Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Ubah Jalan HOS Cokroaminoto Ponorogo Jadi Mirip Jalan Malioboro Adalah Gagasan yang Maksa

Rezha Rizqy Novitasary oleh Rezha Rizqy Novitasary
16 Juli 2021
A A
Ubah Jalan HOS Cokroaminoto Ponorogo Jadi Mirip Jalan Malioboro Adalah Gagasan yang Maksa terminal mojok.co

Ubah Jalan HOS Cokroaminoto Ponorogo Jadi Mirip Jalan Malioboro Adalah Gagasan yang Maksa terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Ponorogo berbenah, pemkabnya kembali bersolek. Media-media banyak yang memberitakan hal serupa. Seolah perubahan dan polesan pemkabnya adalah sesuatu hal yang pantas dirayakan. Tentu saja jika kabupaten ini berbenah dan bersolek jadi lebih bagus saya turut ikut senang. Tapi, perubahan harusnya ‘kan ya nggak gitu-gitu amat, ya.

Sebelumnya akan saya ceritakan dulu sepotong kondisi yang ada di Bumi Reog ini. Dulu, bagi sebagian besar warganya (termasuk saya) melintasi Jalan Soekarno Hatta hingga Jalan HOS Cokroaminoto terasa amat syahdu. Bahkan di siang hari sekalipun. Pasalnya, di kanan kiri jalan terdapat pohon-pohon besar. Sebagian besar adalah pohon angsana. Kalau nggak tahu silakan searching di Google.

Yang jelas, jenis pohon ini memiliki cabang yang lebar dan tentu saja dapat meneduhi jalan. Jadi, kalau kita lewat sepanjang jalan ini ibaratnya seperti masuk lorong hutan yang teduh.

Di musim tertentu, bunga-bunga kuning menyembul dari balik dahannya. Beberapa hari kemudian, saat tertiup angin, bunga-bunga kuning itu berguguran rame-rame. Yah, jadi kalau kebetulan kita melintas pakai sepeda motor lalu ditimpa guguran bunga, semacam kayak di luar negeri gitu. Bahkan, saya sengaja sering keluar rumah hanya untuk muter-muter di jalan tersebut agar merasakan syahdunya keguguran bunga. Selain itu, aspal sepanjang perjalanan tampak menguning karena rontoknya bunga tersebut.

Bukan hal yang menyebalkan saat perjalanan kita tertahan di salah satu lampu merah yang ada di jalan teduh itu. Kecuali buat orang-orang yang terburu-buru. Jika di sudut lampu merah lain orang-orang harus menggerutu dan berusaha cari tempat yang teduh untuk berhenti, di lampu merah ini tidak berlaku saking teduhnya.

Dulu, ketika berjalan-jalan di sepanjang jalan HOS Cokroaminoto untuk mencari suatu keperluan dan berpindah dari satu toko ke toko lain, jarang sekali saya mengeluarkan keringat. Teduhnya pohon yang menaungi jalan ini tentu penyebab utamanya. La, gimana jarak antara satu pohon dengan pohon lain sekitar lima hingga sepuluh meter saja. Padahal pohonnya sudah tumbuh besar dan lebar.

Sayangnya, semua berubah ketika negara api menyerang. Entah dapat bisikan dari mana, tiba-tiba pemkab punya keinginan untuk memoles Jalan HOS Cokroaminoto menjadi serupa Jalan Malioboro. Katanya biar lebih cantik dan menarik minat para wisatawan dari dalam maupun luar kota. Katanya untuk memperbaiki ekonomi masyarakat biar pengunjung yang datang dan beli ke pedagang kaki lima jadi bertambah.

