Rasanya Jadi Warga Muhammadiyah di Sumenep

Rasanya Jadi Warga Muhammadiyah di Sumenep. MOJOK.OO

Rasanya Jadi Warga Muhammadiyah di Sumenep. (Mojok.co)

Saya terlahir di Kabupaten Sumenep, ujung timur Pulau Madura yang terkenal dengan warganya yang menjadi pengikut ormas Nahdlatul Ulama. Namun, saya terlahir di keluarga yang hampir setengahnya pengikut Muhammadiyah. 

Entah darimana kok bisa menjadi warga Muhammadiyah di antara banyaknya warga NU di keluarga besar. Saya hanya menebak mungkin keluarga saya tergabung dalam Muhammadiyah karena banyak sesepuh saya yang merantau ke Kota Gudeg Jogja.

Saya pun tidak bisa memvalidasi hal tersebut karena sesepuh tersebut banyak yang telah meninggal dunia. Bahkan untuk abah saya sendiri, saya belum sempat menanyakan bagaimana bisa tergabung Muhammadiyah.

Sejak dulu memang kelompok kecil keluarga kami agak dipandang berbeda oleh masyarakat kebanyakan di daerah saya. Almarhum abah sempat menjadi guru ngaji di surau kecil bahkan juga mengabdikan dirinya di pondok pesantren NU di daerah saya. 

Kami sering kali jadi obrolan ketika kami sekeluarga yang ikut Muhammadiyah melakukan Salat Ied yang kerap mendahului keputusan pemerintah. Biasanya kala fajar terbit kita sekeluarga bergegas ke pusat kota ke titik-titik pengurus Muhammadiyah kota kami menyelenggarakan Salat Id. 

Jadi bahan pertanyaan teman-teman di sekolah

Pasca salat, kami ngumpul sebentar dengan keluarga dan kembali ke rumah untuk melanjutkan aktifitas kami masing-masing. Besoknya kita ikut lagi dalam kegiatan Salat Idulfitri versi pemerintah. Dan di hari kedua ini suasana Lebaran seperti seharusnya tercipta. Di hari sebelumnya kita sekeluarga hanya kumpul-kumpul sebentar tanpa ada acara makan-makan karena kami menghargai saudara lain yang masih berpuasa. Tak elok rasanya kita menikmati makanan di depan saudara kita yg masih melaksanakan ibadah puasa.

Saat kecil saya tidak terlalu memperhatikan, layaknya anak kecil kebanyakan yang girang menyambut Idulfitri, pakai baju baru, terlepas dari rutinitas dibangunin untuk makan sahur dll. Namun, masa MTs saya merasa dipandang aneh oleh masyarakat kebanyakan karena kala itu perayaan Iduladha Muhammadiyah berbeda dari yang lainnya. 

Kala itu saya berpuasa hari arafah tanggal tanggal 8 Zulhijjah versi pemerintah.  Paginya abah sudah berpesan agar menemui guru untuk minta izin tidak masuk sekolah karena esok hari akan menunaikan Salat Ied. 

Namanya juga anak-anak yang sering kali fokus bermain dan lupa namun untungnya dari guru BK datang ke kelas untuk menanyakan siap saja yang akan melaksanakan Lebaran esok hari untuk dibuatkan surat dispensasi. Kala itu di kelas hanya saya sendiri tapi semua anak-anak Muhammadiyah dikumpulkan di ruang BK untuk mendapat pengantar surat dispensasi yang harus ditandatangani oleh wali. 

Selepas kembali dari ruang BK mulailah di kelas saya diinterogasi sama teman sekelas. “Kamu orang Muhammadiyah, kenapa kok Lebaran duluan? Kenapa kok nggak barengan? Dan banyak lagi alasan yg menanyakan mengapa saya berbeda. Sayangnya saat itu saya tidak paham apa itu Muhammadiyah yang penting ikut kata abah.

Muhammadiyah dianggap agama berbeda

Kuliah saya merantau ke Malang dan tergabung dalam IMM, beberapa kali ikut kajian yang diadakan Muhammadiyah dan sering juga diskusi dengan teman seorganisasi. Wawasan bertambah dan ketika ada orang yang memiliki pandangan negatif saya bisa meluruskan semampu saya.

Di Sumenep, Muhammadiyah tampaknya dianggap agama berbeda oleh masyarakat. Bagaimana penjelasannya saya juga bingung karena sulit mendeskripsikan. Di sini, Muhammadiyah sering menjadi bahan olok-olokan.

Sekolah Muhammadiyah di Sumenep menerima semua peserta didik baik dari kalangan Muhammadiyah maupun di luar itu terlebih lagi mereka yang ditolak di sekolah negeri. Selain itu banyak pemuda di daerah saya yang jebolan dari Universitas Muhammadiyah Malang. Namun, hal lucunya ialah mereka yg seolah menolak keberadaan Muhammadiyah tapi mengizinkan putranya dididik dibawah naungan Sang Surya.

Di tahun 2023 ini kembali saya harus dibenturkan dengan kondisi saya mengalami perbedaan jadwal Idulfitri dengan pemerintah. Jika ada orang bertanya kapan Lebaran saya akan jawab “Maklumat dari Pimpinan Muhammadiyah menyatakan tanggal 21 April, dan untuk pemerintah masih menunggu penetapan hasil sidang isbat, namun besar kemungkinan lebarannya berbeda antara Muhammadiyah dan Pemerintah”. 

Taukah anda tanggapan apa yang saya terima? Sebuah pertanyaan lanjutan yg intinya kok anda bisa tau apakah anda orang Muhammadiyah? Dengan yakin saya mengangguk.

Muhammadiyah, kau disanjung perihal pelayanan namun dianggap agama baru hanya karena sering kali beda pandangan.

Semoga masyarakat semakin banyak yang tahu bahwa Muhammadiyah hanyalah sebuah organisasi keagamaan bukan sebuah aliran kepercayaan yang keberadaannya harus diwaspadai.”

Nurfakhmi Ilham Firdaus, Desa Saronggi, Kecamatan Saronggi, Sumenep, Jawa Timur nurfakhmi.firdaus.1@gmail.com

BACA JUGA Andai di Malang Ada Bus Terintegrasi dan keluh kesah lagi dari pembaca Mojok di Uneg-uneg.

Keluh kesah dan tanggapan Uneg-uneg  bisa dikirim di sini

Exit mobile version