Bagaimana Didi Kempot Melawan Stigma Lelaki Tak Boleh Nangis dengan Sehormat-hormatnya - Mojok.co
  • Cara Kirim Artikel
Mojok
  • Home
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Ziarah
    • Seni
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Politik
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Uneg-uneg
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
  • Esai
  • Liputan
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Ziarah
    • Seni
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Politik
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Uneg-uneg
  • Terminal
Logo Mojok
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Home
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Movi
  • Uneg-uneg
  • Terminal
Beranda Esai

Bagaimana Didi Kempot Melawan Stigma Lelaki Tak Boleh Nangis dengan Sehormat-hormatnya

Maryam Jameelah oleh Maryam Jameelah
6 Mei 2020
0
A A
Bagaimana Didi Kempot Melawan Stigma Lelaki Tak Boleh Nangis dengan Sehormat-hormatnya

Bagaimana Didi Kempot Melawan Stigma Lelaki Tak Boleh Nangis dengan Sehormat-hormatnya

Bagikan ke FacebookBagikan ke TwitterBagikan ke WhatsApp

MOJOK.CO –  Tidak hanya melalui lagu-lagu legendarisnya, Didi Kempot juga meninggalkan warisan melawan stigma: bahwa lelaki juga berhak untuk nangis.

Tahun lalu, sepucuk surat undangan pernikahan datang pada saya. Bersamaan dengan kedatangan seorang kawan laki-laki.

Suaranya bergetar dan saya menangkap nanar di nada bicaranya. Meski ia tersenyum lepas dan tertawa terbahak-bahak, namun saya tahu hatinya berdarah.

Teman saya itu baru saja ditinggal pergi. Dikhianati dengan selembar undangan pernikahan.

Tetapi sebagai laki-laki ia menahan diri untuk tidak bersedih. Saya ingin sekali berkata, “Kalau mau nangis, nangis aja lah. Jangan di tahan-tahan gitu.”

Tapi apa boleh buat, saya ikut menahan diri karena saya juga nggak biasa melihat laki-laki nangis. Saya sadar, di dunia yang serba-patriarkis ini, minta seorang lelaki menangis bisa jadi malah dianggap sebagai sebuah penghinaan.

Baca Juga:

penghargaa dari muhammadiyah mojok.co

Muhammadiyah Beri Penghargaan pada Tiga Maestro Seni dari Surakarta

19 November 2022
Dangdut koplo dan legenda Abah Lala MOJOK.CO

Dangdut Koplo dan Senggakan Abah Lala yang (Semoga) Tak Sekadar Menginterupsi Zaman

1 November 2022

Karena teman saya nampak masih santuy dan terlihat rapopo, saya tidak ambil pusing. Sampai sebuah instastory pada malam hari muncul.

Konser Didi Kempot di kota Malang, teman saya itu melebur dengan tangisan para sobat ambyar. Tidak peduli lelaki ataupun perempuan, mereka nangis bersama, meluapkan isi jiwa bersama The Godfather of Broken Heart.

Teman saya larut berada di kerumunan massa. Terisak menangisi nasib percintaannya yang begitu sesak.

Hashh.

Konon, lagu Didi Kempot berjudul “Cidro” yang beberapa tahun terakhir kembali hits dan menjadi lagu yang menjadi ikon bagi sad boy, dan sad girls.

Sekumpulan orang yang menghabiskan dirinya dalam kesedihan akan patah hati. Lagu “Cidro” ini, hadir dengan sebuah fenomena yang tidak biasa. Di mana dalam banyak konser off air-nya, tampak sekumpulan orang, termasuk laki-laki menangis terisak sambil teriak-teriak nyanyi.

Ya, para lelaki ini dengan gagah berani, meluapkan emosi air matanya di depan umum. Benar-benar sebuah pemandangan yang “indah”.

Memang—harus diakui—kita cenderung merasa risih, jijik dan terganggu ketika melihat lelaki begitu emosional sambil nangis-nangis. Laki-laki yang cool, dan tidak tampak emosional cenderung dinilai lebih maskulin dan berwibawa. Bahkan anak-anak laki-laki tumbuh dengan didikan bahwa lelaki itu pantang menangis.

Bahkan, saya tidak melewatkan masa pengajaran itu, di mana ada lagu hits zaman dulu yang dinyanyikan tiga anak kecil yang lebih muda dari saya dengan lirik yang sangat seksis, “Ayahku selalu berkata padaku. Laki-laki tak boleh nangis. Kata ayah selalu, air mata itu adalah tanda kelemahan.”

Yo opo! Sek eling ta peaan?

