MOJOK – Pemilihan skuat Inggris untuk Piala Dunia 2018 menuai kontroversi. Gareth Southgate dianggap sudah membuat kesalahan. Apakah Tim Tiga Singa bisa buka puasa juara di Rusia 2018 nanti?
Komentar bernada sumbang bertebaran di media sosial ketika tim nasional Inggris mengumumkan 23 nama pemain yang akan dibawa ke Piala Dunia 2018 bulan depan. Adalah Gareth Southgate, pelatih Tim Tiga Singa yang menjadi sasaran kritik. Pelatih berusia 47 tahun tersebut dianggap tidak becus ketika melakukan seleksi.
Tuduhan tersebut muncul lantaran Southgate tidak membawa serta Jack Wilshere dan Adam Lallana ke Rusia nanti. Nama terakhir masih berstatus sebagai “pemain cadangan” di luar 23 nama yang sudah diumumkan. Sementara itu, nama pertama nampaknya sudah kehilangan harapan. Wilshere bahkan mengungkapkan kekecewaanya secara terbuka lewat akun Twitter pribadinya.
Southgate sendiri dianggap mencederai ucapannya sendiri bahwa dirinya ingin timnya bermain dengan corak penguasaan bola. Nah, dua pemain tersebut boleh dibilang jenis yang langka di sepak bola Inggris. Kemampuan keduanya untuk menguasai dan mendistribusikan bola dianggap sebagai atribut yang cocok untuk angan-angan Southgate.
Benarkah Southgate sudah salah pilih skuat Inggris untuk Piala Dunia? Apakah tim ini sendiri akhirnya bisa buka puasa prestasi? Maklum, selepas Piala Dunia 1965, Inggris tak pernah lagi merasakan nikmatnya menjadi juara sebuah kompetisi resmi. Mojok Institute berusaha masuk ke kepala Southgate untuk mencari tahu alasan pemilihan skuat ini.
Konsistensi babak penyisihan skuat Inggris
Inggris, di kompetisi resmi, seperti seorang bangsawan kaya yang tak tahu caranya menggunakan kekayaan yang ia punya. Ekspektasi selalu besar. Terima kasih untuk citra Liga Primer Inggris sebagai “liga terbaik di dunia”, padahal tidak. Imbasnya, timnas selalu menjadi unggulan, meskipun lebih sering mengecewakan.
Status tersebut, biasanya, didapat setelah melewati babak penyisihan grup. Dengan meyakinkan, mereka bisa melewati setiap pertandingan. Asa yang terbangun memang sangat nyata dan optimis bisa dibawa ke kompetisi sebenarnya. Berbanding terbalik dengan Jerman, yang terkadang jeblok di penyisihan, namun tangguh di kompetisi resmi.
Situasi yang sama terjadi di penyisihan Piala Dunia 2018 di mana Inggris menjadi pemuncak grup F. Catatan mereka pun sangat istimewa, dengan nol kekalahan, 8 kemenangan, dan 2 imbang, dari 10 pertandingan. Tim ini juga tajam di depan gawang setelah mengumpulkan 18 gol dan hanya 3 kali kebobolan. Catatan impresif, yang selalu dicatatkan Inggris selama ini.
Southgate sendiri percaya penuh dengan skuat yang membawa Inggris ke Rusia 2018. Ia merasa sudah punya kerangka yang pasti untuk putaran final nanti. Pada titik ini, Southgate tidak bisa disalahkan apabila ia memilih pemain-pemain yang sesuai dengan cara bermainnya. Apalagi, ketika tengah berjuang di babak penyisihan, Wilshere dan Lallana tengah cedera panjang.
Memang, Wilshere sembuh dan bermain cukup stabil di paruh akhir musim 2017/2018. Namun, Southgate sudah kadung punya bayangan skuat yang cocok. Meskipun Alex Oxlade-Chamberlain cedera, Southgate masih punya Jesse Lingard dan Dele Alli yang tampil stabil sepanjang musim. Pun, Southgate masih bisa memainkan Raheem Sterling di belakang penyerang.
Southgate memilih konsistensi. Sebuah aspek yang coba ia bawa ke Rusia nanti. Sebuah aspek yang selama ini hanya terasa di babak penyisihan, namun tidak bisa diemulasi ketika kompetisi sebenarnya sudah berjalan.
