoan Jadi Jagoan Mie Pedas di Jawa dan Bali

20 Mei 2022
Jarang Pulang ke Rumah karena Gampang Mabuk Perjalanan

Ringkasan Cerita ‘KKN di Desa Penari’ buat Para Pemalas dan Penakut

29 Agustus 2019
Kerasukan: Menjadi Medium, Tentang Trauma, dan Luka Ingatan MOJOK.CO

Kerasukan: Menjadi Medium, Tentang Trauma, dan Luka Ingatan

19 Mei 2022

Terbaru

Misteri Desa Kecil di Selatan Surabaya MOJOK.CO

Misteri Desa Kecil di Selatan Surabaya

25 Mei 2022
gelanggang mahasiswa ugm mojok.co

UGM akan Bangun GIK, Pengganti Gelanggang Mahasiswa

24 Mei 2022
rowo bayu mojok.co

Menelusuri Sejarah Rowo Bayu yang Diduga Jadi Lokasi Asli KKN Desa Penari

24 Mei 2022
Mobil Listrik Makin Nggak Menarik ketika Tarif Dasar Listrik Bakal Naik MOJOK.CO

Mobil Listrik Makin Nggak Menarik ketika Tarif Dasar Listrik Bakal Naik

24 Mei 2022
Ganjar Pranowo

Muncul Sinyalemen Dukungan dari Jokowi, Ganjar Pranowo Nggak Mau Kegeeran

23 Mei 2022

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
DMCA.com Protection Status

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

No Result
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Kilas
    • Susul
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Podcast
  • Mau Kirim Artikel?
  • Kunjungi Terminal

© 2022 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In