Heh, sini saya kasih tahu. Laki-laki nggak boleh menangis itu cuma mitos drakor. Karena sampai saat ini belum ada hasil penelitian WHO, Bill Gates, atau elite global yang mengatakan bahwa laki-laki yang menangis berarti lebih lemah.

Vingerhoets, PhD., seorang profesor psikologi dari Universitas Tilburg di Belanda, yang mendedikasikan dirinya untuk meneliti perilaku menangis pada individu, menyatakan bahwa  perihal tangisan individu bisa terkait faktor lingkungan juga. Dia mengungkapkan bahwa, sebenarnya ada banyak faktor yang berperan dalam kecenderungan perilaku individu untuk menangis.

Dari sudut pandang gender misalnya, profesor yang namanya susah dieja itu mengeksplorasi berbagai budaya di seluruh dunia dan menarik sebuah kesimpulan bahwa: perempuan cenderung menangis lebih banyak dibandingkan laki-laki bukan semata karena faktor lingkungan, tapi juga secara biologis.

Ya, kita semua barangkali sudah tahu kesimpulan itu. Namun, di sini kita juga harus sadar bahwa masyarakat patriarki telah merawat stigma maskulinitas dengan cukup kejam. Yakni menciptakan stereotipe bahwa laki-laki akan memalukan dan terhina kalau menangis.

Namun apakah laki-laki tak berhak nangis itu karena faktor stigma lingkungan aja? Oh, ternyata nggak juga lho.

Secara biologis, memang hormon testosteron, yang lebih banyak ada pada pria, terbukti mampu menghambat seseorang buat nangis. Sementara hormon prolaktin, yang lebih banyak terdapat pada tubuh perempuan dapat mempermudah perilaku menangis.

Selain itu, ada fakta lain di balik nangis. Dianne Van Hemert, PhD, seorang peneliti lain (yang juga dari Belanda) mengungkapkan bahwa dari studi terhadap berbagai orang di 35 negara, menemukan bahwa minimnya perbedaan antara seberapa sering pria dan wanita menangis lebih jelas di negara-negara yang memungkinkan kebebasan berekspresi dan sumber daya sosial yang lebih besar.

Studi ini menemukan bahwa sebenarnya perbedaan tipis antara laki-laki dan perempuan yang menangis ditemukan di negara dengan tingkat kebebasan ekspresi yang tinggi seperti Chili, Swedia, dan Amerika Serikat.

Di lain hal negara dunia ketiga seperti Ghana, Nigeria, dan Nepal cenderung menunjukkan bahwa perempuan lebih sering menangis daripada laki-laki. Laki-laki jadi “terlihat” lebih tegar tanpa air mata. Dan bukan tidak mungkin negeri kita masuk dalam kategori yang ini.

Untungnya, kita semua tahu, almarhum Didi Kempot dengan sangat sukses mendekonstruksi stigma tangisan dengan kata “ambyar”. Konotasi “ambyar” oleh Didi Kempot dibikin tidak jadi negatif lagi, melainkan kembali netral.

Melalui lagu-lagunya yang melegenda, menangis bagi lelaki bukan lagi sebagai sebuah tanda-tanda renta atau rapuh, melainkan sebuah tanda kemanusiaan. Ibaratnya, Didi Kempot telah sukses memanusiakan tangisan.

Didi kempot menunjukkan pada kita bahwa laki-laki juga manusia yang memiliki perasaan. Lelaki bukan makhluk statis yang akan diam ketika komitmennya dilanggar. Lelaki dalam spektrum lagu-lagunya menjadi makhluk yang bisa peka akan kepedihan.

Didi kempot telah membantu para lelaki bangkit dari jurang maskulinitas yang rapuh dan meyakinkan orang-orang untuk berhenti berpura-pura sedang kuat-kuat saja, sedang baik-baik saja.

Para lelaki, dengan lagu Didi Kempot, tetap akan mampu menenangkan kesedihan tanpa sungkan untuk menahannya. Tidak bersembunyi di balik maskulinitas yang—kadang—tidak membantu sedikit pun untuk pulih dari luka.

Didi Kempot sepanjang hidupnya membantu kita semua mengizinkan laki-laki untuk berhak menangis. Dan itu adalah sebenar-benarnya warisan yang tak ternilai harganya.

Mereka kini sudah berani nangis, Pakde Didi!

Sekuat-kuatnya, sehormat-hormatnya, dan seambyar-ambyarnya.

BACA JUGA Selamat Jalan, Didi Kempot, Bapak Patah Hati Kami atau tulisan soal The Godfather of Broken Heart lainnya.

