Uneg-uneg dari Orang Kidal: Kidal Itu Nggak Enak Banget!

Jadi Orang Kidal itu Ngga Enak Banget! MOJOK.CO

Ilustrasi Jadi Orang Kidal itu Ngga Enak Banget! MOJOK.CO

“Kenapa sih aku berbeda dari kebanyakan orang? Kenapa aku lahir menjadi orang kidal? Ya Tuhan, ngga enak banget…” ucapku saat masih belum bisa menerima keadaan sebagai seorang yang lahir dengan kemampuan dominan sebelah kiri.

Lewat tulisan ini, aku mau menyampaikan keluh kesahku dan mungkin kebanyakan orang kidal lainnya saat dihadapkan dengan dunia yang isinya mayoritas orang bertangan kanan.

Kidal sedari lahir

Aku adalah orang kidal sedari lahir, bahkan masih hingga sekarang di usiaku yang ke 22 tahun. Hampir semua hal yang kulakukan menggunakan tangan kiri seperti menulis, mandi, angkat barang, olahraga, dan sebagainya.

Bahkan dulu aku makan sempat dengan tangan kiri sampai umur 7 tahun, sampai akhirnya ibu memaksaku untuk menggunakan tangan kanan. Adab katanya. Kidal sejati bukan?

Sebagai orang yang terlahir “berbeda”, dulu aku merasa menjadi kidal adalah sebuah musibah. Bagaimana tidak, aku merasa sangat insecure dikelilingi orang-orang yang bertangan kanan. Teman-temanku, saudaraku, bahkan orang tuaku sendiri juga tidak kidal. Aku bahkan sempat berpikir apakah aku memang benar anak kandung mereka atau bukan.

Saat di sekolah pun begitu. Aku merasa tidak “normal” di tengah teman-temanku. Saat masih SD, aku bersekolah di salah satu sekolah Islam di Kalimantan. Namanya juga sekolah Islami, tentu ada beberapa pelajaran yang berkaitan dengan bahasa Arab. Jujur saja, aku paling malas saat pelajaran itu.

Bukan karena tidak beriman, tapi hanya saja beberapa pelajaran itu mengharuskan untuk menulis tulisan Arab. Saat aku menulis itulah, teman-temanku bahkan salah satu guruku seakan “mengejekku” karena menulis Arab dengan tangan kiri.

“Kok nulis Arab pakai tangan kiri? Pamali tahu, kan tangan kiri buat cebok. Masa tangan kotor buat nulis Arab?” kurang lebih ucapan mereka begitu saat itu.

Jadi anak yang kurang percaya diri

Bukan hanya saat pelajaran Arab saja, bahkan pelajaran biasa pun aku “ditertawakan”. Saat maju ke depan untuk menulis di papan tulis, teman kelasku berucap “ih kok nulisnya tangan kiri? gak sopan deh.”

Mungkin saat itu mereka menganggap sebagai candaan anak SD saja. Tapi hal itu mempengaruhiku menjadi orang yang pemalu dan kurang percaya diri saat tampil di depan umum.

Namun, seiring berjalannya waktu, aku mulai menerima keadaan bahwa aku memang lahir begini.

Aku mencoba berdamai dan menganggap terlahir sebagai orang kidal adalah anugerah, bukan musibah. Walaupun banyak anggapan dan mitos orang kidal di masyarakat seperti umurnya pendek, aneh, tidak sopan, dan sebagainya.

Aku mencoba untuk bodo amat dan menganggap sebagai lucu-lucuan saja. Dari yang awalnya aku berpikir “Kok Tuhan menciptakan aku begini sih?” berubah menjadi “Aku ini keren lho, Tuhan menciptakanku spesial daripada yang lain.”

Mungkin itu saja unag uneg yang kurasakan sebagai orang kidal. Saat ini, aku juga belajar dan melatih tangan kananku biar bisa dipakai keduanya. Oh iya, aku punya pesan penutup kepada para pembaca.

Kidal itu kelebihan, syukuri…

Buat teman-teman yang terlahir kidal, it’s okay. Kita keren kok, syukuri atas apa yang Tuhan kasih ke kita. Walaupun kita berbeda dari kebanyakan orang, jangan insecure karena kita punya kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Lalu untuk teman-teman yang terlahir “kadal” dan mendapati di sekitar kalian ada yang “kidal”, jangan dihakimi. Walaupun kalian melihat mereka unik, tapi cobalah untuk dirangkul. Ucapan atau tindakan yang kalian anggap candaan, bisa saja dipahami mereka yang kidal sebagai bullyan atau merasa terkucilkan.

Kita tidak pernah tahu apa yang benar-benar mereka rasakan. Mereka pun kalau bisa memilih, mungkin juga tidak ingin terlahir sebagai kidal.

Sebagai penutup, karena kebetulan sekarang saya berkuliah, tolong dong kursi yang sekaligus ada mejanya di kelas itu dibikin lebih ramah buat orang kidal. Bentuk kursinya diskiriminasi banget, gak enak posisi mejanya ada di sebelah kanan hahaha. Just kidding :D. Salam hangat semua.”

Muhammad Rizky Fauzan Yogyakarta rizkyfauzan209@gmail.com

BACA JUGA Rasanya Jadi Anak Perempuan Bungsu di Keluarga Jawa, Muslim Taat, dan Sedikit Patriarki dan keluh kesah lain dari pembaca Mojok di UNEG-UNEG

Keluh kesah dan tanggapan Uneg-uneg  bisa dikirim di sini.

Exit mobile version