Mojok
KIRIM ARTIKEL
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
    • Bidikan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Logo Mojok
Kirim Artikel
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal
Beranda Esai

Mengapa Kita Harus Membenci PKI?

Arlian Buana oleh Arlian Buana
7 Oktober 2015
A A
mengapa harus benci komunis
Bagikan ke WhatsAppBagikan ke TwitterBagikan ke Facebook

Waktu kecil, saya sering sekali mendengar orang mengumpat dengan menyebut “PKI!” atau “Yahudi!” Padahal di desa saya tidak bisa ditemui makhluk PKI ataupun Yahudi. Tapi kebencian itu ada, dan nyata.

Di awal-awal Sekolah Dasar, saya bertanya kepada Bapak: PKI itu apa? Yahudi itu apa? Tuhan itu apa?

Bapak memberi jawaban, Tuhan itu pencipta seluruh alam termasuk manusia—kakek, nenek, bapak, saya, pohon durian, pohon duku, Sungai Komering, Gunung Seminung, Sungai Musi, semuanya. Bapak bilang, PKI itu orang-orang yang tidak beragama, musuh Islam, musuh negara. Dan Yahudi juga musuh Islam.

Sekali bertanya, sudah itu saya tak banyak memikirkannya. Sebagaimana kanak-kanak lainnya, saya lebih memikirkan bermain daripada membicarakan PKI dkk. Tapi saya tidak pernah lupa jawaban Bapak. Saya tidak pernah lupa bagaimana orang bersumpah-serapah dengan PKI dan Yahudi, dengan wajah yang jauh lebih keji daripada ketika mereka mengumpat “Kampang!”

Beranjak besar, sekali waktu saya bertanya lagi kepada Bapak: mengapa orang kita tidak membenci Belanda dan Jepang? Mengapa kita lebih membenci PKI dan Yahudi? Di sekolah, guru-guru dan buku pelajaran membicarakan penjajahan Belanda dan Jepang, berikut kebengisan dua negara itu menjebak lalu membunuh para Pahlawan Nasional, juga kekejaman mereka terhadap nenek-moyang kita. Mengapa harus PKI dan Yahudi yang dijadikan sumpah-serapah?

Saya tidak ingat jawaban Bapak. Tapi tak lama setelah pertanyaan itu, Bapak mengajak saya begadang untuk menonton film Pengkhianatan G30S/PKI, di pelataran rumah seorang uwak yang kebetulan Kepala Desa. Cukup ramai, kira-kira ada 60 orangan, cukup banyak teman sebaya saya yang ikut menonton, ada beberapa cewek juga, selebihnya kakak-kakak yang lebih tua dan orang dewasa. Televisi menyala dengan daya aki, diterangi lampu petromaks.

Saya sempat terkantuk-kantuk menunggu film Pengkhianatan dimulai. Saya memang sering menemani Bapak numpang nonton film di rumah Uwak, tapi tidak beramai-ramai, dan kalau sudah di atas jam 9 biasanya saya akan jatuh tertidur, dan Bapak akan menggendong saya pulang ke rumah. Menonton film Pengkhianatan adalah pengalaman pertama saya begadang sampai tengah malam.

Keesokan harinya, saya dan teman-teman akan membicarakan kebiadaban PKI, pemujaan terhadap para pahlawan revolusi, dan kesedihan untuk Ade Irma Suryani. Bagaimana Ade Irma jika ia masih hidup, seperti apa wajahnya, pasti cantik sekali. Sesekali kami menirukan adegan dan dialog dalam film, seperti kami sering menirukan tokoh Khaidir Ali di TVRI. Di antara kami, ada pula yang bernama Ahmad Yani.

Kakek tidak pernah merasakan kekejaman Belanda, apalagi bapak dan saya, tapi kakek sering meceritakan kisah dari kakek buyut, dan sesudah listrik masuk desa, saya bisa menyaksikan film-film perjuangan mengusir Belanda dan Jepang. Kakek merasakan sendiri penderitaannya di zaman pendudukan Jepang, tapi kakek tidak pernah menyumpah-nyumpahi Jepang. Kakek malah sering menyanyikan lagu-lagu Jepang yang tidak saya pahami. Saya juga mulai banyak menonton kartun-kartun Jepang.

Tapi saya tetap mempertanyakan kenapa PKI dan Yahudi, kenapa tidak Belanda dan Jepang, meski saya simpan sendiri.

Tamat SD, saya belum juga menemukan jawaban yang memuaskan. Dan sampai sekarang pun, saya merasa semua jawaban yang saya dapatkan masih belum cukup.

Dari apa yang saya pelajari, kurang lebih saya bisa memahami situasi politik antara tahun 1959 hingga 1965 yang demikian panas, dari atas sampai bawah, dari elite hingga akar rumput. Di era yang katanya politik sebagai panglima, ketika ideologi-ideologi masih berbenturan, ungkapan-ungkapan yang digunakan di tahun-tahun itu adalah bahasa-bahasa kasar.

Saya bisa mengerti apa yang dimaksud Iqbal Aji Daryono sebagai tindakan “provokatif, ngehek, bahkan brutalnya orang-orang PKI sejak jauh hari pra-1965.” Tapi bukankah semua itu adalah pertarungan politik?

