Kadang sebel sama ibu sendiri yang tanpa koordinasi tiba-tiba maksa anaknya di Minggu pagi untuk nganterin ke pasar. Padahal itu akhir pekan, waktu yang jadi kesempatan buat bangun siang dan beristirahat dengan tenang.
Apalah daya, akhirnya aku menurut saja sama ibu. Kupaksakan diriku untuk melek di pagi buta dan bersiap seadanya dengan celana training dan jaket dengan warna gonjreng yang tidak matching sama sekali! Apa itu stylish.
Tentu saja aku pergi dengan tidak mandi karena sudah ibu sudah gembor-gembor untuk buru-buru. Takut kehabisan stok katanya. Berangkat dengan wajah lesu serta rambut yang hanya diikat seadanya.
Kalo nganter ibu ke pasar selalu punya dua kebimbangan, nunggu di parkiran atau ikut ibu masuk ke pasar. Kalo ikut masuk berpotensi capek keliling gak jelas, tapi kalo nunggu di parkiran malah ibu jadi lebih lama belanjanya, sungguh fase yang ngebingungin.
Berujung dengan ikut ibu yang berkeliling dari satu sudut pasar ke sudut lainnya. Udah muter-muter 35 kali ujung-ujungnya balik ke tempat di yang awal. Jadi apakah faedah kita muterin pasar sampai kaki hampir copot? Gagal paham.
Harga barang yang sudah murah pun, ibu masih menawar lagi, jadi maunya apa? Dengan barang belanjaan seabrek yang sudah ibu dapatkan, ia masih bisa sibuk berkeliling untuk beli kebutuhan lain. Kita cuma beli bahan buat satu keluarga bu, bukan satu kecamatan! Namun, aku tetap I LOVE U padamu IBU.
Lusi F, Tambora, Jakarta Barat fentiaral@gmail.com