Saya punya teman kerja, seorang perempuan yang menyenangkan. Bahkan suatu hari dia membantu mencari alasan biar saya bisa bolos, semua sikapnya adalah sesuatu yang saya ingin dan saya butuhkan. Dia bekerja menjaga toko onderdil sepeda motor dan saya montirnya, kami berdua bekerja pada orang yang sama, di tempat yang sama pula.
Nahas. Karena dekatnya hubungan kami, tanpa disadari saya membuatnya marah. Karena dia melakukan sesuatu secara sepihak tanpa melibatkan saya, padahal urusan itu penting karena menyangkut keuangan bengkel, saya mengomelinya dengan nada tinggi. Dia yang awalnya riang lalu berubah menjadi orang yang tidak saya kenali.
Awalnya saya maklum karena jika orang sudah marah maka butuh waktu hingga reda. Seminggu berlalu, saya pun merasa dia sudah tenang, ketika makan siang saya menghampirinya dan mengungkapkan bahwa saya salah, saya memohon maaf. “Iya, sama-sama” katanya tanpa memandang orang yang mengajaknya bicara.
Saya pikir sehabis makan siang itu sedikit demi sedikit dia sadar bahwa saya bersungguh-sungguh menyesal dengan masalah ini. Hanya masalah waktu dia akan kembali seperti teman yang saya kenal tiga tahun lalu.
Ternyata inilah masalah terbesarnya. Ungkapan itu hanya keluar dari mulutnya tanpa dibarengi sikap ingin memperbaiki keadaan. Dia tetap dingin, ucapannya masih ketus (kondisi ini hanya berlaku saat kami bicara, selebihnya dia bersikap cair ke orang lain).
Keadaan ini terus berlangsung berminggu-minggu sampai kecemasan melanda entah itu saat bekerja maupun waktu berada di rumah. Merasa tidak kuat lagi karena terpikir dengan sikap itu akhirnya saya mencoba berkonsultasi dengan psikolog. Karena jika tidak melakukan sesuatu saya khawatir bakal depresi.
Psikolog ini memberi saran biar saya bisa berpikir positif, relaksasi ringan supaya kekhawatiran tentang dia mereda. Percaya proses menunjukkan usaha ingin memperbaiki hubungan dibanding hanya berpikir yang tidak-tidak.
Dari sinilah saya tahu bahwa mendiamkan adalah cara paling jahat untuk menghukum orang lain, apalagi jika orang itu masih sangat peduli, dia akan sungkan meminta bantuan begitu pula sebaliknya, padahal keadaan mengharuskan kami untuk selalu berhubungan.
Tidak masalah jika ia mengomel separah apapun karena saya akan tahu inti permasalahannya di mana, apa yang dia inginkan. Tolong bicaralah karena saya tidak mungkin bisa mendengarkan batin orang lain, bukan.
Rendi Okto
Wonosobo
rendyokto7@gmail.com