MOJOK.CO – Awal karier Bukayo Saka mirip dengan kemunculan Hector Bellerin. Ketika para pemain tim utama Arsenal cedera dan para pemain muda berhasil menangkap kesempatan.
“Sepak bola tidak akan menunggu,” kata Hector Bellerin ketika menggambarkan situasi di sekitar pertandingan debutnya untuk Arsenal. Bellerin melakoni debut untuk Arsenal di usia 19 tahun. Dia bermain di penghujung babak kedua, menggantikan Mikel Arteta, dan bermain sebagai gelandang sentral, bukan bek kanan.
Pertandingan secara penuh baru Bellerin rasakan di Liga Champions melawan Borussia Dortmund. Saat itu, Bellerin “dipaksa” jadi bek kiri. Arsene Wenger tidak punya pilihan lain setelah Nacho Monreal dan Calum Chambers cedera. Jika tidak salah ingat, Mathieu Debuchy, bek kanan nomor satu, tengah mengalami cedera bahu.
Usianya 19 tahun kala itu ketika Bellerin dipaksa menerima keadaan. Tidak bermain di posisi aslinya karena pemain utama tumbang berkat cedera. Bek asal Spanyol itu harus beradaptasi. Mau tidak mau, karena seperti katanya sendiri, sepak bola tidak akan menunggu. Sepak bola akan meninggalkan pemain yang tidak siap untuk beradaptasi dan bekerja keras.
Pertandingan penuh Bellerin berakhir dengan kekalahan. Arsenal kalah dengan skor 0-2 di rumah Dortmund. Namun, bagi Bellerin, kekalahan itu bernilai sangat tinggi. Kekalahan yang mengajarkan kepadanya bahwa sepak bola fun di kelas remaja sudah usai. Yang ada tinggal level selanjutnya. Level yang tidak dia pikirkan akan datang begitu cepat.
Setelah debut aneh dan kekalahan di laga penuh pertamanya, Bellerin menjadi pilihan pertama Wenger. Berkat konsistensinya sepanjang musim, Wenger pun memainkan Bellerin di laga final Piala FA. Saat itu, Arsenal mengalahkan Aston Villa dengan skor 4-0. Sebuah lonjakan karier yang luar biasa dari seorang debutan.
Kini, awal karier Bellerin di Arsenal terjadi kembali. Seperti déjà vu, awal kariernya teresonansi di dalam diri Bukayo Saka.
Bukayo Saka ada karena Arsenal terpaksa
Mungkin, di Liga Inggris, Arsenal adalah klub yang paling tidak beruntung dengan catatan cedera. Terutama cedera yang menimpa personel pemain bertahan. Mulai dari cedera Rob Holding, yang datang ketika si pemain tengah dalam performa terbaik. Lalu ada cedera lutut Bellerin yang memaksanya absen hampir satu musim.
Musim 2019/2020, dua bek kiri Arsenal, Kieran Tierney dan Sead Kolasinac menepi karena cedera. Tierney cedera bahu dan baru akan sembuh di Maret 2020. Sementara itu, Kolasinac cedera paha dan absen hingga pertengahan Februari 2020. Bek senior yang bisa mengisi pos bek kiri, Calum Chambers malah cedera lutut dan akan absen hingga akhir musim.
Oleh sebab itu, Mikel Arteta tidak ada pilihan selain memainkan pemain yang tidak familier dengan pos kiri. Bukayo Saka, yang berposisi asli sebagai sayap kiri, dikonversi menjadi bek kiri. Pilihan berani yang terbayar dengan cukup manis hingga saat ini.
Bukayo Saka datang sebagai “pilihan darurat” seperti Bellerin. Dulu, Bellerin juga menjadi “pilihan darurat” Wenger karena Chambers cedera. Bukan hendak mensyukuri cedera Chambers. Namun, ketika dia absen dalam waktu lama, Arsenal menemukan pemain muda yang mampu mematahkan keraguan dan menjadi pilihan pertama. Get well soon, Calum.
Proses konversi Bukayo Saka menjadi bek kiri berjalan manis karena dua hal. Pertama, secara kualitas teknis dan kebiasaan, posisi bek kiri memang mudah dipelajari oleh Bukayo Saka karena posisi aslinya sebagai sayap kiri. Lagipula, ketika bermain sebagai sayap kiri, Bukayo Saka sudah memperlihatkan kalau dirinya paham dengan tugas-tugas bertahan.
Mulai tracking back, shadow play, hugging the line, menyediakan width, hingga mempertahankan kompaksi bertahan sudah dipahami oleh Bukayo Saka. Untuk kelebihan-kelebihan ini, ucapan terima kasih perlu disampaikan kepada Unai Emery. Emery mengajarkan pemain muda untuk bermain tenang. Selain tentunya, Emery memberi kesempatan debut kepada beberapa pemain muda.
Ketika Emery dipecat oleh manajemen Arsenal, Bukayo Saka menunjukkan rasa terima kasihnya lewat media sosial. Bukayo Saka paham bahwa dirinya akan matang hanya dengan kesempatan yang ada. Tanpa kesempatan dan kepercayaan, semua wonderkid hanya akan berakhir sebagai pemain “penunggu antrean”. Padahal, sepak bola tidak pernah menunggu.
Alasan kedua mengapa Bukayo Saka menjadi bek kiri yang baik adalah karena sistem Mikel Arteta. Salah satu masalah Arsenal mulai dari zaman Wenger hingga Emery adalah soal transisi bertahan. Meski sudah mempelajari dan mengenali tugas-tugas bertahan sebagai bek kiri, tentunya Bukayo Saka belum sematang sesuai usiaanya.
Arteta memahami itu dan membantu Bukayo Saka supaya kelemahannya tidak terekspose. Ketika Bukayo Saka naik menyerang, Granit Xhaka menutup ruang di belakangnya. Pergeseran Xhaka menjadi “false LB” membuat Bukayo Saka tidak terlalu susah payah berlari ke belakang ketika transisi bertahan terjadi.
Sistem ini tidak hanya memudahkan Bukayo Saka naik ke depan. Sistem yang terlihat sederhana ini juga membantu Xhaka. Ketika bergeser ke sisi kiri, Xhaka tidak perlu mengawasi wilayah yang lebih luas. Lucas Torreira dan siapa pun yang bermain sebagai bek kanan akan berdiri di sekitar lapangan tengah.
Pun ketika menerima bola dalam progresi serangan, Xhaka tidak perlu susah payah berbalik badan. Kita tahu, Xhaka cukup kesulitan memprogresikan bola ketika lawan menekan dari belakang. Dengan berdiri di ruang sebelah kiri, Xhaka lebih enak melihat ke luasnya lapangan dan memprogresikan bola.
Jadi, perubahan posisi Bukayo Saka dan sistem yang mendukungnya menguntungkan banyak pihak. Saka sendiri, lalu Xhaka, lalu rekan satu tim, Arteta sendiri, dan para fans yang tidak perlu menahan napas setiap kali Arsenal kena serangan balik.
Resonansi karier Bellerin adalah tentang usaha berlutut di depan sebuah kesempatan. Sepak bola tidak akan menunggu. Bukayo Saka harus mengejarnya dan berhasil menangkap sebuah kesempatan langka ini.
BACA JUGA Saka dan Ansu Fati: Menjadi Garam dan Terang Dunia Arsenal dan Barcelona atau tulisan lainnya dari Yamadipati Seno.