Kelak, sepanjang jalan akan dipasang lampu-lampu taman yang mirip Jalan Malioboro. Padahal sebelumnya jalan tersebut juga sudah cukup terang. Lagipula, mau dibuat semenarik Jalan Malioboro pun, wisatawan yang datang juga nggak akan sebanyak yang ada di sana. Ya, bukannya mendiskreditkan rencana baik tersebut. Tapi saya sadar diri kok, kalau Ponorogo itu kota kecil, nggak segede Jogja.

Baca Juga:

Harga Nuthuk di Jogja Saat Liburan Bukan Hanya Milik Wisatawan, Warga Lokal pun Kena Getahnya

Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang

Atas dasar itulah, proyek pelebaran pedestrian atau trotoar dilaksanakan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Sedianya lebar jalan adalah 17 meter, kini lebar jalan tinggal 12 meter saja. Lima meternya dipakai buat pelebaran pedestrian di sisi kanan dan kiri jalan. Berkat proyek ini, trotoar lama yang sudah layak dirusak. Pohon-pohon sepanjang jalan itu ditebangi.

Inilah poin yang sebenarnya saya sayangkan. Pohon-pohon angsana yang besar itu ditebangi. Ya, sepanjang jalan yang panjangnya sekitar 700 meter itu semua pohon besarnya ditebangi. Jika jarak antar pohon maksimal sepuluh meter, coba hitung berapa jumlah pohon yang sudah ditebang. Tentu saja masih perlu dikali dua karena ada dua sisi jalan. Wew!

Memang bener, ada proyek penggantian pohon yang telah ditebang dengan pohon baru. Tapi, selain baru ditanam dengan daun yang seuprit, pohon-pohon baru itu adalah jenis pohon yang sama sekali nggak bisa punya cabang melebar dan meneduhi ruas jalan.

Maka, kini melewati Jalan HOS Cokroaminoto yang sedianya seperti masuk ke dalam lorong hutan yang teduh, jadi seperti masuk lorong neraka. Fanas vroh! Momen tertahan di lampu merah tak lagi menyenangkan karena tak ada lagi cabang-cabang pohon yang meneduhi.

Saat memarkir motor, saya mencoba ngobrol dengan kang parkir. Di sela-sela kesibukannya memarkir motor, ia menggerutu. Ia bilang tak ada warga yang setuju. Karena bukannya jadi Jalan Malioboro, yang ada jadi Malirusak. Saat memasuki sebuah toko kain dan meminta potongan harga, pemilik toko mengeluh. Dulu hanya dengan satu AC toko itu sudah cukup dingin. Kini dengan dua AC, mbak-mbak pelayannya masih keringetan.

Kok bisa, ya, banyak warga yang nggak setuju tapi proyek tetap jalan. Diberitakan di media dengan sangat menarik pula. Jangan-jangan suara rakyat memang dianggap suara semut, ya. Bukan suara Tuhan.

Trotoar-trotoar itu memang terlihat cantik dengan bangku panjang dan lampu jalan. Namun, suhu udara tak bisa dibohongi. Kini kalau kebetulan berhenti buat beli martabak atau gorengan, alih-alih teringat Jogja dan suasananya, saya justru teringat Kota Surabaya. Ya, suasana kotanya jadi mirip sama kota kelahiran dan tempat saya kuliah itu, panas, gerah, ada rasa polusi dengan tambahan sensasi terbakar di kulit. Suasana yang hampir tidak pernah saya rasakan ketika melintasi jalan itu dulu, sebelum negara api menyerang.

BACA JUGA Malioboro Tanpa Kendaraan Bermotor: Memangnya Sudah Siap? atau tulisan Rezha Rizqy Novitasary lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 5 Oktober 2021 oleh

Tags: jalan malioboroNusantara Terminalponorogowisatawan
Rezha Rizqy Novitasary

Rezha Rizqy Novitasary

Seorang perempuan, pengajar SMA, dan penikmat waktu pagi.

