Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Untuk Arief Poyuono: Ini Alasan Keran Dokter Asing Tak Dibuka Segampang Itu

Prima Ardiansah Surya oleh Prima Ardiansah Surya
11 April 2022
A A
Untuk Arief Poyuono: Ini Alasan Keran Dokter Asing Tak Dibuka Segampang Itu Terminal Mojok.co

Untuk Arief Poyuono: Ini Alasan Keran Dokter Asing Tak Dibuka Segampang Itu (Shutterstock.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Halo, Pak Arief Poyuono. Sebenarnya saya malas menyapa Bapak, tapi karena ini surat, maka mau tidak mau saya harus mengucapkannya. Bukannya apa, tapi komentar Bapak tentang membuka keran dokter asing untuk menggantikan dokter IDI yang menurut Bapak tidak kompeten dan rebutan pasien itu, sungguh bikin dada saya tersayat-sayat. 

Begini, Pak, mengapa sih kok dokter asing tidak bisa langsung praktik di Indonesia segampang omongan Bapak? Sebentar, Pak, saya ceritakan pengalaman ketika pendidikan dulu. 

Waktu saya di tahap profesi, atau koas, ada sekitar sepuluh kawan lulusan dokter dari Tiongkok yang harus adaptasi di kampus kami. Mereka warga negara Indonesia, kok Pak. Sudah belajar di Tiongkok sekitar lima sampai enam tahun hingga mereka lulus dengan gelar dokter. 

Jajaran dokter (Shutterstock.com)

Tetapi, karena ingin praktik di Indonesia, mau tidak mau mereka harus melaksanakan program adaptasi di rumah sakit. Walaupun mereka sudah lulus dari negara luar, dalam urusan menghadapi ujian, mereka kadang lulus, kadang juga tidak. Bisa dikatakan, kami cukup seimbang. Wajar, mereka harus belajar penyakit, obat, dan kebiasaan masyarakat di Indonesia.  

Program adaptasi tersebut ada, untuk menyesuaikan beberapa hal Pak, dan ini sudah tertulis di peraturan Konsil Kedokteran Indonesia. Pertama untuk menyesuaikan standar kompetensi. Kedua, sikap dan perilaku. Ketiga, kemampuan sesuai fasilitas. Keempat, pengetahuan dan keterampilan. Terakhir, tentang sistem kesehatan di Indonesia. Nantinya mereka juga harus mengikuti exit exam di Indonesia, namanya UKMPPD (Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter). Ini sama seperti yang harus dihadapi calon dokter dari kampus lokal. 

Seorang pasien sedang mengecek tekanan darahnya (Shutterstock.com)

Prosesnya memang panjang, Pak. Karena yang dihadapi bukan mesin, tapi manusia dengan segala kompleksitasnya. Terbayang kan, betapa keselamatan pasien merupakan hal yang betul-betul dijaga oleh profesi ini?

Coba, saya ceritakan sedikit tentang keanekaragaman penyakit di dunia. Bapak pernah dengar penyakit endemis? Itu lo, penyakit yang menjangkit masyarakat dalam wilayah geografis tertentu. Indonesia ada beberapa, seperti demam berdarah dengue, malaria, hepatitis B, kusta, tuberkulosis, filariasis. Tentu, jika dibandingkan antara Indonesia dengan negara lain, situasi penyakit tadi jelas berbeda. 

Beda pulau, sebaran penyakit endemis ini juga berbeda. Misalnya di Papua, di sana kasus malarianya tinggi, Pak. Para pendatang dari luar pulau, sebisa mungkin minum obat profilaksis malaria supaya bisa terhindar dari penyakit ini. Apalagi para pendatang dari Jawa yang kasus malarianya sangat jarang.

Baca Juga:

Jalan Sompok, Jalan yang Bikin Warga Semarang Tetap Sehat karena Banyak Dokter Praktik di Sini

4 Hal Menyebalkan saat Periksa di Puskesmas, Saya Tulis karena Banyak Orang Nggak Peka

Dalam situasi pelayanan di fasilitas kesehatan, hal ini juga jadi perhatian. Pada kasus demam berdarah dengue misalnya, dokter lulusan Eropa yang praktik di Indonesia pasti bakal kebingungan kalau menghadapi kasus ini langsung secara membabi buta. Ya, walaupun sudah punya ilmunya, akibat kasus di sana tidak sebanyak di Indonesia, dokter lulusan Eropa pasti perlu penyesuaian juga.

Belum lagi tentang perbedaan obat yang tersedia antara luar negeri dan dalam negeri. Mereka juga harus belajar tentang BPJS Kesehatan yang jadi primadona asuransi kesehatan dalam negeri. Nggak usah dokter asing lho, Pak, kami saja dokter lulusan kampus di Surabaya juga awalnya kebingungan kalau langsung diterjunkan ke Pulau Madura, atau daerah yang bahasa kromo inggil-nya kental seperti di kawasan desa Jawa Timur atau Jawa Tengah.

