MOJOK.CO – Mikel Arteta harus menghadapi dua batu sumbat yang menghalangi tubuh Arsenal menyerap gizi, yaitu fans yang beracun dan kotoran dari dalam diri sendiri.
Awal November 2019, fans Arsenal ramai-ramai menolak kemungkinan bergabungnya Jose Mourinho. Mourinho, yang kini melatih Tottenham Hotspur, dianggap bakal merusak dan menghilangkan identitas Arsenal. Sebuah ketakutan kosong. Identitas macam apa yang ingin dipertahankan? Toh saat ini, identitas itu sudah tidak ada.
Seiring penolakan itu, fans Arsenal menyodorkan satu nama yang mereka anggap cocok. Cocok untuk apa? Sekali lagi untuk mempertahankan so called identitas yang sudah lama hilang. Nama yang akan dimajukan ke gelanggang penjagalan adalah Mikel Arteta. Asisten pelatih Manchester City, murid, sekaligus guru Pep Guardiola.
Nama Mikel Arteta beredar bersama beberapa nama pelatih besar. Lantaran pernah bermain di bawah asuhan Arsene Wenger dan berkawan baik dengan Guardiola, Arteta dianggap akan membawa kembali sepak bola indah ke Arsenal. Fans-fans Arsenal periode 2010 hingga 2018 yang lucu menyebutnya wengerball. Sungguh, generasi yang menyedihkan, karena tak pernah tahu sepak bola ala Wenger yang paling orisinal.
Tapi mereka juga generasi yang beruntung. Mereka tidak pernah punya gambaran soal sepak bola ala Wenger sebenarnya, yang tidak bisa diserap lewat rekaman-rekaman Youtube. Mereka tak perlu berekspektasi tentang sepak bola efisien. Tentang counter-based team paling mematikan di awal 2000an.
Yang fans Arsenal periode 2010-2018 tahu adalah soal sepak bola umpan-umpan pendek. Build up pelan, umpan satu dan dua sentuhan, dan keanggunan yang menyenangkan mata. Mereka tak tahu betapa galak dan kerasnya Arsenal menjelang lahirnya tim invincible.
Arsene Wenger terobsesi betul dengan kesuksesan Guardiola dan Barcelona. Fakta yang tak mau diakui oleh banyak fans Arsenal karena percaya juego de posicion atau positional play hanya milik Wenger. Persetan dengan tiki-taka. Itu istilah yang menyesatkan, bahkan dibenci Guardiola itu sendiri.
“Sepak bola indah” yang tidak bisa dipahami itulah yang didambakan. Freddie Ljungberg, anggota tim legendaris itu, diharapkan mampu mendupliksi capaian Wenger di atas lapangan. Namun, bermain dan melatih langsung itu beda urusan. Ljungberg, yang belum berpengalaman, langsung kena hujatan.
Arsenal bermain jelek betul di bawah asuhan Ljungberg. Kekalahan 0-3 dari City menjadi puncak kekesalan. Gooners, dengan sangat mudah, menuding Ljungberg harus segera diganti. Alasannya? Karena belum berpengalaman. Atas nama alasan yang sama, fans yang sama itu pula langsung merasa risih dengan nama Arteta.
Arteta dianggap bakal sama saja seperti Ljungberg. Melihat buruknya tim ini di atas lapangan, fans ingin pelatih berpengalaman yang datang. Carlo Ancelotti, Max Allegri, dan Mauro Pochenttino diinginkan. Nama Arteta, yang pada awalnya dipuja betul ketika menolak Mourinho, ditepikan begitu saja.
Saya curiga, banyak fans memuja Arteta hanya supaya klub tidak menunjuk Mourinho. Mourinho cuma dipandang sebagai pelatih yang cuma bisa bertahan. Sekali lagi, berbeda dengan identitas Arsenal. Identitas yang mana? Sepak bola efektif ala Wenger yang terbentuk di awal 2000an atau sepak bola menjemukan tanpa plan B di awal kejatuhannya? Kalau yang pertama, saya yakin Mourinho juga bisa, tuh.
Inilah salah satu masalah yang bakal dihadapi Arteta nanti. Jika memang jadi terpilih. Karena kebebalan dan keras hati, masih banyak fans yang tidak mau move on dari mainan identitas-identitas.
Kekerasan hati ini melahirkan ekspektasi. Satu dekade terakhir, fans Arsenal menjadi begitu beracun. Kita adalah bagian dari masalah klub. Ketahuilah, masalah yang akan dihadapi Arteta itu sangat besar.
Yang paling mudah diukur adalah masalah keseimbangan tim. Pemain seperti Pepe, Aubemeyang, Lacazette, dan Ozil tidak akan bisa bermain bersama. Mereka tidak punya karakteristik untuk terlibat dalam pertahanan blok rendah. Kombinasi antara masalah komitmen, kualitas eksekusi, tipe pemain, dan lain sebagainya, membuat keempatnya tidak bisa dimainkan bersama.
Pemain-pemain Arsenal di lini belakang juga tidak seimbang. Mereka bukan jenis bek yang bisa bermain di pertahanan blok tinggi. Jadi, mau ganti pelatih 1000 kali pun, tanpa membenahi akar masalah, Arsenal tidak akan pernah bangkit.
Masalah utama ada di manajemen. Edu, sebagai Direktur Teknis, harus bisa merombak skuat. Mengganti mereka yang tidak cocok dengan “identitas absurd” itu. Proses ini tidak sebentar. Bisa jadi Arsenal butuh tiga hingga lima tahun lagi untuk membentuk tim yang seimbang. Yang seimbang ya, belum yang paling ideal.
Masalahnya, banyak fans Arsenal yang merasa paling menderita dan sudah menunggu paling lama tim ini untuk juara. Kegelisahan tidak berguna itu yang akan menjegal tim dari luar.
Arteta seperti sedang menghadapi batu sumbat. Batu itu menutup esofagus atau tabung berotot yang dilalui makanan dari mulut ke lambung. Di dalam esofagus terjadi gerakan peristaltik, atau gerakan meremas makanan sehingga mudah dicerna oleh lambung.
Ketika jalur ini tersumbat, orang tidak bisa “makan”. Ketika tidak mendapat asupan, tubuh tidak mendapatkan gizi. Ketika tidak ada gizi yang dibutuhkan, tubuh menjadi lemas dan pada waktunya akan mati.
Masalah Arsenal adalah batu sumbat itu. Dua buah batu, sebetulnya. Dari kita, fans, yang semakin beracun dan dari dalam tubuh sendiri. Tubuh Arsenal sudah berusaha keras untuk membuang kotoran. Namun, alih-alih lewat lajur yang benar, kotoran itu terdorong naik melewati lambung dan masuk ke esofagus.
Sungguh berat tanggung jawab Arteta. Oleh sebab itu, perlu menjadi catatan, mantan pemain bukan garansi kesuksesan. Kelak, ketika Mikel Arteta menjadi pelatih Arsenal dan gagal, kamu jangan langsung menjatuhkan hukuman. Terkadang kita terluka oleh harapan sendiri, bukan karena kegagalan orang lain. Letakkan ekspektasi pada batasan yang manusiawi.
BACA JUGA Mikel Arteta Dalam Pusaran Penolakan Fans Arsenal Pada Jose Mourinho atau tulisan Yamadipati Seno lainnya.