MOJOK.CO – Jangan berharap kepada manusia kata Gus Miftah. Sebuah nasihat yang sangat cocok untuk fans Arsenal. Jangan gantungkan harapan kepada omong kosong.
Nyuwun sewu, permisi Gus Miftah, izinkan saya memakai istilah Gus di sebuah pengajian. Gus Miftah ngendika, “Ncen semuanya kita adalah ASU! AHLI SURGA!”
Saya rasa, istilah itu juga sangat cocok disematkan kepada jamaah Arsenaliyah. Jamaah orang-orang sabar pendukung Arsenal. Sabarnya sudah kebangetan. Pada titik tertentu, mereka jadi fasih ngomongin soal filsafat. “Kekalahan adalah kemenangan yang tertunda.” Entah sampai kapan tertunda. Mungkin seperti Liverpool yang sudah sejuta dekade nggak juara Liga Inggris.
Lantaran punya kesabaran yang tinggi itulah jamaah Arsenal jadi ahli surga dari lapangan sepak bola. Setiap minggu mereka dicobai oleh Gusti Allah. Setiap minggu tidak cuma kesabaran, tetapi juga kesetiaan yang ditakar ulang. Kurang apalagi syarat yang harus dipenuhi oleh jamaah Arsenal untuk menjadi calon penghuni surga.
Gus Miftah, ada salah satu followers saya di @arsenalskitchen yang bilang begini: “Cantumkan di dalam CV kalau kamu pendukung Arsenal. Maka kamu akan dikenal sebagai orang yang tahan cobaan dan kesulitan.” Sebuah ide cemerlang yang mungkin saja bikin hati HRD terenyuh dan mengentaskan kamu dari status pengangguran.
Bagaimana nggak sabar banget, Gus, jamaah Arsenal menghadapi omong kosong Unai Emery setiap minggunya. Setelah kalah dari Leicester City, Emery bilang begini: “Kita boleh kecewa atas kekalahan ini, tetapi tidak untuk sikap para pemain yang berhasil mengeksekusi rencana pertandingan yang sudah kami siapkan.”
Kalau Gus Miftah nonton Leicester City vs Arsenal, Gus pasti tahu kalau ini pertandingan Leicester vs tim juru kunci Liga Inggris. Leicester memang lagi bagus. Namun, tidak ada dalam sejarah ketika Arsenal bertahan begitu dalam dan kesulitan melakukan serangan balik. Apakah bertahan hampir sepanjang laga adalah rencana Emery? Apakah rencana pelatih asal Spanyol itu menjadikan The Gunners seperti tim kelas dua Liga Inggris?
Sungguh sabar Gooners menyikapi situasi seperti ini. Terutama dua Gooners di bangku VIP, Raul Sanllehi dan Edu, yang tidak segera menemani Emery menuju pintu keluar kantor Arsenal. Atas kesabaran ini, Gus Miftah, fans Arsenal memang layak mengantre di jalur masuk surga. Ya tentunya nanti belok ke neraka dulu sebentar untuk menebus dosa.
Gus, tanda-tanda kedua kalau Emery bakal mengubah Arsenal menjadi tim kelas dua adalah ketika hanya merasa “berani” saat bermain di kandang sendiri. Tim-tim kelas dua, biasanya akan bermain bertahan ketika tandang, menumpuk pemain di depan gawang, lalu baru berani agak menyerang ketika main di kandang.
“Kita harus merasa kuat di kandang. Inilah yang ingin saya raih bersama para pemain. Jika kami merasa kuat di kandang, lebih percaya diri dan mendulang poin dengan penampilan yang bagus, saya tahu kami bisa mendapatkan tiga angka dan bermain dengan baik melawan semua tim,” kata Emery.
Perhatikan, Gus, Emery menggunakan kata “merasa” dan “jika”. Sebuah bukti kalau dirinya pun nggak yakin-yakin amat. Nggak percaya diri, nggak punya nyali untuk tampil dengan identitas sendiri. Apa ada dalam sejarah Arsenal selalu didikte lawan sampai hanya “merasa” berani ketika main di kandang sendiri? Nggak ada, Gus.
Sekuat apapun lawan, The Gunners bermain dengan identitasnya sendiri. Meskipun akhirnya dibantai Barcelona dan Bayern Munchen, tetapi klub dari London ini selalu berusaha menyerang dan mengambil inisiatif laga. Sebuah keadaan yang tidak lagi saya rasakan selama dua musim ini, Gus.
Kesabaran fans Arsenal ini seperti pandangan beberapa pekerja di Jogja, Gus. UMK kecil nggak masalah karena kami “nrimo ing pandum”, atau menerima pemberian dengan iklas tanpa kecurigaan. Meskipun bahan kebutuhan pokok naik dan harga tanah semakin tak terjangkau, UMK kecil nggak papa karena Jogja itu istimewa, Gus. Pokoknya istimewa dulu aja. Dan ngangeni jangan lupa.
Gus Miftah, saya juga ingat bercandaan Gus kepada istri yang ini: “Wong lanang niku imam, wong wedok niku makmum. Makmum sing apik manut karo imam. Imam yang baik diikuti banyak makmum.” Ehh, salah, bukan itu. Kalau itu cocok buat Ahmad Khadafi, redaktur Mojok. Heuheuheu….
Yang ini maksud saya: “Saya tidak mau berharap kepada manusia. Loro ati tak kandani. Opo meneh mung cangkeme pejabat!”
Buat yang belum tahu, Gus Miftah pernah kena tipu 50 juta rupiah ketika hendak membangun masjid. Gus Miftah menyerahkan semuanya kepada Gusti Allah. Nggak mau mengemis atau bikin panitia pembangunan masjid demi sumbangan.
Berharap kepada manusia bikin sakit hati kata Gus Miftah. Ini cocok belaka dengan harapan-harapan fans Arsenal menjelang laga. Sudah tahu bakal menderita dengan cara bermain dan omong kosong Emery, tapi fans Arsenal tetap menonton pertandingan sampai tuntas. Menggantungkan harapan kepada manusia memang bikin sakit hati.
Saya rasa fans Arsenal dan Liverpool sudah pengalaman betul. Ketika berharap kepada manusia, bukannya kepada nilai, sakit hati yang ada. Ketika hati semakin sakit, perlahan menjadi beku. Saat itu, ketika dikecewakan untuk kesekian kali, tidak ada lagi rasa sedih. Semuanya menjadi hambar. Ituah titik terburuk bagi suporter.
BACA JUGA Ulama Kok Berteman dengan Pemabuk dan Pejudi? atau tulisan YAMADIPATI SENO lainnya.