Tentu, perbedaan bahasa dan kebiasaan masyarakat menjadi teka-teki bagi kami sebelum memikirkan terapi. Apalagi kalau membayangkan dokter lulusan Jerman yang tiba-tiba datang dan praktik di daerah saya, Trenggalek, Jawa Timur. Lantas, tiba-tiba penduduk lokal mengatakan kalimat seperti ini:

“Manuknya nggondangi, Dok.”

“Tangannya kecakot sawer, Dok.” 

“Kepalanya dientup tawon, Dok.” 

“Boyoke kecetit, Dok.” 

Pikirkan Pak, bagaimana bisa mengobati seseorang kalau apa yang dikatakan pasien saja dokternya tidak paham? Banyak yang harus dipelajari, beda wilayah, beda situasi. 

Seorang pasien sedang diperiksa (Shutterstock.com)

Dan siapa yang bilang keran dokter asing tidak dibuka di Indonesia? Dibuka kok, Pak. Tapi ya itu tadi, mereka harus adaptasi terlebih dahulu. Nah, tentang komentar Bapak perihal dokter IDI yang dikuasai perusahaan obat asing, tidak kompeten, dan hanya berpikir rebutan pasien. Saya cuma bisa mengelus dada dan bertanya, apakah semurah itu pandangan Bapak ke kami?

Tapi ya nggak apa-apa, saya maafkan. Di bulan puasa ini, semoga Bapak mendapat hidayah. 

Penulis: Prima Ardiansah Surya
Editor: Audian Laili

BACA JUGA Haruskah Menteri Kesehatan Seorang Dokter?

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.

Terakhir diperbarui pada 11 April 2022 oleh

Tags: arief poyuonoDokterDokter asingIDI
Prima Ardiansah Surya

Prima Ardiansah Surya

Dokter internship di RSU Aisyiah Ponorogo dan Puskesmas Jenangan Ponorogo.

ArtikelTerkait

osce pasien praktik dokter tenaga medis mojok

Pengalaman Saya Menjadi Pasien Standar OSCE

11 November 2020
Kontroversi Kedatangan Dokter Asing ke Indonesia (Unsplash)

Sisi Positif dari Rencana Menteri Kesehatan Mendatangkan Dokter Asing yang Menjadi Kontroversi dan Menuai Penolakan

5 Juli 2024
Dilema Jadi Dokter yang Sering Disalahin dalam Pusaran Konflik BPJS

Dilema Jadi Dokter yang Sering Disalahin dalam Pusaran Konflik BPJS

6 Desember 2019
beragam profesi di rumah sakit mojok

Beragam Profesi di Rumah Sakit selain Dokter dan Perawat yang Perlu Diketahui

15 November 2020
Maaf ya Mbak Kiky Saputri, Menjelaskan Istilah Medis ke Pasien Memang Ribet

Maaf ya Mbak Kiky Saputri, Menjelaskan Istilah Medis ke Pasien Memang Ribet

11 Maret 2023
doktor spesialis

Dokter Spesialis dan Garis Besar Kasus yang Mereka Tangani Bagian 1

4 Oktober 2019
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Garut Bukan Cuma Dodol, tapi Juga Tempat Pelarian Hati dan Ruang Terbaik untuk Menyendiri

Garut Itu Luas, Malu Sama Julukan Swiss Van Java kalau Hotel Cuma Numpuk di Cipanas

23 Desember 2025
Bali, Surga Liburan yang Nggak Ideal bagi Sebagian Orang

Pengalaman Motoran Banyuwangi-Bali: Melatih Kesabaran dan Mental Melintasi Jalur yang Tiada Ujung  

19 Desember 2025
Harga Nuthuk di Jogja Saat Liburan Bukan Hanya Milik Wisatawan, Warga Lokal pun Kena Getahnya

Harga Nuthuk di Jogja Saat Liburan Bukan Hanya Milik Wisatawan, Warga Lokal pun Kena Getahnya

21 Desember 2025
Linux Menyelamatkan Laptop Murah Saya dari Windows 11, OS Paling Menyebalkan

Linux Menyelamatkan Laptop Murah Saya dari Windows 11, OS Paling Menyebalkan

24 Desember 2025
Derita Jadi Pustakawan: Dianggap Bergaji Besar dan Kerjanya Menata Buku Aja

Derita Jadi Pustakawan: Dianggap Bergaji Besar dan Kerjanya Menata Buku Aja

23 Desember 2025
Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi (Unsplash)

Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi: Menolong Ribuan Perantau, tapi Menyengsarakan Warga Sendiri

22 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Pantai Bama Baluran Situbondo: Indah tapi Waswas Gangguan Monyet Nakal, Itu karena Ulah Wisatawan Sendiri
  • Talent Connect Dibimbing.id: Saat Networking Tidak Lagi Sekadar Basa-basi Karier
  • Ironi Perayaan Hari Ibu di Tengah Bencana Aceh dan Sumatra, Perempuan Makin Terabaikan dan Tak Berdaya
  • Kisah Kelam Pasar Beringharjo Jogja di Masa Lalu yang Tak Banyak Orang Tahu
  • Melacak Gerak Sayap Predator Terlangka di Jawa Lewat Genggaman Ponsel
  • Regenerasi Atlet Panahan Terancam Mandek di Ajang Internasional, Legenda “3 Srikandi” Yakin Masih Ada Harapan

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.