MOJOK.CO – Saya kira, Liga Inggris itu mengikuti anjuran Jokowi untuk hidup damai sama corona. Bikin khawatir. Fuckup banget.
Jika menyesuaikan dengan tanggal project restart, Liga Inggris akan mulai lagi pada 12 Juni 2020. Artinya, tidak sampai 3 minggu lagi. Setelah Bundesliga sudah berjalan lagi–dan kayaknya belum ada masalah–La Liga Spanyol akan menyusul pada 8 Juni 2020. Kalau sudah begitu, pencinta Liga Inggris pasti sudah gatal menanti.
Ketika Bundesliga jalan lagi, rasa khawatir munculnya gelombang baru pandemi corona sempat saya rasakan. Pembaca Mojok sudah memahami stand point saya. Bahwa semua kompetisi sepak bola tidak ada faedahnya untuk dilanjutkan karena menjaga nyawa manusia, satu saja, itu lebih penting.
Tapi ya sudah, Bundesliga, dengan pemerintah Jerman, sudah bekerja sangat keras untuk melaksanakan kembali kompetisi sepak bola. Toh penanganan pandemi di Jerman sedikit lebih baik ketimbang negara lain. Pada titik tertentu, mereka bisa dan berani untuk sepak mula lagi. Bagaimana dengan Liga Inggris? Suram sekali saya melihatnya.
Liga Inggris masih diwarnai pesepak bola positif corona
Satu hari sebelum artikel ini tayang, hasil tes salah satu pemain Bournemouth adalah positif. Identitas pemain dirahasiakan oleh pihak klub. Yang jelas, si pemain langsung menjalani karantina pribadi.
“Mengikuti aturan latihan kembali yang ketat dari Liga Inggris, lingkungan komplek latihan Bournemouth bisa dipastikan tetap aman bagi pemain dan staf. Tes Covid-19 akan dilakuka setiap dua minggu sekali,” pihak klub mencoba memberi semacam “garansi”. Hmm…yakin sekali, ya.
Sebelum Bundesliga sepak mula lagi, memang, masih ada pemain yang terdiagnosa positif. Karantina pribadi dilakukan. Namun, satu hal yang membedakan antara Jerman dan Inggris adalah soal contoh dan kesadaran. Pemerintah Jerman, dengan segela kelemahannya, mencoba memberi contoh yang baik.
Berbeda dengan pemerintah Inggris yang, saya pikir-pikir, mirip pemerintahan Jokowi dan Indonesia. Tidak jelas dan terkadang memberi contoh yang buruk. Baru-baru ini, Dominic Cummings, penasihat Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson ketahuan melanggar aturan lockdown.
Perlu kamu ketahui, Dominic Cummings adalah salah satu arsitek gerakan Brexit dan aturan lockdown Inggris. Pegawai pemerintah malah memberi contoh tidak baik. Mungkin, otoritas Liga Inggris sudah bekerja keras untuk menjadi contoh. Sayang, di sisi lain, pemerintah tidak bekerja dengan “pemahaman yang sama”.
Ya mirip sama pegawai pemeritahan Jokowi dan Indonesia. Ada menteri yang ikut so called konser amal dan melanggar aturan PSBB. Bahkan Jokowi sendiri masih “blusukan” di mana kalau dilogika, juga melanggar aturan PSBB. Bagi saya, sikap pemerintah yang mencla-mencle dan tidak tegas pasti dicontoh oleh bawahan.
Misalnya, ada PNS yang sudah mencuri start untuk mudik sebelum PSBB diberlakukan. Bahkan ada PNS yang bikin fake GPS untuk menjahati aturan share location. Bener-bener ya, ngapain bikin fake GPS, mending bikin fake Taxi sekalian. Kita tahu, “share link” adalah salah satu aksi untuk menyatukan bangsa ini. Dasar nggak kreatif.
Ketika banyak orang setia dengan aturan pemerintah untuk karantina dan PSBB, mereka mengorbankan waktu dan kesehatan mental, sementara pembantu Jokowi melanggar aturan. Jahat banget. mereka yang setia dan patuh bahkan sampai harus rela dipotong gajinya atau ada juga yang kena kebijakan unpaid leave. Jahat sekali.
Kecemasan yang tak perlu?
Apakah saya terlalu berlebihan ketika mengutarakan kecemasan? Pada dasarnya, saya tidak peduli dianggap seperti itu. Tidak pernah ada teori yang mengatakan kalau kehilangan satu nyawa adalah hal sepele atau tidak bermakna. Silakan kalau kamu mereka biasa saja. Tapi tolong dicatat, sikap pemerintah, biasanya menurun ke pembantu dan warganya.
Ketika Dominic Cummings tidak patuh dengan aturan, yang bisa dikatakan dia ikut merancang, saya yakin banyak orang pemerintah juga berbuat seperti itu. Pada titik tertentu, orang Inggris memang bisa sangat keras kepala dan seenaknya sendiri. Ya mirip Boris Johnson, yang sampai kini nggak menghukum Dominic Cummings.
Tidak heran, apabila nanti ketika Liga Inggris mulai lagi, ada saja suporter yang turun ke jalan. Memenuhi kembali bar dan cafe untuk nonton bareng. Bisa jadi juga, ada suporter yang datang ke stadion padahal sudah ditentukan kalau liga akan lanjut tanpa penonton. Berkumpul, dibubarkan polisi berkuda, bentrok, kena corona, mati.
Adalah mulia, jika ada pihak berusaha sekuat tenaga untuk membantu terlaksananya liga kembali. Namun, ada saja pihak lain yang dengan begitu bodoh melanggar aturan. Parahnya, mereka yang melanggar adalah orang-orang denga pengaruh. Pada akhirnya, sikap bodoh itu menular. Memangnya virus saja yang menular, kebodohan juga bisa.
Pada titik tertentu saya meresa kalau pemerintah Inggris itu mengamalkan anjuran Jokowi. Kita harus hidup berdampingan dengan virus. Kita harus hidup damai dengan corona. Mencuplik kata Jusuf Kalla: “Bagaimana kalau virusnya nggak mau?”
Menunggu sepak mula Liga Inggris lebih bikin khawatir ketimbang menunggu Bundesliga. Sebuah kenyataan yang saya kira bisa menggambarkan betapa fuckup-nya pemerintahan dan sikap warga di sana.
BACA JUGA Jokowi Minta Masyarakat Membiasakan Diri Hidup Berdamai dengan Corona atau tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.