ArtikelTerkait

5 Hal Menyebalkan di Purwokerto yang Bikin Wisatawan Mikir Dua Kali sebelum Berkunjung Mojok.co

5 Hal Menyebalkan di Purwokerto yang Bikin Wisatawan Mikir Dua Kali sebelum Berkunjung

25 November 2025
Beberapa Hal yang Harus Diketahui Sebelum Kuliah, Menangis, dan Tertawa di Palangka Raya terminal mojok

Beberapa Hal yang Perlu Diketahui Sebelum Kuliah, Menangis, dan Tertawa di Palangka Raya

10 Agustus 2021
Hal yang Bisa Dilakukan Orang Tua Ayu Ting Ting di Bojonegoro selain Labrak Hater terminal mojok.co

Hal yang Bisa Dilakukan Orang Tua Ayu Ting Ting di Bojonegoro selain Labrak Hater

4 Agustus 2021
Repotnya Mahasiswa Asal Ponorogo yang Kuliah di Malang, Mudik jadi Barang Mahal Mojok.co

Repotnya Mahasiswa Asal Ponorogo yang Kuliah di Malang, Mudik jadi Barang Mahal

10 November 2023
5 Tempat Wisata Tersembunyi di Kabupaten Ponorogo terminal mojok.co

5 Tempat Wisata Tersembunyi di Kabupaten Ponorogo

16 Desember 2021
Pengalaman Masuk Grup Kejawen dari Membahas Kundalini hingga Membaca Pertanda Datangnya Pandemi terminal mojok

Pengalaman Masuk Grup Kejawen: dari Membahas Kundalini hingga Membaca Pertanda Datangnya Pandemi

2 Agustus 2021
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Air Terjun Tumpak Sewu Lumajang, Tempat Terbaik bagi Saya Menghilangkan Kesedihan

4 Aturan Tak Tertulis agar Liburan di Lumajang Menjadi Bahagia

17 Desember 2025
Gak Daftar, Saldo Dipotong, Tiba-tiba Jadi Nasabah BRI Life Stres! (Unsplash)

Kaget dan Stres ketika Tiba-tiba Jadi Nasabah BRI Life, Padahal Saya Nggak Pernah Mendaftar

21 Desember 2025
Derita Jadi Pustakawan: Dianggap Bergaji Besar dan Kerjanya Menata Buku Aja

Derita Jadi Pustakawan: Dianggap Bergaji Besar dan Kerjanya Menata Buku Aja

23 Desember 2025
4 Rekomendasi Film India Penuh Plot Twist Sambil Nunggu 3 Idiots 2 Tayang

4 Rekomendasi Film India Penuh Plot Twist Sambil Nunggu 3 Idiots 2 Tayang

18 Desember 2025
Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

17 Desember 2025
Pertama Kali Mencicipi Swike: Makanan Berbahan Dasar Kodok yang Terlihat Menjijikan, tapi Bikin Ketagihan Mojok.co

Pertama Kali Mencicipi Swike: Makanan Berbahan Dasar Kodok yang Terlihat Menjijikan, tapi Bikin Ketagihan 

23 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Melacak Gerak Sayap Predator Terlangka di Jawa Lewat Genggaman Ponsel
  • Regenerasi Atlet Panahan Terancam Mandek di Ajang Internasional, Legenda “3 Srikandi” Yakin Masih Ada Harapan
  • Jogja Mulai Macet, Mari Kita Mulai Menyalahkan 7 Juta Wisatawan yang Datang Berlibur padahal Dosa Ada di Tangan Pemerintah
  • 10 Perempuan Inspiratif Semarang yang Beri Kontribusi dan Dampak Nyata, Generasi ke-4 Sido Muncul hingga Penari Tradisional Tertua
  • Kolaboraya Bukan Sekadar Kenduri: Ia Pandora, Lentera, dan Pesan Krusial Warga Sipil Tanpa Ndakik-ndakik
  • Upaya “Mengadopsi” Sarang-Sarang Sang Garuda di Hutan Pulau Jawa

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.