Proses mencari pekerjaan itu penuh lika-liku. Kadang lancar, nggak jarang juga njlimet. Meski tidak sedikit pula yang prosesnya sangat lancar dari wawancara kerja sampai akhir, termasuk saat negosiasi gaji dan berakhir dengan tanda tangan kontrak. Tanda sepakat antara kedua belah pihak—pelamar kerja dan perusahaan.
Belum lagi soal ghosting yang sering kali diterima oleh para kandidat dari HRD perusahaan saat mengikuti proses seleksi karyawan. Hal ini seakan menjadi fenomena tersendiri di ruang lingkup pekerjaan, khususnya pada saat melamar kerja di berbagai perusahaan.
Makanya, nggak heran kalau ghosting yang dilakukan oleh para HRD setelah wawancara kerja di suatu perusahaan, sering kali bikin mangkel para pelamar kerja.
Sudah. Jujur saja, saat di-ghosting oleh HRD, kalian—para pelamar kerja—pasti pengin banget bilang begini, “Kalau saya nggak diterima atau nggak lolos seleksi, bilang aja kenapa, sih. Nggak usah digantungin begini.”
Sayangnya, kalimat semacam itu hanya mengendap di kepala para pelamar kerja, tanpa diimbangi keberanian untuk dikonversi secara lisan atau pun tertulis langsung kepada para HRD.
Sebetulnya, mau di-ghosting HRD atau gebetan, prinsipnya sama saja. Perjuangkan atau tidak sama sekali. Tentu saja dengan cara yang sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya. Buktikan memang betul bahwa, kita adalah individu yang layak untuk dipekerjakan di suatu perusahaan atau jadi pendamping dari seseorang yang kita cintai, MyLov.
Pasalnya, sebagai recruiter yang kerjaan utamanya adalah melakukan proses seleksi karyawan, saya pun tidak luput dari label ghosting yang ditujukan oleh para kandidat. Padahal, masa tunggu atau tenggat mengenai proses lanjutan selalu saya informasikan secara langsung dan jelas.
Bahkan, sebelum mengakhiri percakapan, saya selalu memastikan kembali bahwa informasi yang saya sampaikan sudah diterima dengan baik oleh para kandidat melalui pertanyaan, “Sudah cukup jelas, Mas/Mbak?”
Ada kandidat yang langsung paham. Nggak sedikit juga kandidat yang menanyakan kembali via WhatsApp dengan begitu antusias. “Pak, proses saya kemarin gimana, ya? Kalau memang nggak lolos, dikabarin aja, Pak. Nggak apa-apa. Daripada digantungin begini prosesnya.”
Ya, gimana, ya. Saya atau pun orang lain yang berprofesi sebagai HRD, berada di posisi yang serba salah. Dibilang menghilang gitu aja tanpa ada kabar, tapi sebelumnya sudah memberi batas waktu mengenai proses perekrutan kepada para kandidat. Kalau dituntut harus buru-buru menginformasikan hasil secara keseluruhan, nggak bisa gitu juga. Lantaran ada beberapa SOP perusahaan yang harus dijalankan. Termasuk review dari para user dan atasan.
Bukan tanpa alasan saya menuliskan persoalan ini. Sebab, selama saya memantau akun medsos yang isi kontennya tentang ruang lingkup pekerjaan termasuk tips dan trik lolos wawancara kerja, selalu saja ada yang berkomentar bahwa, HRD hobinya ghosting, apalagi di perusahaan lokal. Berbeda dengan HRD perusahaan di luar negeri atau perusahaan asing di Indonesia, yang selalu memberi kabar mengenai lolos atau tidaknya saat seseorang mengikuti proses interview.
Sebentar, sebentar, sebentar. Memangnya betul begitu? Apa nggak terlalu cepat mengambil suatu kesimpulan dan menggeneralisir suatu kondisi? Apalagi setiap perusahaan punya aturan main yang harus dilakukan oleh setiap stafnya.
Untuk menjawab informasi simpang siur mengenai ghosting saat proses wawancara kerja, agar tidak berkelanjutan dan ada win-win solution bagi para HRD dan pelamar kerja, saya bisa menawarkan beberapa solusi yang sangat mungkin dilakukan oleh kedua belah pihak meski nggak bijak-bijak amat.
Pertama, saran bagi para HRD. Biar nggak dibilang ghosting oleh kandidat, setiap sudah selesai melakukan proses, baiknya langsung diinfokan tenggatnya. Kalau bisa, tentukan tanggalnya juga. Biar jelas sampai tanggal berapa para kandidat harus menunggu. Infokan juga jika memang lewat dari tanggal yang sudah ditentukan nggak ada info sama sekali, artinya belum lolos. Jangan hanya meminta kandidat menunggu dua hingga empat minggu tanpa ada kejelasan atau informasi pasti.
Kita sama-sama tahu bahwa, hal tersebut punya celah untuk tetap ditanya oleh kandidat. Rencana B-nya adalah, menjadi representatif yang baik bagi perusahaan jika ada kandidat yang kembali bertanya. Jawab apa adanya mengenai proses lanjutan untuk dirinya.
Apakah lolos tapi tahap lanjutannya ditunda? Belum lolos? Atau masih dipertimbangkan? Jika iya, infokan perkiraan proses lanjutan yang bisa diikuti.
Jangan lupa juga untuk membuat database kandidat di microsoft excel yang isinya, minimal terdapat kolom tanggal proses, nama kandidat, nomor kontak dan alamat email, juga catatan dari HRD. Tujuannya agar mudah dalam melakukan tracking.
Kedua, saran bagi para pelamar kerja biar nggak kena ghosting. Setelah selesai mengikuti satu atau serangkaian proses, jangan pasrah begitu saja menunggu hasil. Baiknya tanyakan secara langsung kepada HRD, sampai tanggal berapa harus menunggu, biar jelas. Nggak perlu malu atau sungkan. Itu hak kalian sebagai pelamar kerja.
Jika sudah jelas, buat catatan kecil agar bisa mengingat kembali, kalian sudah pernah melakukan proses di perusahaan mana saja dan kapan tenggatnya. Kalau perlu, catat juga prosesnya sudah sampai tahap apa.
Tentu saja saran yang saya sebutkan agar ada win-win solution bagi para HRD dan kandidat. Biar keduanya nggak hanya spal-spil di Twitter dan mengeluhkan hal yang sama berulang kali, tapi juga ada solusi yang bisa diaplikasikan.
Selain itu, kuncinya adalah jangan sampai ada pemikiran siapa yang paling membutuhkan. Sebab, baik perusahaan maupun pelamar kerja, saling membutuhkan satu sama lain. Apalagi jika keduanya merasa sama-sama cocok. Ya, mirip-mirip bertemu dengan jodoh gitu, lah.
BACA JUGA Fenomena HRD Ghosting dan Cara Menghindarinya dan artikel Seto Wicaksono lainnya.