Selama ini ternyata saya keliru melihat Nahdlatul Ulama atau NU. Sebagai seseorang yang tumbuh di lingkungan NU, saya mengira organisasi Islam ini hanya ngurus hal-hal berurusan dengan akhirat seperti pesantren hingga ngaji. Kalaupun ngurus soal pendidikan, paling-paling tentang kitab kuning, halaqah, dan ngopi sambil nyatet dawuh-dawuh kiai.
Ternyata saya salah besar. Kesalahan itu saya sadari setelah ngulik tentang Universitas Nahdlatul Ulama Yogyakarta (UNU Yogya). Kampus ini memang sudah lama diresmikan, pada awal tahun 2024. Peresmiannya dilakukan oleh presiden Republik Indonesia saat itu, Joko Widodo. Lengkap dengan seremoni dan sambutan yang bikin merinding.
Terlepas pro dan kontra terkait sosok Jokowi, peresmian yang dilakukan oleh seseorang yang menjabat sebagai presiden mencerminkan betapa pentingnya UNU Yogyakarta. Apalagi Jokowi dalam proses peresmian itu menyebut kampus ini sebagai “lompatan kemajuan NU 50 tahun ke depan”.
Benar-benar bukan kaleng-kaleng. NU tak hanya melahirkan para kiai, tapi juga sedang serius mencetak ahli robotik, programmer, analis pasar saham, dan ilmuwan bioteknologi.
Bukan kampus kaleng-kaleng
UNU Yogya bukan kampus kaleng-kaleng. Gedungnya berdiri di atas tanah seluas 7.400-an meter persegi, dengan luas bangunan total 16.000 meter persegi. Besar kan? Katanya, kampus ini bisa menampung 3.700 mahasiswa dan 150 dosen.
Yang bikin saya makin takjub adalah konsep green building yang diusung. Panel surya dipasang lebih dari 200 buah. Ada rooftop garden. Ada lab teknologi, perpustakaan digital, bahkan galeri investasi syariah. Bayangin, kampus NU punya galeri investasi! Biasanya kan NU urusannya wakaf sawah dan kotak amal. Ini udah mainnya portofolio syariah!
Saya sempat berdecak kagum waktu tahu kalau UNU Yogya juga punya inkubator bisnis dan strategic tenant hub NU. Bahasa gampangnya NU sekarang nyiapin kader yang bukan cuma bisa khutbah Jumat, tapi juga bisa bikin startup dan branding produk UMKM.
NU versi masa depan
Kampus ini punya 5 fakultas, yakni Fakultas Teknologi Informasi, Ekonomi, Ilmu Pendidikan, Industri Halal, dan Dirasah Islamiyah. Adapun total prodi yang aktif ada ada 11.
Di antara fakultas dan prodi yang tersedia, yang paling nyantol di kepala saya adalah Fakultas Industri Halal. Fakultas ini menaungi Agribisnis, Farmasi, dan Teknologi Hasil Pertanian. Ini mencerminkan NU juga memilkirkan seputar soal ketahanan pangan dan produksi halal masa depan. Bukan cuma ketahanan wudhu pas musim dingin.
Saya melihat, totalitas NU membangun UNU Yogya seolah ingin menunjukkan mereka nggak hanya bisa cetak santri, mereka juga bisa cetak sarjana. Nggak hanya ahli agama, tapi juga ahli algoritma.
Dan, yang paling membuat saya ingin daftar ulang (walau umur sudah lewat beasiswa), UNU Yogya akan membuka Graduate School of Future Studies dan Graduate School of Islam and the Future. Itu bukan judul seminar dadakan, itu benar-benar program studi pascasarjana yang kerja sama langsung dengan Mohammed Bin Zayed University of Humanities di UEA. Bahkan, penandatanganannya disaksikan Jokowi di Abu Dhabi. Keren kan?
Kuliah di UNU Yogyakarta nggak mahal-mahal amat
Mengulik lebih dalam soal fasilitas UNU Yogya membuat saya bertanya-tanya akan UKT-nya. Pasti biaya kuliah di tempat semacam itu bakal selangit. Lagi-lagi saya salah besar. UKT-nya masih manusiawi kok. Bahkan, di beberapa jalur bisa mulai dari Rp1,6 juta per semester. Malah katanya kalau masuk UKT golongan 1, bisa dapat laptop gratis.
Ini semacam kampus startup syariah, teknologi iya, nilai iya, biaya juga bisa dibahas. Cocok buat anak-anak muda dari kalangan NU akar rumput yang selama ini mungkin minder masuk kampus negeri karena mahal dan berat di persaingan.
Buat saya pribadi, UNU Yogya ini bukan cuma bangunan 9 lantai. Ia adalah bukti konkret bahwa NU sedang berubah. Bukan meninggalkan nilai-nilai lama, tapi menyuntiknya dengan visi masa depan.
Kalau dulu NU sibuk cetak ulama, sekarang NU juga sedang sibuk mencetak ahli biotek, programmer, bahkan santripreneur. NU nggak cuma siap mengurus umat di masjid, tapi juga di ruang rapat, pasar saham, laboratorium, dan dunia digital.
Dan, yang lebih penting UNU Yogya membuktikan bahwa modernitas dan nilai keislaman tidak harus bertengkar. Mereka bisa duduk bareng, ngopi bareng, bahkan bikin robot bareng.
Buat saya, ini bukan cuma kebanggaan NU, tapi juga harapan bagi kita semua yang percaya bahwa masa depan Indonesia butuh lebih banyak kampus yang tahu cara menyatukan akhlak dan algoritma. UNU Yogya, kamu keren!
Penulis: Janu Wisnanto
Editor : Kenia Intan
BACA JUGA 5 Tempat yang Bikin Alumni UNY seperti Saya Kangen Kuliah Lagi.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