Mengintip cara bermain Inggris
Southgate menggunakan pola dasar 3-5-2 di dua uji tanding menghadapi Belanda dan Italia. Nampak belum sempurna, namun Inggris mampu bermain stabil dan kompak. Inggris memang menjadi lebih pasif, terutama ketika menghadapi lawan yang superior. Namun di sepak bola, menjadi pasif tidak selalu berarti buruk.
Inggris menunjukkan satu atribut penting untuk kompetisi jangka pendek, yaitu tangguh di lini pertahanan. Kerja pertahanan yang baik, setidaknya menjamin Inggris tidak kalah.
Tiga bek tengah yang banyak digunakan oleh Southgate adalah John Stones, Harry Maguire, dan Kyle Walker. Ketiganya adalah jenis bek yang nyaman menguasai bola dan cukup kreatif untuk mendistribusikan bola ketika ditekan oleh penyerang lawan. Ketiganya punya koneksi yang baik dengan Jordan Henderson, yang bermain sebagai gelandang bertahan.
Keempat pemain ini membentuk bentuk berlian dan sangat ideal untuk mengalirkan bola. Inilah bentuk dasar untuk penguasaan bola ala Southgate. Sementara itu, dua gelandang di tengah akan diisi Lingard dan Alli. Dua pemain muda dengan beberapa kelebihan yang menunjang. Mulai dari pergerakan tanpa bola yang matang, jago memanfaatkan titik buta pemain lawan, mampu menerima (menguasai) bola di wilayah lawan yang sempit, dan punya kontribusi gol yang baik.
Keberadaan Lingard dan Alli di dua lorong halfspace membuat Inggris lebih nyaman memindahkan area permainan (switch). Oleh karena itu pula, Inggris lebih mudah menciptakan satu pemain yang bebas di sisi berlawanan dengan bola. Misalnya jika bola ada di bek sayap kiri, Inggris bisa memindahkan permainan ke kanan via lapangan tengah dengan cepat. Pemain di sisi kanan akan terbebas dari pengawasan lawan.
Perhatikan pula arah gerak Raheem Sterling. Pemain milik Manchester City tersebut banyak bergerak ke bawah, berdiri di antara Lingard dan Alli. Sterling membantu Inggris hampir selalu berada dalam situasi menang jumlah di wilayah lawan, membuat progres serangan menjadi lebih mulus.
Bagaimana dengan situasi bertahan? Lantaran menggunakan pola dasar 3-5-2, maka ketika bertahan, pola dasar 5-3-2 yang akan terlihat. Perhatikan grafis di bawah ini:
Formasi dasar 5-3-2 ketika bertahan membuat Inggris selalu menang jumlah pemain. Pun, formasi dasar ini membuat jarak pemain bertahan menjadi lebih dekat. Ketika jarak pemain bisa dijaga, lawan akan sulit melakukan penetrasi, atau memanfaatkan celah di antara pemain. Kelebihannya lainnya, akan selalu ada pemain yang menjaga titik buta (cover shadow).
Perhatikan dua arsiran pada grafis di atas. Formasi ini memang membuat dua gelandang tengah harus bekerja ekstra keras karena harus meng-cover area yang luas. Lingard dan Chamberlain sukses mengerjakan peran ini lantaran keduanya punya intensitas dan stamina yang baik. Untungnya, Alli, yang kemungkinan menggantikan Chamberlain punya atribut yang sama.
Situasi ini bisa menjadi alasan yang masuk akal mengapa Southgate lebih memilih tidak membawa Wilshere dan Lallana. Keduanya telalu rentan cedera jika terlalu banyak bermain di tengah pertandingan dengan intensitas tinggi. Di bangku cadangan, ada nama Ruben Loftus-Cheek dan Danny Welbeck yang punya atribut yang sama, yaitu punya stamina dan kecepatan.
Inggris di bawah Southgate memang bukan tim yang sempurna. Namun, komposisi ini, paling tidak, yang membuat tim ini menjadi stabil dan konsisten. Apakah Inggris bisa buka puasa di Rusia nanti? Hanya Tuhan dan bandar judi yang tahu.