Terakhir diperbarui pada 6 Mei 2020 oleh

Tags: ambyarDidi Kempotnangissobat ambyar
Maryam Jameelah

Maryam Jameelah

Artikel Terkait

penghargaa dari muhammadiyah mojok.co
Kilas

Muhammadiyah Beri Penghargaan pada Tiga Maestro Seni dari Surakarta

19 November 2022
Dangdut koplo dan legenda Abah Lala MOJOK.CO
Esai

Dangdut Koplo dan Senggakan Abah Lala yang (Semoga) Tak Sekadar Menginterupsi Zaman

1 November 2022
Lagu Patah Hati dan Piknik di Kuburan : Sebuah Curhatan Wong Klaten yang Tinggal di Amerika
Susul

Lagu Patah Hati dan Piknik di Kuburan: Sebuah Curhatan Wong Klaten yang Tinggal di Amerika

20 Juli 2021
Ditinggal menikah tak pernah jadi perkara mudah
Susul

Ditinggal Menikah Tak Pernah Jadi Perkara Mudah

26 April 2021
Muat Lebih Banyak
Pos Selanjutnya
denny siregar, demokrat, SBY mojok.co

Terkait Cuitannya Tentang Cucu SBY, Denny Siregar Tak Takut Dipolisikan oleh Pengurus Partai Demokrat

Tinggalkan Komentar


Terpopuler Sepekan

Suara Hati Pak Bukhori, Penjual Nasi Minyak yang Dihujat Warganet - MOJOK.CO

Suara Hati Pak Bukhori, Penjual Nasi Minyak Surabaya yang Dihujat Warganet

24 Januari 2023
PO Haryanto Bikin Perjalanan Cikarang Jogja Jadi Menyenangkan MOJOK.CO

PO Haryanto Sultan Bantul Bikin Perjalanan Cikarang-Jogja Jadi Sangat Menyenangkan

27 Januari 2023
Bagaimana Didi Kempot Melawan Stigma Lelaki Tak Boleh Nangis dengan Sehormat-hormatnya

Bagaimana Didi Kempot Melawan Stigma Lelaki Tak Boleh Nangis dengan Sehormat-hormatnya

6 Mei 2020
Suara Kader Muda NU untuk 100 Tahun NU / satu abad yang Gini-gini Aja MOJOK.CO

Suara Kader Muda NU untuk 100 Tahun NU yang Gini-gini Aja

28 Januari 2023
Suara Hati Petani di Gunungkidul Karena Monyet yang Marah Kena JJLS

Suara Hati Petani di Gunungkidul karena Monyet yang Marah Kena JJLS

26 Januari 2023
warung madura mojok.co

Tiga Barang Paling Laris di Warung Madura Menurut Penjualnya

27 Januari 2023
kecamatan di sleman mojok.co

5 Kecamatan Paling Sepi di Sleman yang Cocok untuk Pensiun

27 Januari 2023

Terbaru

jumat curhat mojok.co

Polda dan Polres Gelar ‘Jumat Curhat’ untuk Wadah Uneg-uneg Warga

1 Februari 2023
remaja ktd sumedang

Siswi di Sumedang yang Mengalami Kehamilan Tidak Diinginkan Boleh Kembali Sekolah

1 Februari 2023
500 Triliun Anggaran Kemiskinan Cuma Dipakai Rapat dan Studi Banding Doang?

500 Triliun Anggaran Kemiskinan Cuma Dipakai Rapat dan Studi Banding Doang?

1 Februari 2023
kemiskinan di diy mojok.co

Pakar UGM Mempertanyakan Garis Kemiskinan di DIY

1 Februari 2023
wali kota semarang

Wali Kota Perempuan Pertama Kota Semarang Langsung Dapat PR dari Megawati

1 Februari 2023
awal bulan puasa mojok.co

Muhammadiyah Tetapkan Awal Bulan Puasa 23 Maret, Bagaimana Cara Penentuannya?

1 Februari 2023
bacaleg pks

PKS Terima Bacaleg Non-Kader, Banyak Juga yang Non-Muslim

1 Februari 2023

Newsletter Mojok

* indicates required

  • Tentang
  • Kru Mojok
  • Disclaimer
  • Kontak
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
DMCA.com Protection Status

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Kanal Pemilu 2024
  • Esai
  • Susul
    • Bertamu Seru
    • Geliat Warga
    • Goyang Lidah
    • Jogja Bawah Tanah
    • Pameran
    • Panggung
    • Ziarah
  • Kilas
    • Ekonomi
    • Hiburan
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Luar Negeri
    • Olah Raga
    • Pendidikan
  • Pojokan
  • Konter
  • Otomojok
  • Malam Jumat
  • Uneg-Uneg
  • Movi
  • Kunjungi Terminal
  • Mau Kirim Artikel?

© 2023 MOJOK.CO - All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In