Memang sampai ada gesekan, ketika PKI disebut-sebut melakukan aksi sepihak terkait landreform di berbagai tempat, memprovokasi umat Islam dengan serangan subuh di Kediri, dan lain-lain. Tapi pantaskah semua itu dibayar dengan pembabatan habis orang-orang komunis dan yang dituduh komunis?

Iklan

Dan peristiwa 30 September—yang digunakan sebagai dalih utama pembantaian 1965-1966—masih belum terang siapa dalang sesungguhnya. Sementara jumhur ulama sejarawan berpendapat, PKI bukan otak di balik pembunuhan para jenderal seperti yang digambarkan film Pengkhianatan. PKI tak ubahnya Tyrion Lannister dalam Game of Thrones, yang didakwa membunuh Raja Joffrey Baratheon dalam sebuah konspirasi perebutan singgasana. Dan seperti Tyrion yang dicelakakan ayah dan kakak perempuannya sendiri, PKI adalah anak dan saudara yang tak diinginkan.

Seiring berjalannya waktu, sedikit demi sedikit saya pun bisa memahami kenapa masyarakat desa saya, termasuk Bapak, punya pandangan miring tentang PKI. Selain karena peristiwa-peristiwa gesekan yang pernah terjadi, kebencian diawetkan dengan ceramah-ceramah para pemuka agama di masjid-masjid hingga obrolan di warung kopi. Lewat khutbah-khutbah Jumat, khutbah Idul Fitri, yang buku kumpulannya disuplai negara, dan yang paling massif tentu saja film Pengkhianatan.

Ada tangan besar yang bekerja di sana.

Mengenai Yahudi, mengingat belum ada keterangan persentuhan kita dengannya, sampai sekarang saya belum bisa mengerti kenapa. Kecuali beberapa potongan ayat di Kitab Suci. Perkara Jepang dan Belanda, sesederhana karena kedua bangsa itu diberi kesempatan kedua untuk berhubungan baik dengan bangsa ini. Sedangkan Yahudi, dan keluarga besar PKI, belum pernah.

Tentu mudah untuk mengatakan bahwa saya, generasi saya, tidak tahu apa-apa tentang semua yang pernah terjadi. Mudah untuk bilang bahwa saya “tidak mengalami atau merasakan sendiri suasana permusuhan dengan PKI.”

Kalau begitu, izinkan saya kembali bertanya, mengapa kita harus memendam kebencian? Untuk apa kita membenci dan bermusuhan, demi siapa?

Terakhir diperbarui pada 11 Agustus 2021 oleh

Tags: KomunisPartai Komunis IndonesiaPKIYahudi
Arlian Buana

Arlian Buana

Artikel Terkait

PKI dan Politik Ingatan: Dari Demonisasi hingga Penghapusan Sejarah
Video

PKI dan Politik Ingatan: Dari Demonisasi hingga Penghapusan Sejarah

27 September 2025
bti, petani, tani.MOJOK.CO
Ragam

Rumus “3S-4J-4H” Wajib Dijalankan Pemerintah Kalau Mau Petani di Indonesia Maju

28 Januari 2025
Seputar Peristiwa 65 yang Tak Mungkin Ada di Buku Sejarah MOJOK.CO
Esai

Seputar Peristiwa 65 yang Tak Mungkin Ada di Buku Sejarah

30 September 2024
seni berpemilu ala pki jasmerah mojok
Video

Begini Strategi PKI Memenangkan Suara di Jawa Tengah pada Pemilu 1955

21 Desember 2023
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

jogjarockarta.MOJOK.CO

Mataram Is Rock, Persaudaraan Jogja-Solo di Panggung Musik Keras

3 Desember 2025
Pelaku UMKM di sekitar Prambanan mengikuti pelatihan. MOJOK.CO

Senyum Pelaku UMKM di Sekitar Candi Prambanan Saat Belajar Bareng di Pelatihan IDM, Berharap Bisa Naik Kelas dan Berkontribusi Lebih

3 Desember 2025
Judi Online, judol.MOJOK.CO

Pengalaman Saya 5 Tahun Kecanduan Judol: Delusi, bahkan Setelah Salat pun Doa Minta Jackpot

2 Desember 2025
Lulus S2 dari UI, resign jadi dosen di Jakarta. MOJOK.CO

Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar

5 Desember 2025
banjir sumatera. MOJOK.CO

Bencana di Sumatra: Pengakuan Ayah yang Menjarah Mie Instan di Alfamart untuk Tiga Orang Anaknya

1 Desember 2025
'Aku Suka Thrifting': Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism.MOJOK.CO

‘Aku Suka Thrifting’: Dari Lapak Murah hingga Jejak Ketimpangan Dunia dan Waste Colonialism

1 Desember 2025
Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Artikel
Kontak

Kerjasama
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Esai
  • Liputan
    • Jogja Bawah Tanah
    • Aktual
    • Kampus
    • Sosok
    • Kuliner
    • Mendalam
    • Ragam
    • Catatan
  • Kilas
  • Pojokan
  • Otomojok
  • Konter
  • Malam Jumat
  • Video
  • Terminal Mojok
  • Mau Kirim Artikel?

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.