Entah apa yang membuat Menko PMK kesayangan kita semua Pak Muhadjir Effendy sempat-sempatnya kepikiran bikin ide out of the galaxy seperti yang heboh baru-baru ini. Ide cemerlang Pak Muhadjir Effendy menyeruak ketika pada tanggal 19 Februari 2020 kemarin beliau menyampaikan ide bagaimana jika Menteri Agama membuatkan fatwa menyoal nikah antartingkat ekonomi. Jadi yang kaya diharuskan nikah sama yang miskin dan yang miskin harus pula nikah sama orang kaya, simpelnya gitu. Alasan beliau memunculkan ide tersebut karena menurut beiiau cara tersebut mampu mengentaskan kemiskinan yang sulit lepas dari negeri kita tercinta ini.
Sebenarnya kalau dipikir-pikir lagi, terlepas dari hebohnya publik merespons ide Pak Muhadjir Effendy. Ide Pak Muhadjir Effendy soal nikah antartingkat ekonomi sebenarnya berasalan dan saya curiga mungkin ini adalah salah satu program unggulan beliau yang sudah dibikin, dipikirkan, dikonsep, dikaji sejak beliau jadi Menteri Pendidikan dahulu. Saya menyebut ide beliau beralasan, karena memang benar. Indonesia seolah-seoalah sulit melepaskan diri dari jerat kemiskinan. Padahal program untuk melawan kemiskinan selalu muncul. Tapi hasilnya tetap gitu-gitu aja. Indonesia masih belum bisa lepas dari jerat kemiskinan.
Apa salahnya ide diutarakan? Begitu mungkin yang ingin ditunjukkan oleh Pak Muhadjir Effendy kepada kita semua. Ide yang dipendam tidak akan berguna, jadi alangkah lebih baiknya disampaikan. Toh mau pro atau kontra ya lagian itu masih cuma wacana. Betul kan, Pak Muhadjir Effendy?
Betapa wajarnya ide Pak Muhadjir Effendy ini sebenarnya membuat saya aneh sendiri melihat para netizen yang protes. Masak nggak ada yang mau jadi kaya. Ide beliau ini cerdas, lho. Bayangkan jika kamu miskin, terus peraturan ini ditetapkan. Kamu pada akhirnya tidak akan terus-terusan menjadi seorang yang selalu mengeluh soal privilese. Pak Muhadjir Effendy ini saya kira sangat paham betul dengan ide yang disampaikannya. Melihat betapa banyaknya para konglomerati yang mendapat hak istimewa di negeri ini. Beliau ingin melawannya dengan senjata yang paling ampuh dan paling dasar atau lebih tepatnya melalui fitrah yang dimiliki manusia: menikah.
Apalagi ketika beberapa menteri berbondong-bondong pamer program kerja yang terbarukan dan dicap inovatif. Beliau sebagai seorang pemain lama di lingkungan menteri tentu tidak mau dicap kinerjanya gitu-gitu aja. Perlu ada gebrakan revolusioner nan spektakuler. Hasilnya, ya ide soal menikah antartingkat ekonomi itu.
Ada mereka yang kontra dengan ide beliau karena menganggap jika peraturan atau fatwa itu dibuat, maka rakyat seolah dikekang oleh negara. Padahal, saya yakin Pak Muhadjir Effendy mikirnya nggak sampai kesitu. Saya yakin beliau bikin ide nikah antartingkat ekonomi itu mikirnya cuma dua, Indonesia bebas dari kemiskinan dan orang-orang miskin hidupnya akan lebih bahagia karena nikah dengan orang kaya.
Beliau ini tidak memikirkan nasib para kaum borjuis yang ingin melanggengkan status borjuisnya sampai seribu turunan dan tidak memikirkan mereka yang ingin merdeka menyoal siapa cinta sejatinya. “Padahal Indonesia adalah negara merdeka dan penganut sistem demokrasi, masa soal cinta dan nikah saja perlu diatur negara,” begitu seloroh netizen yang kemarin meributkan soal privilese.
Saya pribadi ketika pertama kali membaca ide yang disampaikan Pak Muhadjir Effendy memang agak terkejut. Keterkejutan saya ini bukan karena tidak setuju, hanya saja saya terkejut kenapa ide ini baru muncul sekarang. Coba ide ini sudah muncul lebih awal. Mungkin polemik soal kaum yang berprivilese kemarin itu tidak pernah ada. Konglomerat di Indonesia lebih merata. Hingga slogan si kaya menginjak si miskin pasti tidak akan pernah ada. Wong semuanya bakal jadi kaya, kok. Betul kan, Pak?
Ide atau wacana yang luar biasa memang awalnya sering dianggap konyol. Ilmuwan dunia dan para filsuf di zaman dahulu pun sempat dianggap gila karena berbagai teori anehnya yang mungkin saat itu tidak sesuai zamannya. Begitu pula ide Pak Muhadjir Effendy soal pernikahan antartingkat ekonomi. Ide tersebut jika dinalar dan dipikir-pikir lagi ya memang masuk akal dan relate dengan kondisi mereka yang sudah kepepet dengan kemiskinan. Menikahkan anak-anaknya dengan orang yang status ekonominya lebih tinggi nyatanya bukanlah cerita dongeng di negeri ini.
Hanya saja, beliau tidak menyadari bahwa banyak kekurangan dari ide beliau tersebut. Beliau entah sengaja atau tidak, tidak menyadari bahwa masyarakat Indonesia yang sekarang bukanlah jenis masyarakat yang sama ketika Indonesia dijajah 350 tahun. Masyarakat Indonesia yang sekarang jauh lebih berkembang dari segi pengetahuan, kebudayaan, peradaban, pakaian, minuman, hingga bacotan. Beliau mungkin lupa bahwa masyarakat Indonesia saat ini sangat kritis dalam menanggapi segala hal.
Melempar ide yang kontroversial yang masih belum matang tentu menjadi blunder yang mengerikan. Ide beliau saya yakin bertujuan baik. Tapi alangkah lebih baiknya lebih dimatangkan dan diperkokoh alasannya. Jikalau alasan yang Pak Muhadjir Efendy sampaikan tidak mempan meyakinkan masyarakat Indonesia menyoal ide nikah antartingkat ekonomi itu. Saya ingatkan Pak, pakai alasan pamungkas. Seperti kalimat, ”Ini untuk kepentingan rakyat Indonesia.” Saya jamin masyarakat Indonesia bakal tambah kritis sama ide Bapak.
Kalau saya boleh meminjam kalimat yang Om Indro Warkop DKI sering katakan ketika menjadi juri Stand Up Comedy. Maka saya akan pakai kalimat, “Kompor Gas!” Untuk ide Pak Muhadjir Effendy ini. Punchlinenya kena. Sering-sering bikin ide yang out of the galaxy ya, Pak!
BACA JUGA Sebelum “Marriage Story”, Ada “The Wife” yang Cerita Soal Perempuan dan Rumitnya Pernikahan atau tulisan M. Farid Hermawan lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.