Sebagai anak daerah yang merantau untuk kuliah di Surabaya, saya kira culture shock saya cuma soal makanan, kualitas air, atau nada bicaranya warga Surabaya yang kasar dan ceplas-ceplos. Ternyata ada yang lebih membuat saya syok, yaitu pengguna mobil di Surabaya.Â
Saya nggak tahu apakah pengendara motor di Surabaya termasuk minoritas. Tapi yang saya rasa, jumlah pengguna mobil di jalanan Surabaya itu banyak sekali. Yang bikin sumpek bukan mobilnya, melainkan kelakuan pengemudinya.Â
Pengemudi mobil di Surabaya suka ambil posisi seenak jidat
Pertama, saya akan bilang pengemudi mobil di Surabaya itu seenaknya sendiri kalau lewat jalan sempit. Sempit di sini artinya satu jalur hanya cukup untuk satu mobil dan satu motor. Yang bikin geregetan adalah ketika pengemudi mobil suka ambil posisi seenak jidat kalau di jalanan seperti itu.Â
Mereka santai melenggang dengan kecepatan statis. Posisi mobilnya nggak nganan, nggak ngiri. Kami, pemotor yang ada di belakang jadi serba bingung. Mau nyalip dari kanan, takut ada kendaraan dari arah berlawanan. Nyalip dari kiri ruangnya nggak cukup. Astaghfirullah, repot!Â
Masih nyambung dengan polah sebelumnya, pengemudi mobil di Surabaya kalau dikasih jalan sempit, repot, dikasih jalan lebar, repot juga. Kalau ada ruas jalan yang lebarnya bisa muat dua sampai tiga mobil, semua lajurnya mereka penuhi. Yap, lajur kanan, tengah, sampai lajur kiri.Â
Kita yang naik motor ini cuma bisa nyelepit-nyelepit di antara barisan mobil di kemacetan. Itu pun kalau barisnya rapi. Kalau nggak rapi, kita juga ikutan mandek dengan terpaksa. Baru bisa jalan kalau mobil yang menghalangi kita maju dikit.Â
Baca halaman selanjutnya
Pengendara motor yang selalu kalah, karena kena serobot