Martinelli: Oase di Ladang Tandus Arsenal

Martinelli dan anak-anak muda Arsenal menjadi tulang punggung ketika patron mereka "lenyap" di momen-momen penting.

Martinelli: Oase di Ladang Tandus Arsenal MOJOK.CO

Martinelli: Oase di Ladang Tandus Arsenal MOJOK.CO

MOJOK.COPerjuangan Arsenal dicerminkan oleh kaki Martinelli yang tak lelah berlari dari sisi kiri. Dari posisi di mana seharusnya Aubameyang menginspirasi.

Dua hal siap diberikan Gabriel Martinelli ketika dia dipercaya untuk bermain. Pertama, determinasi di setiap momen pertandingan. Tidak peduli posisi, dia akan memberikan yang terbaik untuk Arsenal. Kedua, gol, yang kadang tidak terduga bisa, terjadi tetapi itulah habit yang dia tularkan.

Samar-samar saya teringat laga antara Liverpool vs Arsenal di Oktober 2019. Skor akhir sama kuat 5-5. Padahal, sebelumnya, aura pasrah akan dibantai Liverpool sudah terasa. Namun, sepanjang laga, Martinelli seperti oli sebuah mesin raksasa. Dia menjadi pembeda dengan dua golnya ke gawang Liverpool. Saat itu, dia masih berusia 18 tahun.

Nyali adalah salah satu kekuatan terbesarnya. Sebagai pemuda yang baru datang dari Divisi 4 Liga Brasil, Martinelli bisa beradaptasi dengan cepat. Dia berani masuk ke dalam lingkaran pemain-pemain lokal. Dengan cepat, dia sudah berkawan dekat dengan Bukayo Saka dan Emile Smith Rowe.

Koneksi yang terbangun dengan cepat itu sedikit membantu Martinelli di atas lapangan. Dia butuh rekan yang bisa memahami caranya berlari dan mencari posisi. Bukayo Saka dan Smith Rowe yang sudah bermain bersama sejak dari akademi memberikan kepercayaan itu.

Seiring waktu, perkembangan Martinelli semakin pesat. Banyak ahli yang merasa bahwa pemuda yang kini berusia 20 tahun ini akan menjadi bintang masa depan. Jurgen Klopp, menggambarkan diri Martinelli sebagai “the talent of the century”.

Ronaldinho merasakan siluet sosok fenomenal, Ronaldo Nazario, ketika melihat Martinelli bermain. Segala puji dan puja di atas diwujudkan pemain bertinggi 183 sentimeter itu secara konkret. Terutama musim ini, di mana dia menjadi semacam oase di padang tandus Arsenal.

Ketika Aubameyang lebih banyak “menghilang” dan Lacazette bukan goal getter utama, skuat Arsenal digendong oleh anak-anak muda. Dari 27 gol yang sudah dicetak Arsenal saat ini, sebanyak 23 gol dibuat lewat asis atau gol Saka, Smith Rowe, Odegaard, dan Martinelli.

Saka membuat tiga gol dan empat asis, Smith Rowe dengan tujuh gol dan dua asis, Odegaard dengan empat gol dan satu asis, dan Martinelli membuat empat gol dan dua asis. Lebih istimewa lagi, catatan Martinelli ini terjadi ketika tim ini sangat membutuhkan kehadiran pemain senior, terutama Aubemayang dan Lacazette. Dia memberi alternatif.

Hampir di semua laga, Arsenal bergantung kepada pemain muda. Namun, harus dimaklumi, namanya pemain muda pasti akan membuat kesalahan atau tidak konsisten. Pada saat ini, pemain senior dibutuhkan sebagai motivator dan pemberi contoh. Namun tidak untuk skuat Arsenal. Para pemain senior, terutama di lini depan, malah “menghilang” di laga-laga penting.

Ketika anak-anak muda di atas tidak membuat gol, Arsenal selalu kalah, kecuali ketika melawan Manchester United. Hanya ada satu laga ketika Auba dan Laca mencetak gol bersama-sama, yaitu ketika Arsenal ditahan imbang Crystal Palace. Artinya, tidak ada kemenangan tanpa kontribusi empat anak muda tersebut.

Saat ini, jumlah gol yang dicetak Arsenal masih sangat sedikit untuk tim penghuni empat besar. Jauh sekali dibandingkan Manchester City, Liverpool, dan Chelsea. Jumlah kebobolannya? Sangat memprihatinkan. Oleh sebab itu, akan selalu ada yang mempertanyakan kelayakan tim ini masuk empat besar.

Performa dan cara bermain Arsenal juga tak bisa dibilang selalu cantik, atau konsisten. Bahkan di tiga kemenangan terakhir, Arsenal masih belum bisa memberi rasa nyaman kepada fans. Selalu ada aura kalau tim lawan punya peluang untuk come back dan menang seperti Everton.

Namun, memang beginilah Arsenal tengah berjuang dan berkembang. Mereka bermain dengan segala keterbatasan dan kekurangan. Mengumpulkan poin demi poin. Meski tidak ada penampilan yang mewah, tapi yang paling krusial adalah mendulang poin.

Perjuangan itu dicerminkan oleh kaki-kaki Martinelli yang tak lelah berlari dari sisi kiri. Dari posisi di mana seharusnya Aubameyang menginspirasi. Dari posisi di mana seharusnya sang kapten menjadi obor bagi tim ini. Namun tidak, yang terjadi, Martinelli menjadi nadi. Memberi denyut dan kepastian bahwa tim ini masih punya senyum di pagi hari.

BACA JUGA Ambisi Martinelli dan Injeksi Nyali ke Nadi Arsenal dan tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.

Exit mobile version