Kalau mau jujur, UKT di Universitas Trunojoyo Madura (UTM) tak lagi bersahabat bagi masyarakat Madura sendiri…
Bisa diterima di universitas negeri rata-rata menjadi harapan para siswa SMA. Selain harapan kualitas pembelajaran yang lebih bagus, fasilitas di kampus negeri rata-rata juga lebih memadai. Ditambah biaya kuliahnya juga lebih terjangkau karena diukur berdasarkan kondisi ekonomi mahasiswa, yakni melalui penggolongan tingkatan UKT. Makanya nggak heran jika persaingan seleksi universitas negeri selalu tembus hingga ratusan ribu.
Namun, akhir-akhir ini banyak isu “UKT elit, fasilitas sulit” di universitas negeri. Bahkan tak jarang pula siswa mengurungkan niatnya untuk kuliah hanya karena biaya UKT yang mahal. Nah, saya meramal, kondisi ini akan banyak dialami oleh siswa yang lulus di Univeritas Trunojoyo Madura (UTM) tahun ini. Sebab, Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang dikenal merakyat ini kini sudah berani menaikkan UKT-nya. Bahkan menurut saya, sebagai universitas negeri satu-satunya di Madura, UTM sulit dijangkau bagi masyarakat Madura sendiri.
Daftar Isi
Golongan UKT bikin camaba Universitas Trunojoyo Madura kecewa
Sebelumnya UTM menjadi impian banyak siswa dari kelas menengah ke bawah, terutama siswa dari Madura sendiri, sebab biaya pendidikan di kampus negeri ini tidak begitu mahal dibandingkan dengan universitas lain. UKT paling tinggi saja hanya 3 juta, yakni untuk golongan VI. Tapi sejak tahun ini, UTM sudah mutlak melakukan penambahan golongan UKT, yakni hingga golongan X, sebesar 5 sampai 7 juta.
Penambahan golongan UKT merupakan sebuah kekecewaan bagi sebagian besar calon mahasiswa baru (camaba). Ditambah pengumuman informasi tersebut bisa dibilang secara tiba-tiba, sebab sebelumnya tidak ada isu tentang penambahan golongan UKT. Informasi tersebut baru diketahui camaba setelah mereka dinyatakan diterima di kampus Universitas Trunojoyo Madura saat proses daftar ulang.
Nah, bisa dibayangkan, bagaimana perasaan kecewa mereka ketika berharap bisa belajar dengan biaya pendidikan yang murah, tapi ternyata ada kenaikan yang signifikan. Saya yakin saat ini mereka banyak yang masih menggantung, tetap lanjut atau tidak.
Baca halaman selanjutnya: Siswa merasa terjebak…
Siswa merasa terjebak
Jalur SNBP tahun ini benar-benar berubah daripada tahun-tahun sebelumnya. Jika siswa diterima oleh PTN melalui jalur SNBP (Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi) tapi mereka malah menolak, sanksi yang akan mereka dapat bukan hanya diblacklist dari jalur SNBT (Seleksi Nasional Berdasarkan Tes), tetapi juga jalur Mandiri. Sehingga jalan satu-satunya adalah kuliah di kampus swasta.
Nah, kebijakan perubahan golongan UKT di Universitas Trunojoyo Madura bisa dibilang menjebak para camaba. Sebab, pertimbangan para camaba untuk memilih UTM bukan hanya masalah prodi, tetapi juga kondisi ekonomi.
Tentu kebijakan ini malah membuat mereka semakin bimbang. Jika mereka mendapat UKT golongan atas, berarti hanya ada dua pilihan yang bisa diambil. Mati-matian bayar UKT yang mahal atau mengurungkan impiannya belajar di universitas negeri.
UKT Universitas Trunojoyo Madura elite, tapi semoga fasilitas nggak sulit
Permasalahan fasilitas di lingkungan kampus agaknya memang menjadi momok permasalahan termasuk di UTM. Misalnya keluhan fasilitas ibadah di UTM yang katannya kurang layak, mulai dari pintu toilet yang rusak hingga persedian air wudu yang sering habis.
Bukan itu saja. Salah satu teman saya dari fakultas FISIB Universitas Trunojoyo Madura juga mengeluhkan jadwal mata kuliahnya. Ada beberapa mata kuliah yang dilaksanakan pada malam hari. Saat saya tanya alasannya, katanya kekurangan gedung. Bahkan salah satu jadwal kelasnya ada yang harus dilaksanakan di ruang baca (RB) prodi karena tidak ada ruang kelas yang bisa digunakan.
Nah, pertanyaannya, apa mungkin kenaikan biaya kuliah ini akan mampu memperbaiki kondisi fasilitas yang buruk? Atau malah tetap dibiarkan seperti yang sudah-sudah, misalnya kayak di kampus UNESA.
Cari kampus lain
Saya bukan berniat membandingkan kampus UTM dengan kampus lain, tapi fenomena di lapangan memang seperti ini. Seperti yang kita tahu bahwa universitas negeri di Indonesia dibagi menjadi kluster-kluster berdasarkan kinerja perguruan tinggi berbasis SINTA.
Hasil pengukuran pada 2024, UTM berada di kluster Utama. Sementara itu, masih ada 47 universitas lain di kluster Mandiri yang tentu biaya pendidikannya tidak jauh dengan UKT Universitas Trunojoyo Madura saat ini.
Dengan biaya yang tidak berbeda jauh, bukankah lebih baik kita memilih kampus di kluster yang lebih baik, misalnya kampus-kampus yang berada di perkotaan seperti Surabaya. Terlepas dari perbedaan kluster, lingkungan di Surabaya akan lebih mendukung proses belajar mahasiswa misalnya untuk mencari perpustakaan umum atau toko buku ketika mencari bahan bacaan.
Ya, tapi mungkin berita menyedihkan soal UKT kampus Universitas Trunojoyo Madura ini hanya satu dari sekian banyak kasus kampus negeri di Indonesia. Pasalnya, melonjaknya biaya kuliah tidak hanya terjadi di UTM, tapi rata-rata di semua universitas negeri. Saya jadi bingung, kalau terus begini lalu pemerintah kita mau pakai cara apa untuk mencerdaskan kehidupan bangsa?
Penulis: Abdur Rohman
Editor: Intan Ekapratiwi
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.