MOJOK.CO – Seorang lelaki merasa tidak lagi percaya untuk memulai hubungan, saat merasa ditinggalkan seseorang yang sudah dia temani sampai jadi tentara.
TANYA
Teruntuk, Mojok…
Perkenalkan saya Budi, nama yang menjadi bahan pokok pelajaran anak 90-an. Umur saya 23 tahun dan sedang melanglang buana di website-website pencarian kerja. Saya jadi teringat lagi memori saya ketika awal masuk kuliah yang sedang kasmaran dengan seorang yang sedang mencari pekerjaan di dunia militer, untuk jadi tentara.
Awal kisah saya bertemu dia, di sebuah tempat les. Saya bertemu dia tepatnya saat SMA dan mulai menyukainya semenjak pertama kali bertatap mata. Perasaan malu-malu kucing nan kasmaran ini membuat saya jadi pengin terus menjahilinya. Hampir satu tahun lamanya, kehidupan tenang dengan canda tawa itu kami jalani.
Di ujung masa les, dan hampir mendekati masa Ujian Nasional, akhirnya saya memberanikan diri untuk mendapatkan kontak agar dapat terus berkomunikasi di masa yang akan datang. Tanpa ada penolakan dia memberi saya kontak dengan senang hati. Rasanya indah banget dan penuh kebahagiaan.
Saking senengnya dapat nomer, saya sampe lupa harus ngomong apa ke dia. Suatu hari, saat nge-SMS dia, saya ngetik-ngetik tanpa membacanya lagi dan langsung mengirimnya. Bujubuneng, saya mengirimkan pesan yang panjang sampai dua kali SMS, dan isinya kayak surat cinta. Perasaan saya jadi campur aduk dan nggak bisa tidur sampai larut malam.
Paginya, saya tersadar, ada SMS datang dari dia. Dia menolak. Pastilah, ya. Baru saja dapat nomornya, langsung main tembak. Setelah itu, hubungan kami nggak terputus. Bahkan kami jadi lebih dekat karena itu. Dia sering curhat tentang pacarnya. Iya, tentang pacarnya. Saya dengan sabar membalas setiap pesannya, memberikan solusi satu per satu. Sampai akhirnya, dia mulai mendaftarkan diri untuk jadi tentara.
Percobaan pertama, dia gagal. Dia menelepon dan menangis. Perlahan, saya tenangkan dia. Setelah selesai, dia juga bilang kalau dia putus dengan pacarnya. Pacarnya memutuskannya setelah tahu keinginan dia pengin jadi tentara. Sementara saya, tetap berusaha sebaik mungkin mendukungnya.
Entah berapa percobaan dan berapa hubungan pacaran yang dia jalani, saya dengan gobloknya masih suka dengannya. Akhirnya, di percobaan kelima, dia diterima jadi tentara. Tentu sebagai seorang yang mendukungnya, saya senang banget. Dan mungkin itu juga saatnya memutuskan hubungan yang nggak pasti menjadi hubungan yang jelas.
Eh, kok, ndilalah, bukannya jatuh hati sama saya, dia justru sudah punya gandengan baru di tempatnya yang baru. Dia bilang saya telat. Semenjak itu, saya jadi hilang kepercayaan untuk jalani hubungan lagi. Jadi gimana, solusinya, Jok?
JAWAB
Hai Budi yang sedang patah hati dan kehilangan kepercayaan untuk jalani hubungan lagi. Saya bingung harus nyemangatin atau malah ngucapin selamat ke sampeyan. Iya, ngucapin selamat soalnya, (((akhirnya sampeyan tahu kalau dia nggak punya rasa))). Selama ini, sampeyan dengan menyedihkannya terkungkung dalam ilusi diri sendiri kalau sikapnya yang menceritakan semua hal pada sampeyan—hingga dia berhasil jadi tentara, karena menyimpan rasa pada sampeyan. Padahal kan, nggak selalu gitu juga. Ada hubungan yang memang dijalani dengan kedekatan, ya cuma karena pengin dekat sebagai teman saja. Nggak lebih.
Budi, jatuh cinta memang kadang-kadang bikin kita nggak bisa mikir realistis. Karena mimpi-mimpi kita itu, di otak kita seolah-olah yang bakal terjadi pasti sesuai dengan keinginan kita. Sesuai dengan khayalan yang semakin ngawur itu. Kita merasa dia juga memiliki perasaan pada kita, hanya karena kita memiliki perasaan padanya. Dan efek ini, sungguh susah untuk dipilah.
Penolakan dia yang terakhir pada sampeyan itu bagi saya justru menjadi penyelamat otak dan perasaan sampeyan yang penuh khayalan semu. Penolakan itu menjadi kunci supaya sampeyan berkenan menyadarkan diri bahwa selama ini sudah hidup dalam dunia mimpi dan inilah saatnya kembali menginjak bumi. Inilah saatnya sampeyan menghadapi kehidupan nyata dan bersiap bertemu dengan orang-orang baru di setiap harinya.
Budi, relakan dia, itu saja. Relakan dia yang saat ini telah berhasil berstatus jadi tentara, untuk menemukan kebahagiaannya sendiri. Ketidakpercayaan sampeyan untuk menjalani hubungan yang baru, karena sampeyan masih belum mengikhlaskan sesuatu yang memang tidak dapat lagi direngkuh. Ketidakpercayaan itu muncul karena sampeyan masih berharap pada hal-hal yang sudah tak seharusnya diharapkan kembali.
Betul memang, ini terlalu mudah untuk diungkapkan. Tapi lagi-lagi percayalah, jawaban dia yang menyakitkan itu justru membuat semua menjadi jelas, tak lagi abu-abu. Itu semua tak perlu lagi membuat sampeyan terombang-ambing dalam sebuah keadaan yang nggak jelas juntrungannya. Lagi-lagi, jawaban menyakitkan itu—saat sampeyan lagi berharap-berharapnya, justru memberikan sampeyan kesempatan untuk menentukan sikap yang baru.
Ah, udah, ah. Kayaknya kalau diterusin, ngomel-ngomel saya juga bakal berulang di hal-hal yang itu-itu saja. Pokoknya semangat ya, Budi. Setiap hubungan pasti punya risikonya sendiri-sendiri. Jadi, nggak perlu takut untuk mencoba sebuah hubungan yang baru lagi, suatu saat nanti.