MOJOK.CO – Giroud untuk Chelsea, Martial untuk Manchester United. Semuanya soal giliran menjadi pembeda atau pecundang dalam sebuah laga penting.
Terkadang, kemenangan dalam sebuah laga sepak bola ditentukan oleh satu aksi yang sebetulnya dianggap “tidak penting”. Misalnya proses gol dari sundulan yang seharusnya mudah ditangkap, tembakan yang pelan tetapi menerobos selangkangan kiper, dan lain sebagainya.
Orang sekarang bakal bilang, “Damage-nya nggak ngotak,” ketika kebobolan dengan cara paling komikal seperti itu. Apalagi setelah kiper berjibaku untuk mengamankan ribuan peluang emas yang sebetulnya 98 persen menjadi gol. Sudah terlihat heroik, malah jadi badut gara-gara gol konyol.
Pemain dengan kemampuan membuat “gol menyebalkan” seperti itu sering mendapat predikat “sang pembeda”. Setelah membuang ratusan peluang, dia bisa membuat satu gol yang menentukan karier banyak pemain. Menyebalkan, tetapi keberadaannya sangat dibutuhkan.
Semakin menyebalkan ketika di SATU pertandingan mereka bisa membuat gol indah. Tidak hanya satu, tetapi sampai empat, seperti yang dilakukan Olivier Giroud bagi Chelsea di Liga Champions. Di sisi lain, ketika membuang banyak peluang, kamu mendapatkan contoh dalam diri Anthony Martial bagi Manchester United.
Coba kamu hitung berapa kali nama Giroud dan Martial masuk dalam daftar trending topic media sosial. Jelas masih kalah banyak dibandingkan nama-nama yang sudah biasa menghiasi headline, seperti Lionel Messi atau Cristiano Ronaldo. Ketika menjadi pembahasan, kedua nama itu malah menjadi bahan meme karena terlalu banyak membuang peluang atau “mandul” dalam waktu yang lama.
Jauh sebelum membuat empat gol bagi Chelsea di Liga Champions, Giroud itu seperti “api dan es” bagi fans Arsenal. Ketika gol-golnya sangat dibutuhkan, dia buang semua peluang emas itu. Bahkan kalau tidak salah, Giroud pernah “mandul” di lebih dari 10 pertandingan.
Sementara itu, harapan fans Manchester United di pundak Martial tidak pernah benar-benar padam. Pada dasarnya, Martial bukan pemain jelek. Dia punya segalanya untuk sukses. Namun, dia punya satu kebiasaan seperti Giroud, yaitu tampil baik di satu pertandingan, untuk kemudian “tenggelam” di fase-fase penting.
Untuk Giroud sendiri, kasusnya terasa sangat aneh. Maksudnya begini, ketika bermain di Piala Dunia 2018, striker Chelsea itu tidak menyumbangkan gol satu pun untuk timnas Prancis. Namun, keberadaannya sangat penting untuk Griezmann dan Mbappe. Saking kesalnya karena kalah bersaing, Karim Benzema menyebut Giroud seperti mobil gokart, sementara dirinya mobil F1.
Pernyataan Benzema terdengar sangat menggelitik, sebuah suara sumbang dari pemain yang iri. Namun, dunia sepak bola memang terkadang “terasa aneh”, apalagi masa sekarang, ketika kontribusi striker tidak hanya bikin gol. Dan di sana, nilai Giroud tetap tinggi.
Saya ingat pernah menulis soal kualitas Martial ketika Manchester United gagal membeli striker di 2019. Mengingat kembali analisis itu, Martial punya kualitas teknis untuk menjadi striker yang berbahaya. Saya menulis seperti ini:
“Anthony Martial seperti punya kemampuan untuk “mengukur gawang”. Semua pergerakannya diperhitungkan untuk membuat peluang secara maksimal. Baik buat dirinya sendiri, maupun buat para rekan di lini kedua. Tidak ada bek yang suka berhadapan dengan striker yang bisa mengukur jarak dan memakan ruang secara maksimal.”
Selain jago menggiring bola, Martial jeli melihat ruang yang berbahaya di kotak penalti lawan. Kemampuan menendang bola dan mengirim umpan juga di atas rata-rata. Ketika lawan memaksa menghentikan lajunya, peluang mendapat penalti juga cukup besar. Di atas kertas, menyesuaikan dengan analisis yang saya buat, Martial adalah striker yang komplet.
Yah, di atas kertas, semuanya terlihat menjanjikan. Namun, pada titik ini, kita gagal mengukur hal-hal non-teknis yang juga penting. Misalnya soal mental dan konsistensi. Padahal, di level tertinggi, tak hanya Chelsea dan Manchester United, tetapi semua klub besar, membutuhkan konsistensi prima dari setiap pemain.
Akan ada saatnya ketika Chelsea dibuat frustrasi oleh Giroud karena membuang lima peluang bersih. Ada kalanya juga ketika Martial menjadi juru selamat Manchester United. Sepak bola memang seperti kehidupan itu sendiri, sawang sinawang, situasi di mana kita melihat betapa enak kehidupan orang lain untuk kemudian situasinya berbalik.
Untuk saat ini, fans Chelsea boleh membuat meme Martial yang gagal menceploskan bola ke gawang PSG yang kosong. Kelak, gantian fans Manchester United yang mengolok-olok Giroud karena gagal mencocor bola masuk gawang dari jarak dua meter saja.
Sang pembeda, terkadang memberi daya hidup dalam satu atau dua kejadian krusial saja. Untuk kemudian dia tenggelam dalam banyak penyesalan karena gagal memberi kontribusi lebih. Sudahkah kamu merasa seperti itu dalam kehidupanmu?
Yah, kalau dipikir dari sudut pandang kehidupan, mungkin Martial dan Manchester United lagi menjalani karma “Gini doang grup neraka?”.
Manchester United yang dulu jemawa, sekarang terjebak dalam sebuah grup di mana peluang lolos sama besarnya dengan peluang menjadi pecundang. Pelajarannya, jangan jemawa kalau belum benar-benar menjadi juara. Kalau kalah, soal karma goblok ini bakal dibawa-bawa lagi.
BACA JUGA Anthony Martial Membantu Manchester United Mengukur Gawang dan tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.